Tuesday, June 18, 2013

Laporan

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta pengikutnya.
Laporan Observasi dan Analisis Pelaksanaan Pendidikan Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 4 Tegal diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling pada semester empat Program Study Pendidikan S1 Universitas Negeri Semarang tahun 2013.
Penyusun menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak, pelaksanaan observasi  tentang pelaksanaan bimbingan dan konseling ini tidak akan berjalan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1.      Dosen pengampu mata kuliah Bimbingan dan Konseling
2.      Kepala Sekolah SMA Negeri 4 Tegal Bapak Wiyarna, M.Pd yang telah memberikan izin untuk melakukan observasi
3.      Guru pembimbing, guru mata pelajaran ekonomi, guru wali kelas, tata usaha, siswa kelas XI
4.      Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa tugas ini masih bayak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan dalam rangka penyempurnaan tugas ini untuk kedepannya.
Demikian kata pengantar dari penyusun, mudah-mudahan Allah SWT selalu memberikan rahmat dan karunianya.
Semarang, 22 Mei 2013



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Penugasan
Sebuah kenyataan bahwa diperlukannya bimbingan dan konseling di sekolah-sekolah, observasi ini di tugaskan kepada para mahasiswa mengingat sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah yang bahwa pendidikan diartikan sebagai suatu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Sedangkan tujuan pendidikan sebagaimana dikemukakan dalam GBHN adalah: “Untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan menusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”.
Dari pengertian dan tujuan di atas, jelas bahwa yang menjadi tujuan inti dari pendidikan adalah perkembangan kepribadian secara optimal dari setiap anak didik sebagai pribadi. Dengan demikian, setiap kegiatan proses pendidikan diarahkan kepada tercapainya pribadi-pribadi yang berkembang optimal sesuai dengan potensinya masing-masing. Untuk menuju tercapainya pribadi yang berkembang, maka kegiatan pendidikan hendaknya bersifat menyeluruh yang tidak hanya berupa kegiatan instruksional (pengajaran), akan tetapi meliputi kegiatan yang menjamin bahwa setiap anak didik secara pribadi mendapat layangan sehingga akhirnya dapat berkembang secara optimal. Kegiatan pendidikan yang diinginkan seperti tersebut di atas adalah kegiatan pendidikan yang ditandai dengan pengadministrsian yang baik, kurikulum beserta proses belajar pembelajaran yang memadai, dan layanan pribadi kepada anak didik melalui bimbingan.
Dalam hubungan inilah bimbingan mempunyai peranan yang amat penting dalam pendidikan, yaitu membantu setiap pribadi anak didik agar berkembang secara optimal. Dengan demikian maka hasil pendidikan yang sesungguhnya akan tercermin pada pribadi anak didik yang berkembang baik secara akademik, psikologis, maupun sosial.
Menyimak kenyataan yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia, saat ini masih terdapat kecenderungan bahwa pendidikan belum sepenuhnya dapat membantu perkembangan kepribadian anak didik secara optimal. Secara akademis masih nampak gejala bahwa anak didik belum mencapai prestasi belajar optimal. Hal ini nampak antara lain gejala-gejala: putus sekolah, tinggal kelas, lambat belajar, berprestasi rendah, kekurangpercayaan masyarakat terhadap hasil pendidikan dan lainnya. Secara psikologis masih banyak adanya gejala-gejala perkembangan kepribadian yang kurang matang, kurang percaya pada diri sendiri, kecemasan, putus asa, bersikap santai, kurang responsif, ketergantungan, pribadi yang tidak seimbang, dan sebagainya. Demikian juga secara sosial ada kecenderungan anak didik belum memiliki kemampuan penyesuaian sosial secara memadai.
Sebagai seorang calon pendidik, mata kuliah Bimbingan dan Konseling perlu diadakan dalam Perguruan Tinggi yang khusus mendidik para calon pendidik. Tentu tidak hanya teori dan pemahaman sebagai pegangan wajib seorang calon pendidik, praktik pun perlu diberlakukan sebagai peningkatan pemahaman dan penerapan pengetahuan untuk kedepannya. Oleh karena itu, penulis mendapat tugas untuk melakukan penelitian sebagai praktik maupun untuk mengetahui keadaan di lapangan.
Penulis mendapat tugas observasi tentang Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah baik SMP maupun SMA yang diberikan dosen pengampu Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling. Penulis menentukan obyek penelitian di SMA Negeri 4 Tegal. Penulis melakukan observasi sebagai bahan untuk menyusun laporan tentang Pelaksanaan  Bimbingan dan Konseling di sekolah yang kami observasi.
Tujuan observasi ini dimaksudkan untuk mengetahui tentang “Pelaksanaan pengajaran Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 4 Tegal”. Metode Penelitian yang dgunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah metode wawancara kepada Kepala Sekolah, Koordinator Bimbingan dan Konseling, beberapa Guru Mata Pelajaran Ekonomi, beberapa Wali Kelas, beberapa petugas TU dan metode penyebaran angket kepada beberapa siswa kelas X dan kelas XI.
Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara menyebarkan angket kepada siswa dengan sebaran sebanyak 10 butir soal uraian, sedangkan untuk memperoleh data sekunder penulis memperoleh data dengan teknik wawancara kepada koordinator guru bimbingan dan konseling, Wali kelas, dan beberapa guru mata pelajaran.














B.     Profil Sekolah dan Profil Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 4 Tegal

PROFIL SMA NEGERI 4 TEGAL
VISI, MISI, DAN TUJUAN SMA NEGERI 4 TEGAL
SMA Negeri 4 Tegal merupakan sebuah sekolah menengah atas yang teletak di Jalan Dr. Setiabudi No.32 Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Secara wilayah SMA N 4 Tegal termasuk strategis, dekat dengan  pusat kota dan dekat dengan gedung kesenian serta termasuk ke area pendidikan dengan adanya sekolah-sekolah lain yang berdekatan sehingga nuansa pendidikan di daerah ini sangat terasa.
SMA Negeri 4 Tegal berdiri sejak 1 Juli 1991, sekolah ini merupakan alih fungsi dari SPG Negeri Tegal. Sekolah ini memiliki status pendidikan SSN (Sekolah Standar Nasional) yang terakreditasi A.
SMA Negeri 4 Tegal dalam menjalankan roda pendidikannya dengan mengedepankan visi dan misi sekolah, adapun visi-misi SMA Negeri 4 Tegal adalah sebagai berikut:

1.      Visi
Kemajuan ilmu dan teknologi, arus informasi yang sangat cepat serta perkembangan dunia pendidikan di Indonesia, memotivasi SMA Negeri 4 Tegal segera merevisi visi dan misi agar dapat mengikuti perkembangan zaman sehingga terwujud tujuan pendidikan nasional. Gambaran profil sekolah yang diinginkan pada masa depan seperti diwujudkan dalam visi SMA Negeri 4 Tegal sebagai berikut:

“GENERASI MANDIRI YANG BERIMTAK, CERDAS, TERAMPIL, BERBUDI PEKERTI LUHUR, DAN BERWAWASAN KEBANGSAAN”
2.      Misi
Berdasarkan visi tersebut diatas, dengan berorientasi ke depan, memperhatikan potensi kekinian, serta adanya kesesuaian dengan norma dan harapan masyarakat, maka sekolah menentukan langkah – langkah strategis yang dinyatakan dalam misi sebagai berikut:
1)      Mengintegrasikan materi imtak dan wawasan kebangsaan (nasionalisme) ke dalam semua mata pelajaran
2)      Menyelenggarakan pembelajaran yang efektif dan inovatif dengan cara menyelenggarakan kelas multimedia serta menciptakan sumber belajar baik dari alam maupun internet
3)      Menyelenggarakan atau menyediakan sarana dan prasarana sekolah yang lengkap
4)      Menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler berbasis vokasional, seni, dan olahraga
5)      Melaksanakan layanan bimbingan, konseling dan pelatihan yang memadai guna mendukung kegiatan pengembangan diri peserta didik.

3.      Strategi
a.       Meningkatkan pengelolaan dan layanan kepada peserta didik yang berorientasi pada peningkatan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta berwawasan kebangsaan
b.      Meningkatkan layanan mutu yang menyangkut kepentingan pembelajaran dengan menyelenggarakan IHT, Workshop, MGMP tingkat sekolah yang berbasis iptek
c.       Mengoptimalkan sarana dan prasarana sekolah yang mencakup gedung, lahan, media pembelajaran dengan cara memperluas jaringan internet – hotspot area
d.      Merumuskan dan menyusun perencanaan strategis dan tahunan guna mengimplementasikan program – program operasional sekolah yang didukung oleh sumber – sumber anggaran pembiayaan yang memadai
e.       Melaksanakan program pemberdayaan partisipasi masyarakat sekolah seperti orang tua peserta didik maupun tokoh masyarakat setempat, melalui wadah organisasi komite sokolah
f.       Menciptakan budaya sekolah yang meliputi tatanan nilai, kebiasaan, kesepakatan yang direfleksikan sehari – hari terutama budaya yang bersifat mendukung terhadap pencapaian Visi dan Misi.

4.      Tujuan Sekolah
Tujuan sekolah atau tujuan satuan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Tegal merupakan bagian dari tujuan pendidikan nasional.
Adapun tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
1)      Mewujudkan peserta didik yang berakhlak mulia serta beriman dan bertakwa
2)      Mewujudkan lingkungan sekolah yang agamis
3)      Menciptakan suasana belajar yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenngkan
4)      Meningkatkan wawasan pengetahuan peserta didik dengan cara memperluas akses internet
5)      Meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi peserta didik melalui proses pembelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler komputer
6)      Meningkatan prestasi nonakademik peserta didik dalam bidang seni dan olahraga
7)      Meningkatkan kualitas dan kuantitas lulusan yang dapat melanjutkan ke perguruan tinggi sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.

5.      Standar Kompetensi Lulusan
Untuk mencapai standar mutu pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan secara nasional, maka kegiatan pembelajaran di SMA Negeri 4 Tegal mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan yang telah ditetapkan oleh BSNP sebagai berikut;
1)      Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja
2)      Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya
3)      Menunjukan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan pekerjaannya
4)      Berpartisipasi dalam penegakan aturan – aturan sosial
5)      Menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup global
6)      Membangun, dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif
7)      Menunjukan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
8)      Menunjukan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri
9)      Menunjukan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik
10)  Menunjukan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks
11)  Menunjukan kemampuan menganaisis gejala alam dan sosial
12)  Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggungjawab
13)  Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
14)  Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya
15)  Mengapresiasikan karya seni dan budaya
16)  Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok
17)  Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan lingkungan
18)  Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun
19)  Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat
20)  Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain
21)  Menunjukan keteramplan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan estetis
22)  Menunjukan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa indonesia dan inggris
23)  Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengkuti pendidikan tinggi.

6.      Sasaran Program
Pimpinan sekolah atau Kepala Sekolah, para guru beserta warga sekolah lainnya dengan persetujuan Komite Sekolah menetapkan sasaran program, baik program jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang. Sasaran program dimaksudan untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan sekolah.
Adapun sasaran program SMA Negeri 4 Tegal adalah sebagai berikut:






Sasaran Program SMA Negeri 4 Tegal
Sasaran Program 1 Tahun
(2012/2013)
(Program Jangka Pendek)
Sasaran Program 5 Tahun
(2008/2013)
(Program Jangka Menengah)
Sasaran Program 10 Tahun
(2008/2018)
(Program Jangka Panjamg)
1.   Kehadiran peserta didik, guru dan karyawan lebh dari 97%
1.   Kehadiran peserta didik, guru dan karyawan lebh dari 97%
1.  Kehadiran peserta didik, guru dan aryawan lebh dari 97%
2.   Target pencapaian rata – rata Nilai UAN 8,0
2.   Target pencapaian rata – rata Nilai UAN 8,0
2.  Target pencapaian rata – rata Nilai UAN 8,0
3.   75% lulusan dapat diterima di PTN
3.   75% lulusan dapat diterima di PTN
3.  100% lulusan dapat diterima di PTN
4.   100% peserta didik yang beragama islam dapat membaca Al – Qur’an dengan baik dan benar
4.   100% peserta didik yang beragama islam dapat membaca Al – Qur’an dengan baik dan benar
4.  100% peserta didik yang beragama islam dapat membaca Al – Qur’an dengan baik dan benar
5.   Ekstrakurikuler unggulan dapat menjuarai tingkat provinsi
5.   Ekstrakurikuler unggulan dapat menjuarai tingkat provinsi
5.  Ekstrakurikuler unggulan dapat menjuarai tingkat nasional
6.   75% peserta didik dapat aktif berbahasa inggris
6.   75% peserta didik dapat aktif berbahasa inggris
6.  100% peserta didik dapat aktif berbahasa inggris
7.   100% peserta didik dapat mengoperasikan 2 program komputer (Micosoft Word, Excel, Power Point dan Internet)
7.   100% peserta didik dapat mengoperasikan 2 program komputer (Micosoft Word, Excel, Power Point dan Internet)
7.  100% peserta didik dapat mengoperasikan 3 program komputer (Micosoft Word, Excel, Power Point, Internet, dan desain grafis)
8.   50% peserta didik mampu menerapkan metodologi riset
8.   50% peserta didik mampu menerapkan metodologi riset
8.  75% peserta didik mampu menerapkan metodologi riset
9.   100% peserta didik mampu melakukan komunikasi dalam bahasa jawa dengan baik dan benar
9.   100% peserta didik mampu melakukan komunikasi dalam bahasa jawa dengan baik dan benar
9.  100% peserta didik mampu melakukan komunikasi dalam bahasa jawa dengan baik dan benar
10.              100% sikap dan perilaku peserta didik sesuai dengan tata krama yang benar
10.              100% sikap dan perilaku peserta didik sesuai dengan tata krama yang benar
10.              100% sikap dan perilaku peserta didik sesuai dengan tata krama yang benar

Berdasarkan sasaran program di atas, selanjutnya ditindaklanjuti dengan strategi pelaksanaan yang harus dilaksanakan oleh seluruh warga sekolah sebagai berikut:
a.       Mengadakan pembinaan terhadap peserta didik, guru, dan karyawan secara berkelanjutan
b.      Mengadakan jam tambahan pada pelajaran tertentu
c.       Melakukan kerjasama dengan instansi terkait dan stakeholder untuk mengupayakan peningkatan kualitas pembelajaran bagi peserta didik
d.      Mengadakan tadarusan setiap hari menjelang pelajaran dimulai, ekstra BTQ, kegiatan sholat Dhuhur berjamaah, peringatan hari besar Islam, dan membentuk kelompo – kelompok pengajian peserta didik
e.       Menjalin komunikasi yang baik dengan sekolah – sekolah lain, Dinas Pendidikan dan Pemerintah Kota Tegal
f.       Perbaikan dan mendayagunakan laboratorium bahasa
g.      Membentuk kelompok kelompok gemar Bahasa Inggris (ekstra debat bahasa inggris, storytelling, news reading)
h.      Membentuk kelompok belajar
i.        Pengadaan buku penunjang
j.        Penambahan sarana komputer dan jaringan internet
k.      Mengintensifkan kelompok belajar
l.        Mengintensifkan komunikasi dan kerjasama dengan orang tua peserta didik
m.    Pelaporan kepada orang tua peserta didik secara berkala
n.      Mengupayakan perpustakaan yang representatif.

STRUKTUR DAN MUATAN KURIKULUM
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman pennyelanggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik.
Oleh sebab itu, SMA Negeri 4 Tegal sebagai salah satu satuan pendidikan tingkat menengah kini sedang merintis menuju pemenuhan Standar Nasiona Pendidikan guna mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan mulai dari peningkaan kualitas input peserta didik, SDM, pengadaan sarana prasarana, efektivitas kegiatan pembelajaran, manajemen, dan hubungan dengan lingkungan.
Berbekal letak sekolah yang strategis, akses transportasi yang mudah, dan jauh dari kebisingan, memungkinkan dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang nyaman dan aman. Lingkungan perdagangan dan pantai yang dekat dengan sekolah menjadikan modal yang besar dalam upaya penanaman jiwa wirausaha peserta didik.
Sejalan dengan derasnya kemajuan ilmu dan teknologi, satuan pendidikan dituntut untuk mengembangkan kurikulum sendiri. Dengan berdasar pada potensi dan karakteristik yang lingkungan yang ada, SMA Negeri 4 Tegal pada Tahun Pelajaran 2012/2013 mengadakan penyempurnaan kembali kurikulum yang sudah ada.
Undang – undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan bahwa kurikulum jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional, maka Kurikulum SMA Negeri 4 Tegal dikembangkan dan disempurnakan dengan tetap mengacu pada standar nasional pendidikan. Sedangkan untuk mencapai tujuan satuan pendidikan SMA Negeri 4 Tegal, diupayakan dengan mempertimbangkan kesesuaian, kekhasan, kondisi, kebutuhan, potensi daerah, dan peserta didik.
1)      Landasan
a)      Landasan Filosofis
Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Masyarakat Indonesia dengan laju pembangunannya masih menghadapi masalah pendidikan yang berat, terutama berkaitan dengan kualitas, relevansi, dan efisiensi pendidikan.
Mentalitas sebagian masyarakat indonesia terutama pada masyarakat Jawa, dengan ketertinggalannya sbagai akibat penjajahan belum mendukung belum mendukung tercapainya cita – cita pembangunan nasional. Berbagai kekurangan dan kelemahan mentalitas masyarakat Indonesia tersebut antara lain: suka melakukan terobosan dengan mengabaian mutu, kurang rasa percaya diri, tidak berdisiplin murni, tidak berorientasi ke masa depan, dan suka mengabaikan tanggung jawab tanpa rasa malu. Terdapat ciri – ciri manusia Indonesia yang menghambat, yaitu hipokrit atau munafik segan dan enggan bertanggungjawab atas perbuatannya, putusannya, kekuatannya, pikirannya, berjiwa feodal, percaya pada takhayul, boros, lebih suka tidak bekerja keras kecuali kalau terpaksa, ingin cepat kaya, berpangkat, cepat cemburu, dengki dan tukang meniru. Disamping itu terdapat kelemahan lain yang kurang menunjang pembangunan.
Menghadapi kondisi masyarakat Indonesia sebagaimana diuraikan diatas pembangunan pendidikan merupakan suatu keharusan dan amat penting untuk diakukan perubahan ke arah yang lebih baik lagi guna meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
b)      Landasan Yuridis
(1)   Undang – Undang Dasar 1945:
Ketentuan dalam UUD 45 Pasal 31 mengamanatkan bahwa:
1)      Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemarintah wajib membiayainya.
2)      Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhla mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dalam undang – undang.
3)      Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang – kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
4)      Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai – nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
(2)   Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ketentuan dalan UU 20/2003 yang mengatur KTSP, adalah:
1)      Pasal 1 ayat (19); Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
2)      Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4) yang berbunyi:
(1)   Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
(2)   Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
(3)   Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
(4)   Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
3)      Pasal 35 ayat (2); “Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga, kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.”
4)      Pasal 36 ayat:
(1)   Pengambangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2)   Kurikulum pada semua jenjang jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
(3)   Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a.       Peningkatan iman dan takwa;
b.      Peningkatan akhlak mulia;
c.       Peningkatan poteni, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d.      Keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e.       Tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f.       Tuntutan dunia kerja;
g.      Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;
h.      Agama;
i.        Dinamika perkembangan global; dan
j.        Persatuan nasional dan niai – nilai kebangsaan.
(4)   Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
5)      Pasal 37 ayat:
(1)   Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a.       Pendidikan agama;
b.      Pendidikan kewarganegaraan
c.       Bahasa;
d.      Matematika;
e.       Ilmu npengetahuan alam;
f.       Ilmu pengetahuan sosial;
g.      Seni dan budaya;
h.      Pendidikan jasmani dan olahraga;
i.        Keterampilan dan kejujuran; dan
j.        Muatan lokal.
6)      Pasal 38 ayat:
(1)   Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh pemerintah.
(2)   Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menegah.
c)      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP, adalah
(1)   Pasal 1 ayat (5) “Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu”. Ayat (13) “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan pahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pebelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Ayat (14) “Kerangka dasar kurikulum adalah rambu – rambu yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan”. Ayat (15) “Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing – masing satuan pendidikan”.
(2)   Pasal 5 ayat (1) “Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis Pendidikan tertentu”. Ayat (2) “Standar isi yang dimaksudkan pada ayat (1) memuat erangka dasar dan struktur kurikulum, bahan belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik.
(3)   Pasal 7 ayat:
1.         Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentu lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olahraga dan kesehatan.
2.         Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentu lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani.
3.         Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMK/MAK, atau bentu lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, IPA, IPS, ketramplan, kejuruan, teknologi informasi dan komunkasi, serta muatan lokal yang relevan.
4.         Kelompok mata pelajaran estetika pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentu lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, ketrampilan, muatan lokal yang relevan.
5.         Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan  pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentu lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani, olahraga, pendidikan kesehatan, IPA, dan muatan lokal yang relevan.
(4)   Pasal 8 ayat:
1.      Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan penddikan dituangkan dalam kompetensi pada setiap tingkat dan/atau semester sesuai dengan SNP.
2.      Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar.
3.      Ketentuan mengenai kedalaman muatan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan peraturan Menteri.
(5)   Pasal 10 ayat:
1.      beban belajar untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat menggunakan jam pembelajaran setiap minggu setiap semester dengan sistem tatap muka, penugasan, terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, sesuai kebutuhan dan ciri khas masing – masing.
2.      MI/MTs/MA atau bentuk lain yang sederajat dapat menambahkan beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraandan kepribadian sesuai dengan kebutuhan dan ciri khasnya.
3.      Ketentuan mengenai beban belajar, jam pembelajaran, waktu efektif tatap muka, dan presentase beban belajar setiap kelompok mata pelajaran ditetapkan dengan peraturan menteri berdasarkan usulan BSNP.
(6)   Pasal 11 ayat (2, 3, 4):
1.          Beban belajar untuk SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal ketegori standar dinyatakan dalam SKS.
2.          Beban belajar untuk SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal ketegori mandiri dinyatakan dalam SKS.
3.          Beban belajar minimal dan maksimal bagi satuan pendidikan yang menerapkan sistem SKS ditetapan dengan peraturan Menteri berdasarkan usul dari BSNP.
Dan semua peraturan perundang – undangan mengenai pendidikan dan kurikulum 2012/2013.




1.      Struktur Kurikulum
Struktur Kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik pada satuan pendidikan dalam kegiatan pembelajaran. Struktur kerikulum SMA Negeri 4 Tegal, memuat lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut ini:
a.       Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
b.      Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
c.       Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
d.      Kelompok mata pelajaran estetika
e.       Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan
Masing – masing kelompok mata pelajaran tersebut di implementasikan kedalam kegiatan pembelajaran pada setiap mata pelajaran secara menyeluruh. Dengan demikian, cakupan dari masing – masing kelompok itu dapat diwujudkan melalui mata pelajaran yang relevan. Cakupan setiap kelompok mata pelajaran adalah sebagai berikut:
 CAKUPAN KELOMPOK MATA PELAJARAN
No.
Kelompok Mata Pelajaran
Cakupan
1.
Agama dan Akhlak Mulia
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
2.
Kewarganegaraan dan Kepribadian
Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia.
Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak – hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggungjawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetauan dan teknologi pada SMA dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.
4.
Estetika
Kelompok mata pelajaran estetika dimaksudkan untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis.
5.
Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada SMA dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sikap sportif, disiplin, kerja sama, dan hidup sehat.
Budaya hidup sehat termasuk kesadaran, sikap, dan perilaku hidup sehat yang bersifat individual ataupun yang bersifat kolektif kemasyarakatan seperti keterbatasan dari perilaku seksual bebas, kecanduan narkoba, HIV/AIDS, demam berdarah, muntaber, dan penyakit lain yang poensial untuk mewabah.

Penyusunan Struktur Kurikulum didasarkan atas standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran yang telah ditetapkan oleh BSNP.
Sekolah atas persetujuan komite sekolah dan memperhatikan keterbatasan sarana belajar serta minat peserta didik, menetapkan pengelolaan kelas sebagai berikut:
a.       SMA Negeri 4 Tegal menerapkan sistem paket. Peserta didik mengikuti pembelajaran sesuai dengan yang telah diprogramkan dala struktur kuriklum
b.      Jumlah rombongan belajar berjumlah 8 rombongan belajar pada masing – masing tingkat kelas (X, XI XII)
c.       Kelas X merupakan program umum yang diikuti oleh seluruh peserta didik
d.      Kelas XI dan XII merupakan program penjurusan yang terdiri atas:
·         Kelas XI:
1)      Program Ilmu Pengetahuan Alam (3 rombongan belajar)
2)      Program Ilmu Pengetahuan Sosial (5 rombongan belajar)
·         Kelas XII:
1)      Program Ilmu Pengetahuan Alam (3 rombongan belajar)
2)      Program Ilmu Pengetahuan Sosial (5 rombongan belajar)

Struktur Kurikulum Kelas X
a.       Kurikulum kelas X terdiri atas:
1)      16 mata pelajaran
2)      Muatan lokal (bahasa jawa)
3)      Pengembangan diri (Layanan BK dan Ekstrakurikuler)
b.      Sekolah menambah alokasi waktu 4 jam pelajaran. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum
c.       Alokasi waktu satu jam pelajaran adalah 45 menit.

Struktur Kurikulum Kelas XI dan XII
a.       Kurikulum kelas XI dan XII program IPA dan IPS terdiri atas:
1)      13 mata pelajaran
2)      Muatan lokal (Bahasa Jawa dan Batik Tegalan untuk kelas XI dan Bahasa Jawa untuk kelas XII)
3)      Pengebangan diri (Layanan BK dan Ekstrakurikuler)
b.      Sekolah menambah alokasi waktu 4 jam pelajaran. Jam pelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam sruktur kurikulum
c.       Alokasi waktu satu jam pelajaran adalah 45 menit.



Struktur kurikulum kelas X
Sruktur Kurikulum Kelas XI IPA
Struktur Kurikulum Kelas XI Program IPS
Struktur Kurikulum Kelas XII Program IPA
Struktur Kurikulum Kelas XII Program IPS
Keterangan: 2*) dilakukan diluar jam pembelajaran
1.      Muatan Kurikulum
Muatan kurikulum SMA Negeri 4 Tegal meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ditetapkan oleh BSNP, dan muatan lokal yang dikembangkan oleh sekolah serta kegiatan pengembangan diri.
a.       Mata Pelajaran
Mata pelajaran terdiri dari mata pelajaran wajib dan mata pelajaran pilihan sebagai berikut:
a)      Mata pelajaran wajib
Meliputi: (1) Pendidikan Agama, (2) Pendidikan Kewarganegaraan, (3) Bahasa Indonesia, (4) Bahasa Inggris, (5) Matematika, (6) Biologi, (7) Kimia, (8) Fisika, (9) Sejarah, (10) Ekonomi, (11) Geografi, (12) Sosiologi, (13) Penjasmani, (14) Seni dan Budaya, (15) Teknologi Informasi dan Komunikasi.
b)      Mata pelajaran pilihan
Meliputi: (1) Bahasa Jerman (pilihan mata pelajaran ini dimungkinkan dengan adanya sumber daya manusia yang memadai dan kehidupan masyarakatnya yang menunjang program pembelajaran tersebut). Pembelajaran setiap mata pelajaran dilaksanakan dalam suasana yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat antara peserta didik dan pendidik.
Metode pembelajaran diarahkan berpusat pada peserta didik. Guru sebagai fasilitator mendorong peserta didik agar mampu belajar secara aktif, baik fisik maupun mental. Selain itu, dalam pencapaian setiap kompetensi pada masing – masing mata pelajaran diberikan secara konstektual dengan memperhatikan perkembangan kekinian dari berbagai aspek kehidupan.
b.      Muatan Lokal
Budaya merupakan suatu sikap, sedangkan sumber sikap adalah kebudayaan. Untuk itu, salah satu sikap menghargai kebudayaan suatu daerah adalah upaya masyarakat setempat untuk melestarikan dan menonjolkan ciri khas budaya daerah menjadi muatan lokal salah satunya yakni adat istiadat.
Demikian pula dengan SMA Negeri 4 Tegal yang terletak di dalam wilayah Jawa Tengah berusaha melestarikan warisan leluhur yang berupa adat istiadat dan tata krama luhur. Hal ini juga dipertegas dengan terbitnya SK Gubernur Jawa Tengah No. 895.5/01/2005 yang mengatur tentang penetapan kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Jawa pada Jenjang Pendidikan SMA/SMALB/SMK.
Oleh karena itu, SMA Negeri 4 Tegal menetapkan salah satu program muatan lokalnya adalah mata pelajaran Bahasa Jawa. Mapel Bahasa Jawa ini harus diikuti oleh seluruh peserta didik dari kelas X – XII.
Di samping itu, guna melestarikan dan menambah wawasan budaya lokal siswa kelas XI juga diberikan program muatan lokal yang lain, yakni Batik Tegalan.
c.       Kegiatan Penngembangan Diri
Pengembangn diri diarahkan untuk pengembangan karakter peserta didik yang ditujukan untuk mengatasi persoalan dirinya, persoalan masyarakat di lingkungan sekitarnya, dan persoalan kebangsaan.
Sekolah memfasilitasi kegiatan pengembangan diri sebagai berikut:
a)      Pengembangan diri dilaksanakan diluar kelas / jam pelajaran. Kegiatan pengembangan diri meliputi:
1)      Bimbingan Konseling, mencakup hal – hal yang berkenaan dengan dengan pribadi, kemasyarakatan, belajar, dan karier peserta didik.
Bimbingan Konseling diasuh oleh guru yang ditugaskan (guru BK)
2)      Pengembangan Diri yang dilaksanakan sebagian besar diluar kelas (Ekstrakurikuler) diasuh oleh guru pembina. Pelaksanaannya secara reguler sesuai jadwal yang dikoordinasikan dengan pihak kepeserta didikan. Yaitu:
-          Rohis
-          Bola Volley
-          Bola Basket
-          Footsal
-          Pramuka
-          Palang Merah Remaja (PMR)
-          Tenis Lapangan
-          Debat bahasa Inggris, story telling, dan news reading
-          Karya Ilmiah Remaja (KIR)
-          PBB/PKS
-          Band
-          Paduan Suara/Vocal Group
2.      Tujuan Penyusunan Kurikulum
1)      Untuk menjadi acuan dan pedoman bagi sekolah dalam rangka penyelenggaraaan pendidikan dan pengajaran yang bermutu, terukur, berkesinambungan, dan dpat dipertanggungjawabkan.
2)      Untuk menjadi acuan dan pedoman bagi stakeholder dalam rangka ikut serta memberikan partisipasi maupun pengendalian/control untuk terwujudnya satuan pendidikan yang sehat, bermutu, dan memenuhi harapan masyarakat.
3.      Prinsip Pengembangan KTSP
a.       Prinsip pengembangan kurikulum
1)      Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik.
2)      Beragam dan terpadu.
3)      Tanggap terhadap perkembangan dan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
4)      Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
5)      Menyeluruh dan berkesinambungan.
6)      Belajar sepanjang hayat.
7)      Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
b.      Prinsip pelaksanaan kurikulum
1)      Pelaksanaan kurikulum didasarkan peda potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya
2)      Kurikulum dilaksanakan dengan menegakan kelima pilarbelajar yaitu:
1.      Belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.      Belajar untuk memahami dan menghayati
3.      Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif
4.      Belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi oranglain
5.      Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangan.
3)      Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, kendividuan, kesosialan, dan moral.
4)      Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani.
5)      Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam terkambang jadi guru.
6)      Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
7)      Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antar kelas dan jenis serta jenjang pendidikan.





PROFIL BIMBINGAN DAN KONSELING
SMA NEGERI 4 TEGAL
Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdaarkan norma-norma yang berlaku (SK Mendikbud No. 025/D/1995)
Pada umumnya, Para Konselor sekolah menempatkkan BK dalam konteks disipliner siswa. Memanggil, memarahi, menghukum adalah proses klasik label bimbingan konseling di banyak sekolah sehingga guru bimbingan dan konseling sering diposisikan sebagai “musuh” bagi siswa bermasalah atau yg nakal. Namun di SMA Negeri 4 Tegal berusaha menghilangkan konsep seperti itu yang seolah-olah BK hanya menjadi momok yang menakutkan bagi siswa-siswa.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengharuskan sekolah untuk mengalokasikan 2 (dua) jam pelajaran per minggu bagi pelajaran pengembangan diri. Hal ini berati di setiap sekolah ingin  paling tidak harus dialokasikan 2 jam pelajaran bagi guru Bimbingan Konseling untuk mengadakan bimbingan secara klasikal. Namun dalam praktiknya, beberapa sekolah bahkan meniadakan jam khusus untuk layanan bimbingan klasikal kepada siswa. Seperti halnya di SMA Negeri 4 Tegal yang meniadakan jam untuk layanan Bimbingan dan Konseling, namun tidak sepenuhnya ditiadakan, guru pembimbing biasanya beberapa minggu sekali meminta satu jam pelajaran kepada guru mata peajaran yang bersangkutan untuk pelayanan Bimbingan dan Konseling di Kelas. Program pengajaran di SMA Negeri 4 Tegal  ini dilakukan secara bervariatif, tidak hanya dalam konteks kegiatan belajar mengajar (KBM) dikelas saja, namun juga dalam pelaksanaannya Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 4 Tegal mengajak siswa-siwa untuk mengunjungi ruang BK walaupun tak punya masalah apapun. Tujuan itu supaya siswa bisa bersahabat dengan Bimbingan Konseling dan bisa memaknai BK sebagai Layanan pembantu bagi setia siswa, bukan sebagai  momok yang menakutkan bagi siswa SMA Negeri 4 Tegal. Kemudian selain meminta jam pelajaran pada guru mapel, ada juga layanan bimbingan klasikal, program ini biasanya memang dilakukan apabila ada guru yang berhalangan hadir dan jam pelajaran ini dimanfaatkan bagi guru Bimbingan Konseling untuk mengadakan layanan bimbingan kelompok/klasikal.
Miskonsepsi terhadap BK mengakibatkan fungsi pengembangan kemampuan siswa, fungsi pencegahan dan fungsi pemeliharaan bimbingan dan konseling dalam aspek perkembangan personal edukasional dan karir tidak dapat dijalankan secara utuh. Ketidak mengertian dan prasangka manajemen sekolah bahwa bimbingan dan konseling hanya membuang-buang waktu dan tidak memberikan sumbangan yang berarti pada perkembangan siswa menyebabkan sulitnya mendapatkan dukungan sekolah terdadap program bimbingan dan konseling. Kebanyakan sekolah yang ada di kota Tegal, bimbingan konseling baru dilirik sebelah mata dalam proses pendidikan tampak dari ruangan yang disediakan. Bisa dihitung dengan jari, berapa jumlah sekolah yang mampu menyediakan ruang konseling memadai. Tidak jarang dijumpai, ruang bimbingan konseling sekadar bagian dari ruang lain, atau ruang sempit di pojok dekat gudang dan toilet. Namun, SMA Negeri 4 Tegal sendiri sudah memiliki bangunan khusus yang dipergunakan untuk ruang khusus BK yang nyaman dan efisien. Supaya siswa mempunyai pandangan tersendiri bahwa ruang BK sebenarnya nyaman.
Tantangan utama bimbingan konseling justru datang dari faktor instrinsik sekolah sendiri. Kebanyakan kepala sekolah malah kurang tahu apa yang harus mereka perbuat dengan guru-guru bimbingan konseling. Ada kekhawatiran konselor memakan “gaji buta”. Akibatnya, mesti disampiri tugas mengajar keterampilan, sejarah, jaga kantin, mengurus koprasi, perpustakaan, atau honor atau penggajiannya terus dipersoalkan jumlahnya. Sesama staf pengajar pun mengirikannya dengan tugas yang dianggapnya penganggur terselubung. Maka untuk menepis hal-hal yang tidak diinginkan seperti diatas, SMA Negeri 4 Tegal melakukan pembenahan pada program Bimbingan dan Konseling agar pelaksanaannya bisa efektif, ini dibuktikan dengan mendatangkan konselor baru atau guru BK baru untuk menambah keefisiansian program kerja Bimbingan dan Konseling di sekolah. Sekarang di SMA Negeri 4 Tegal  mempunyai 5 guru BK yang sudah berpengalaman dalam menangani berbagai masalah yang dihadapi siswa siswa di sekolah.
Nama-nama guru Bimbingan dan Konseling yang ada di SMA Negeri 4 Tegal diantaranya adalah:
1.      Drs. Syahlan Rosidi
2.      Dra. Hj. Suparni
3.      Lina Kusumaningrum, S.Pd
4.      Ahmad Albar, S.Psi
5.      Eko Restining Rahayu, S.Pd



















STRUKTUR ORGANISASI BIMBINGAN DAN KONSELING
SMA NEGERI 4 TEGAL TAHUN PELAJARAN 2012 / 2013
KOORDINATOR BK
Drs. Syahlan Rosidi
NIP. 19550311.198303.1.008


GURU BK
Lina Kusumaningrum S.Pd
NIP. 19790531.200903.2.002

GURU BK
Dra. Hj. Suparni
NIP. 19580927.198303.2.006
GURU BK
Ahmad Albar S.Psi
NIP. 19771005.201001.1.018
GURU BK
Eko Restining Rahayu S.Pd
NIP. 19660411.200501.2.003
KEPALA SEKOLAH
Wiyarna, M.Pd
NIP. 19690405.198303.1.001

 



















A.    Perumusan Masalah Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 4 Tegal
1.      Bagaimana pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 4 Tegal?
2.      Apakah masalah yang menjadi hambatan dalam pengajaran Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 4 Tegal?
3.      Apakah masalah yang sering dihadapi siswa ketika berada di sekolah?















BAB II
TEMUAN DI LAPANGAN
A.    Temuan informasi di Lapangan
Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 4 Tegal merupakan mata pelajaran yang dicantumkan dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), namun dilakukan diluar jam pembelajaran yaitu 1 kali pertemuan dalam seminggu, alokasi waktu yang ditetapkan adalah 1 jam pelajaran yaitu 45 menit. Biasanya layanan bimbingan dan konseling dilakukan ketika jam pelajaran kosong karena guru mata pelajaran yang bersangkutan tidak dapat hadir, ataupun dengan melakukan perjanjian dengan guru yang bersangkutan untuk meminta jam pelajaran satu kali pertemuan untuk melakukan layanan bimbingan dan konseling, selanjutnya bergantung kesadaran peserta didik yang membutuhkan layanan Bimbingan dan Konseling untuk mendatangi ruang BK.
Tujuan dari pendidikan Bimbingan dan Konseling adalah untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah – masalah yang dihadapi dalam kehidupannya, agar tidak salah dalam mengambil langkah untuk mengatasi masalah yang dihadapi siswa tersebut sehingga siswa dapat berkembang secara optimal tanpa mengalami hambatan yang sering terjadi pada perkembangan remaja pada umumnya.
Dalam pelaksanaan pelayanan Bimbingan dan konseling, tentu tidak mudah dan tidak dapat terhindar dari masalah yang menghambat dalam pelaksanaannya. Beberapa masalah yang menghambat pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 4 Tegal, antara lain:
1.      Kurangnya atau bahkan tidak adanya alokasi waktu untuk bimbingan dan konseling
2.      Untuk menginformasikan mengenai layanan Bimbingan dan Konseling harus melakukan perjanjian dengan guru mata pelajaran yang bersangkutan untuk diminta jam pelajarannya.
3.      Siswa yang membutuhkan bimbingan dan konseling harus memiliki kesadaran untuk meminta layanan bimbingan dan konseling dari guru pembimbing
4.      Ketidak tahuan peserta didik mengenai layanan Bimbingan dan Konsling, sehingga hanya  siswa – siswa yang bermasalah saja yang melakukan pelayanan Bimbingan dan Konseling.
5.      Dalam perkembangannya remaja sering mengalami masalah yang tidak dapat dipecahkan oleh dirinya, mengingat faktor mental remaja yang masih sangat labil dan cenderung ikut – ikutan dan masih mencari jati dirinya.
Adapun masalah yang sering dihadapi oleh peserta didik di SMA Negeri 4 Tegal:
1.      Penyimpangan sosial
2.      Emosi
3.      Penyesuaian diri
4.      Penyimpangan seksual
5.      Moralitas
6.      Keluarga

B.     Temuan Data dan Informasi berdasarkan Interview dan Angket
Selain melakukan observasi atau pegamatan yakni mengumpulkan data yang dilakukan dengan mengatasi dan mencatat secara sistematik gejala-gejala tingkah laku. Penulis juga menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan penyebaran angket untuk memperoleh data / informasi yang ada di SMA Negeri 4 Tegal berkenaan pelaksanaan BK. Adapun wawancara tersebut dilakukakn penulis kepada:
1.      Kepala Sekolah SMA Negeri 4 Tegal, Wiyarna M.Pd
2.      5 Guru Bidang Studi:
a.     Rosuli, S.Pd (Guru Mata Pelajaran Matematika)
b.    Dra. Hj. Irma Rachmawati (Guru Mata Pelajaran Ekonomi)
c.     Cahyo Purnomo, S.Pd (Guru Mata Pelajaran Geografi)
d.    Dony Setyo P, S.Pd (Guru Mata Pelajaran Seni Musik)
e.     Cintya Dwi Nirwesthi, S.Pd (Guru Mata Pelajaran Kimia)
3.      4 Wali Kelas:
a.       Hadi Pangastu, BA (Wali Kelas XII IPS 2)
b.      Moh. Lukman, S.Pd (Wali Kelas X 8)
c.       Hifza Rahmayani, S.Pd (Wali Kelas XI IPA 3)
d.      Aswin Yusidar, S.Pd (Wali Kelas XII IPS 5)
4.      Seorang Guru BK, Lina Kusumaningrum, S.Pd
5.      2 orang staf Tata Usaha:
a.       Lukito Wibowo, A.Md
b.      Meri Afiyanti
6.      12 orang siswa kelas X dan XI:
a.       Adefyanti Dwi Indah
b.      Puspita A. H.
c.       M. Faizal Adilistio
d.      Evi V. Z.
e.       Elsie V. D.
f.       Ressa Fadilah S.
g.      Desthi Dwi Agita
h.      Saefudin
i.        Rian Rizki F.
j.        Triana Widiyanti
k.      Sofiana Rahmawati
l.        Tri Prihatiningsih
Berikut uraian hasil wawancara dan angket yang di berikan kepada narasumber:
1.      Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah SMA Negeri 4 Tegal, Bapak Wiyarna, M.Pd
Dari jawaban – jawaban atas pertanyaan – pertanyaan yang diberikan kepada Kepala Sekolah SMA Negeri 4 Tegal, penulis menyimpulkan:
Keberhasilan program layanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak hanya ditentukan oleh keahlian dan ketrampilan para petugas bimbingan dan konseling itu sendiri, namun juga sangat ditentukan oleh komitmen dan keterampilan seluruh staf sekolah, terutama dari kepala sekolah sebagai administrator dan supervisor. Sebagai administrator, kepala sekolah bertanggungjawab terhadap kelancaran pelaksanaan seluruh program sekolah, khususnya program layanan bimbingan dan konseling di sekolah yang dipimpinnya. Karena posisinya yang sentral, kepala sekolah adalah orang yang paling berpengaruh dalam pengembangan atau peningkatan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolahnya. Sebagai supervisor, kepala sekolah bertanggung jawab dalam melaksanakan program-program penilaian, penelitian dan perbaikan atau peningkatan layanan bimbingan dan konseling. Ia membantu mengembangkan kebijakan dan prosedur-prosedur bagi pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolahnya.
Untuk mengantisipasi dan mengikuti perkembangan dunia, maka Bimbingan dan Konseling di sekolah merupakan suatu hal yang tidak dapat ditawar keberadaannya. Pesatnya kemajuan jaman menuntut manusianya untuk siap mengisi jaman tersebut. Manusia sebagai individu yang berperan mengisi aktivitas jaman akan selalu terbentur dengan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan.
Siswa sebagai anak didik yang juga merupakan bahagian dari individu yang dikatakan berperan mengisi zaman tentu tidak akan terlepas dari kondisi ini. Pada siswa yang dipersiapkan untuk menjadi generasi penerus diharapkan dapat dan memperoleh perkembangan individu yang optimal. Perkembangan disini tentunya melalui sekolah. Berbicara mengenai sekolah maka perangkat membentuk individu melalui pendidikan merupakan suatu sistem. Disamping memperoleh ilmu pengetahuan siswa juga diharapkan dapat berkembang lebih jauh sesuai dengan kapasitas individu yang dimilikinya. Disinilah peran guru Bimbingan Konseling, dengan mendampingi si anak untuk memperoleh dan meraih harapan dan cita-citanya, diharapkan anak dapat tergali dan berkembang lebih baik kemampuan yang ada pada dirinya.
Sebagai seorang kepala sekolah, tentu tanggung jawab yang diberikan sangat besar, yaitu bertanggungjawab terhadap kelancaran seluruh pelaksanaan program di SMA Negeri 4 Tegal. Kepala sekolah dituntut untuk membangun hubungan kerja yang kooperatif dengan setiap personil sekolah terutama Guru Pembimbing agar fungsi Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 4 Tegal sesuai dengan apa yang sudah direncanakan dan berjalan secara optimal. Sebagai penunjang kelancaran pelaksanaan Bimbingan dan Konseling kepala sekolah menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Bimbngan dan Konseling. Memilih, menentukan dan mengatur para konselor.
Tugas dan Fungsi Bimbingan dan Konseling yaitu khusus melayani siswa yang mengahadapi masalah, karena kita tahu SMA merupakan tempat remaja berkembang, sehingga perlu diadakannya bimbingan dan konseling agar siswa yang bersangkutan tidak salah dalam memilih jalan untuk langkah selanjutnya dan dapat berkembang secara optimal tanpa mengalami masalah.
Kepala sekolah menghendaki peserta didik yang membutuhkan pelayanan harus aktif mendatangi ruang BK untuk melakukan pelayanan, sehingga alokasi waktu tidak ditetapkan di SMA Negeri 4 Tegal. Hal ini dilakukan agar peserta didik mandiri dan memiliki rasa ingin tahu yang besar.
2.      Hasil Wawancara dengan Guru Bidang Studi:
a.       Rosuli, S.Pd (Guru Mata Pelajaran Matematika)
b.      Dra. Hj. Irma Rachmawati (Guru Mata Pelajaran Ekonomi)
c.       Cahyo Purnomo, S.Pd (Guru Mata Pelajaran Geografi)
d.      Dony Setyo P, S.Pd (Guru Mata Pelajaran Seni Musik)
e.       Cintya Dwi Nirwesthi, S.Pd (Guru Mata Pelajaran Kimia)
Dari jawaban – jawaban atas pertanyaan yang diberikan kepada kelima guru bidang studi SMA Negeri 4 Tegal, dapat disimpulkan:
Guru berusaha membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan berkembang sebagai individu yang mandiri dan produktif. Siswa adalah individu yang unik. Artinya, tidak ada dua individu yang sama. Walaupun secara fisik mungkin individu memiliki kemiripan, akan tetapi pada hakikatnya mereka tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, kemampuan dan sebagainya. Di samping itu setiap individu juga adalah makhluk yang sedang berkembang. Irama perkembangan mereka tentu tidaklah sama juga. Perbedaan itulah yang menuntut guru harus berperan sebagai pembimbing.
Siswa akan tumbuh dan berkembang menjadi seseorang sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya. Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan dan membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, minat dan bakatnya. Inilah makna peran sebagai pembimbing. Jadi, inti dari peran guru sebagai pembimbing adalah terletak pada kekuatan intensitas hubungan interpersonal antara guru dengan siswa yang dibimbingnya.
Di sekolah, tugas dan tanggung jawab utama guru adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran siswa. Kendati demikian, bukan berarti dia sama sekali lepas dengan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Peran dan konstribusi guru mata pelajaran tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Bahkan dalam batas-batas tertentu guru pun dapat bertindak sebagai konselor bagi siswanya.
Guru memiliki hubungan yang erat dengan murid. Karena guru banyak memiliki waktu dan kesempatan untuk mempelajari murid, mengawasi tingkah laku dan kegiatannya. Kedudukan guru dalam pendidikan yaitu memiliki wewenang sepenuhnya dalam mempelajari dan memahami siswa-siswanya, bukan saja sebagai individu tetapi juga sebagai anggota kelompok atau kelasnya. Sejak siswa masuk ke sekolah dari pagi hari sampai sekolah usai, guru akan memanfaatkan setiap kesempatan untuk membantu BK dalam mengumpulkan data yang diperlukan agar dapat memahami siswa dengan baik. Sebagian dari data tersebut didapatkan dari murid sendiri atau dari orang tuanya dengan mengisi formulir-formulir isian atau melalui informasi lisan. Data lainnya diperoleh dari pelaksanaan tes atau melalui observasi terhadap kegiatan-kegiatan siswa, kebiasaan dan tingkah lakunya baik di dalam kelas maupun diluar kelas. Karena itulah guru memiliki peran penting sebagai anggota utama di antara petugas-petugas bimbingan. Pada umumnya guru tersebut berada pada posisi yang lebih baik untuk mengetahui masalah-masalah, sikap dan kebutuhan siswa sehingga memudahkan guru untuk memberikan bantuan kepada siswa yang membutuhkan.
3.      Hasil Wawancara dengan Wali Kelas:
a.         Hadi Pangastu, BA (Wali Kelas XII IPS 2)
b.         Moh. Lukman, S.Pd (Wali Kelas X 8)
c.         Hifza Rahmayani, S.Pd (Wali Kelas XI IPA 3)
d.        Aswin Yusidar, S.Pd (Wali Kelas XII IPS 5)
Dari jawaban – jawaban atas pertanyaan yang diberikan kepada keempat wali kelas SMA Negeri 4 Tegal, dapat disimpulkan:
Peran seorang Wali Kelas sangat penting bagi peserta didik. Mereka menganggap wali kelas adalah orangtua terdekat mereka di sekolah, peserta didik biasanya tidak akan segan menceritakan apa yang sedang ia alami terkait masalah yang timbul di lingkungan sekolah, bahkan peserta didik lebih mempercayakan rahasia yang ia miliki kepada wali kelas mereka daripada dengan guru pembimbing. Wali kelas merupakan orang yang paling dekat dengan anak – anak didiknya, karena cakupan pemberian perhatian lebih sempit, sehingga lebih mudah dalam menganalisa peserta didik. Hal ini dapat membantu guru pembimbing dalam pencarian informasi mengenai masalah – masalah yang timbul dalam diri peserta didik yang diasuh olehnya. Begitu pula dengan wali kelas di SMA Negeri 4 Tegal, mereka dituntut untuk mengetahui masalah – masalah yang ada dalam diri anak didiknya, potensi – potensi yang mungkin dapat digali dan dikembangkan, bakat yang dimiliki oleh siswa. Wali kelas dapat melakukan bimbingan seputar masalah – masalah yang sering dihadapi remaja, akibat – akibat yang ditimbulkan, dan solusi yang harus diberikan.
Secara keseluruhan wali kelas tersebut telah berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah. Karena sebagai wali kelas, secara otomatis akan berhadapan langsung dengan siswa, dapat melakukan pendekatan dengan siswa. Biasanya peserta didik tidak akan sungkan menceritakan keluhan – keluhannya kepada wali kelas, karena peserta didik merasa wali kelas merupakan orangtua kedua baginya disekolah. Hal ini dapat melancarkan pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling dapat lebih efektif dan efisien. Wali kelas juga melakukan kerjasama baik dengan guru pembimbing maupun dengan guru bidang studi.
Untuk siswa yang bandel, sampai wali kelas tidak sanggup mengatasinya, wali kelas biasanya mengalihkan kepada guru pembimbing. Wali kelas mencari informasi seputar siswa tersebut melalui pendekatan, apabila tidak berhasil dapat dilakukan pengumpulan informasi melalui teman dekatnya, atau bahkan dari orang tua siswa itu sendiri. Untuk kemudian dialihkan kepada guru pembimbing yang diberi tugas untuk melakuan bimbingan kepada siswa tersebut.
4.      Hasil Wawancara dengan Guru BK, Lina Kusumaningrum, S.Pd
Dari jawaban – jawaban atas pertanyaan yang diberikan kepada salah seorang guru pembimbing SMA Negeri 4 Tegal, dapat disimpulkan:
Dalam menggali dan mengembangkan potensi siswa inilah dan dengan mebandingkan ketertinggalan pendidikan di negara kita pemerintah mengembangkan kurikulum berbasis kompetensi. Pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang memperhatikan kompetensi siswa secara individu, diharapkan berkembang dengan optimal. Untuk itu peran guru Bimbingan Konseling disini menjadi sentral. Hampir di setiap aspek penanganan siswa guru BK di haruskan berperan aktif. Atas dasar hal-hal seperti itulah maka keberadaan BK dengan Pengembangan Diri di sekolah sudah harus ada dan berjalan dengan baik dengan di berikan kesempatan dan proporsi yang lebih besar. Itu pula yang kita harapkan bersama di SMA Negeri 4 Tegal. Pada kenyataannya, siswa masih perlu dibina, dibimbing untuk dapat mengembangkan diri lebih baik, siswa disini masih belum membudaya terhadap kondisi butuh ilmu. Disamping siswa mengembangkan diri dibidang pengetahuan, juga dapat disalurkan melalui kegiatan ekstrakurikuler. Potensi – potensi yang dimiliki oleh peserta didik dapat digali melalui pembinaan oleh guru pembimbing, bakat – bakat yang mungkin ada dapat dikembangkan melalui pembinaan guru pembimbing, sehingga pertumbuhan siswa dapat berkembang secara optimal, tepat dalam mengambil keputusan untuk melangkah ke tahap selanjutnya.
Kunjungan rumah merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan dan konseling. Fungsi utama dari kunjungan rumah adalah membina hubungan baik dan kerjasama antara guru BK dan orang tua siswa. Melalui hubungan baik dan kerjasama ini, diharapkan ada saling pengertian, kesamaan persepsi, sikap dan perlakuan terhadap siswa. Dalam kunjungan rumah, guru BK dapat memperolah data lebih luas dan mendalam tentang perkembangan siswa, karakteristik, sikap, kebiasaan serta aktivitasnya dalam keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar, serta kondisi kehidupan keluarga siswa.

5.      Hasil Wawancara dengan 2 orang staf TU:
a.       Lukito Wibowo, A.Md
b.      Meri Afiyanti
Dari jawaban – jawaban atas pertanyaan yang diberikan kepada kedua staf Tata Usaha SMA Negeri 4 Tegal, dapat disimpulkan:
Keberhasilan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, tidak lepas dari peranan berbagai pihak di sekolah. Selain Guru Pembimbing atau Konselor sebagai pelaksana utama, penyelenggaraan Bimbingan dan konseling di sekolah, juga perlu melibatkan kepala sekolah, guru mata pelajaran dan wali kelas, tata usaha dan lain sebagainya.
Tata usaha sekolah adalah bagian dari unit pelaksana teknis penyelenggaraan sistem administrasi dan informasi pendidikan di sekolah. Semakin lengkap dan akurat data terhimpun maka pemberian pelayanan makin mudah dan pengembilan keputusan makin tepat.
Tata usaha berperan untuk membantu guru pembimbing (konselor) dan koordinator BK dalam mengadministrasikan seluruh kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah, membantu guru pembimbing dalam menyiapkan seluruh kegiatan bimbingan dan konseling. Serta membantu guru pembimbing dalam menyiapkan sarana yang diperlukan dalam layanan bimbingan dan konseling.
Sebagai personil sekolah staf Tata Usaha memiliki kewajiban kaitannya dengan guru BK adalah Membantu guru pembimbing dan koordinator dalam mengadministrasikan seluruh kegiatan BK di sekolah, Membantu mempersiapkan seluruh kegiatan BK, Membantu menyiapkan sarana yang diperlukan dalam layanan BK, Membantu melengkapi dokomen tentang siswa seperti catatan kumulatif siswa.
6.      12 orang siswa kelas X dan XI:
a.         Adefyanti Dwi Indah F.
b.         Puspita A. H.
c.         M. Faizal Adilistio
d.        Evi V. Z.
e.         Elsie V. D.
f.          Ressa Fadilah S.
g.         Desthi Dwi Agita
h.         Saefudin
i.           Rian Rizki F.
j.           Triana Widiyanti
k.         Sofiana Rahmawati
l.           Tri Prihatiningsih
Dari jawaban – jawaban atas pertanyaan yang diberikan kepada sembilan siswa SMA Negeri 4 Tegal baik kelas X maupun kelas XI, dapat disimpulkan bahwa:
Peserta didik merupakan subyek didik yang perlu dibimbing, perlu diberi pelayanan Bimbingan dan Konseling. Siswa SMA Negeri 4 Tegal membutuhkan layanan BK mengingat fase pertumbuhan remaja yang berada di titik dimana siswa berada dalam tahap saat ia melaksanakan sekolah menengah.
Pada umumnya, Para Konselor sekolah menempatkkan BK dalam konteks disipliner siswa, memanggil, memarahi, menghukum adalah proses klasik label bimbingan konseling di banyak sekolah sehingga guru bimbingan dan konseling sering diposisikan sebagai “musuh” bagi siswa bermasalah atau yg nakal. Peserta didik menganggap bahwa Bimbingan dan konseling merupakan tempat mengatasinya suatu masalah, pemberian motivasi terhadap siswa yang bermasalah, tempat curhat, pemegang rahasia, polisi sekolah yang mengatur kedisiplinan siswa, mengatur siswa dalam hal mencegah pelanggaran peraturan melalui hukuman tanpa diberi pengertian tentang konsep BK, bahkan siswa yang jarang melanggar peraturan hanya memandang sebelah mata terhadap keberadaan Bk yang mereka anggap sebagai musuh besar mereka di sekolah. Padahal dengan adanya layanan BK, siswa dapat meminta bimbingan tanpa mengalami masalah – masalah terlebih dahulu bimbingan yang diberikan bisa berupa pencegahan, penyuluhan, pengertian, akibat yang ditimbulkan, manfaat yang akan didapat, faktor – faktor yang berpengaruh dan sebagainya sedetile mungkin. Selain itu, potensi – potensi yang dimiliki oleh peserta didik dapat digali melalui pembinaan oleh guru pembimbing, bakat – bakat yang mungkin ada dapat dikembangkan melalui pembinaan guru pembimbing, konsultasi mengenai keputusan apa yang akan diambil dalam tahap selanjutnya atau dalam memasuki dunia setelah lulus dari SMA. Sehingga siswa dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, tepat dalam mengambil keputusan untuk melangkah ke tahap selanjutnya.
Masalah utama yang terjadi antara bimbingan konseling dengan peserta didik adalah hanya miskonsepsi. Apabila siswa sudah mengetahui konsep BK, maka pelayanan bimbingan dan konseling akan berjalan lancar secara optimal, efektif dan efisien. SMA Negeri 4 Tegal hanya perlu merevisi kurikulum yang sudah ditetapkan agar dilakukan penambahan alokasi waktu untuk pelayanan BK dengan sistem tatap muka satu kali dalam seminggu. Hal ini bertujuan untuk memberi pengertian tentang konsep BK supaya tidak terjadi kesalahpahaman konsep, memberi penyuluhan tentang perkembangan remaja, sebab – sebab dan akibat – akibat yang akan ditimbulkan,  faktor – faktor yang mempengaruhi, solusi yang diberikan agar siswa dapat mengambil keputusan dengan tepat. Sehingga peserta didik dapat tumbuh dan berkembang optimal tanpa hambatan dan melewati tahap selanjutnya dengan hasil yang baik sesuai apa yang diharapkan oleh sekolah dan orangtua.







BAB III
KAJIAN PUSTAKA BIMBINGAN DAN KONSELNG
A.    Pengertian Bimbingan
Bimbingan dan Konseling merupakan terjemahan dari istilah “Guidance and Conseling” dalam bahasa inggris. Sesuai dengan istilahnya, maka bimbingan dapat diartikan secara umum sebagai suatu bantuan. Namun untuk pengertian yang sebenarnya, tidak setiap bantuan adalah bimbingan.
Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang, baik pria maupun wanita, yang telah terlatih dengan baik dan memiliki kepribadian dan pendidikan yang memadai kepada seorang, dari semua usia untuk membantunya mengatur kegiatan, keputusan sendiri, dan menanggung bebannya sendiri (Crow & Crow, dalam Erman Amti 1992:2). Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu – individu dalam menentukan pilihan – pilihan dan mengadakan berbagai penyesuaian dengan bijaksana dengan lingkungan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan setiap individu sesuai dengan kemampuannya (Jones, dalam Djumhur dan M. Surya, 1975:10). Bimbingan diartikan sebagai bagian dari keseluruhan pendidikan yang membantu menyediakan kesempatan – kesempatan pribadi dan layanan staf ahli dengan cara mana, setiap individu dapat mengembangkan kemampuan – keampuan dan kesanggupannya sepenuh – penuhnya sesuai dengan ide – ide demokrasi (Mortensen & Scmuller, dalam Prayitno dan E. Amti, 1994:94). Unsur pokok berbagai pendapat pengertian diatas:
1.         Bimbingan merupakan suatu proses yang berkelanjutan
2.         Bimbingan merupakan proses membantu individu
3.         Bantuan dalam bimbingan diberikan kepada individu, baik perorangan maupun kelompok
4.         Bantuan diberikan kepada semua orag tanpa terkecuali
5.         Bantuan yang diberikan bertujuan agar individu dapat mengembangkan dirinya secara optimal menjadi pribadi yang mandiri
6.         Untuk mencapai tujuan bimbingan tersebut diatas digunakan pendekatan pribadi dengan menggunakan berbagai teknik dan media bimbingan.
7.         Bimbingan diberikan oleh orang – orang yang ahli yaitu orang – orang yang memiiki keahlian dan pengalaman khusus dalam bidang bimbingan.
8.         Bimbingan hendaknya dilaksanakan sesuai dengan norma – norma yang berlaku.
Rumusan singkat yang dimaksud dengan Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada seseorang atau beberapa individu, baik anak – anak, remaja, maupun dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma – norma yang berlaku.
B.      Pengertian Konseling
Secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa latin, yaitu “Consilium” yang berarti “dengan” atau “bersama”yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”.
Menurut Bernard & Fullmer (dalam Prayitno dan E. Amti, 1994:101) konseling meliputi pemahaman dan hubungan individu untu mengungkapkan kebutuhan – kebutuhan, motivasi, dan potensi – potensi yang unik dari individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk mengapresiasi ketiga hal tersebut.
Saertzer & Stone dalam Smit yang dikutip Prayitno (1994:100), mengemukakan bahwa konseling merupakan suatu proses diman konselor membantu konseli dalam membuat interpretasi – interpretasi tentang fakta – fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana, penyesuaian – penyesuaian yang perlu dibuatnya.
Menurut Division of Conseling Psychology (Prayitno, 1994:1001) Konseling diartikan sebagai suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan – hambatan perkembangan dirinya, dan untuk mencapaiperkembangan optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya, dimana proses tersebut terjadi setiap waktu.
Hal – hal pokok pengertian konseling sebagai berikut:
1.      Konseling melibatkan dua orang yang saling berinteraksi dengan jalan mengadakan komunikasi langsung, mengemukakan dan memperhatikan dengan seksama isi pembicaraan, gerakan – gerakan isyarat, pandangan mata, dan gerakan – gerakan lain yang dimaksud meningkatkan pemahaman kedua belah pihak yang terlibat dalam interaksi itu.
2.      Interaksi antara klien dan konseor berlangsung dalm waktu yang relatif lama dan terarah pada pencapaian tujuan, berlainan dengan pembicaraan biasa.
3.      Tujuan dari hubungan konseling adalah terjadinya perubahan pada diri klien.
4.      Model interaksi dalam konseling itu terbatas pada dimensi verbal, yaitu konselor dan klien saling berbicara.
5.      Konseling merupakan proses yang dinamis, artinya individu klien dibantu untuk dapat mengembangkan dirinya, mengebangkan kemampuan – kemampuannya dalam mengatasi masalah – masalah yang dihadapi klien.
6.      Konseling didasari atas penerimaan – penerimaan konselor secara wajar tentang diri klien, yaitu atas dasar penghargaan terhadap harkat dan martabat klien.
Rumusan singkat bahwa yang dimaksud konseling adalah suatu proses memberi bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah (klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.
C.     Tujuan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Sejalan dengan perkembangan bimbingan dan konseling maka tujuan bimbingan dan konseling pun mengalami perubahan dari yang sederhana sampai yang lebih komprehensif.Perkembangan yang mengacu pada perubahan positif pada diri individu merupakan tujuan dari semua upaya bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling bertujuan agar klien dapat :
o   Mengikuti kemauan atau saran-saran konselor
o   Mengadakan perubahan tingkah laku secara positif
o   Melakukan pemecahan masalah
o   Melakukan pengambilan keputusan, pengembangan kesadaran dan pengembangan pribadi
o   Mengembangkan penerimaan diri
o   Memberikan pengukuhan
Dengan memperhatikan butir-butir tujuan bimbingan dan konseling sebagaimana tercantum dalam kutipan-kutipan tersebut, menurut H. Prayitno dan erman Amti bahwa tujuan bimbingan dan konseling adalah :
“Untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya) berbagai latar belakang yang ada (seperti keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi) serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya”.
Dalam kaitan ini bimbingan dan konseling membantu individu untuk menjadi insan berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan, interpretasi, pilihan, penyesuaian dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungannya.
Adapun tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran tujuan umum tersebut yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami oleh individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahannya itu.Masalah-masalah individu bermacam ragam jenis, intensitas dan sangkkutpautnya serta masing-masing bersifat unik.Oleh karena itu tujuan khusus bimbingan dan konseling untuk masing-masing individu bersifat unik pula.Tujuan bimbingan dan konseling seorang individu berbeda dari (dan tidak boleh disamakan dengan) tujuan bimbingan dan konseling untuk individu lainnya.

D.    Fungsi Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Bimbingan dan konseling menempati bidang pelayanan siswa dalam keseluruhan, proses dan kegiatan pendidikan.Pemberian Layanan bimbingan dan konseling kepada siswa agar masing-masing siswa dapat berkembang menjadi pribasdi yang mandiri secara optimal.
Berikut ini dijekaslan maisng-masing fungsi layanan tersebut:
a.       Fungsi Pencegahan
Bimbingan dan konseling dapat berfungsi sebagai pencegahan, artinya merupakan usaha pencegahan terhadap timbulnya masalah.Dalam hal ini layanan yang diberikan berupa bantuan yang bagi para siswa agar terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat perkembangannya. Hal tersebut dapat ditempuh melalui program bimbingan yang sistematis sehingga hal-hal yang dapat menghambat seperti; kesulitan belajar, kekurangan informasi, masalah sosial, pemilihan karir dan lain sebagainya dapat dihindari oleh siswa.
b.      Fungsi Penyesuaian
Fungsi penyesuaian dalam layanan bimbingan dan konseling berfungsi membantu terciptanya penyesuaian antara siswa dan lingkungannya. Dengan demikian, adanya kesesuaian antara pribadi siswa dan sekolah sebagai penyesuaian lingkungan.
c.       Fungsi Perbaikan
Meskipun fungsi pencegahan dan penyesuaian telah dilaksanakan, namun siswa yang bersangkutan masih mungkin mengalami masalah-masalah tertentu .Disinilah fungsi perbaikan dari layanan bimbingan dan konseling diperlukan.Bantuan yang diberikan tergantung pada masalah yang dihadapi, baik dalam jenisnya, sifatnya, maupun bentuknya. Pendekaan yang dilakukan dapat berbentuk layanan individual ataupun kelompok.
d.      Fungsi pengembangan
Bimbingan dan konseling dapat berfungsi pengembangan artinya, layanan yang diberikan dapat membantu para siswa dalam mengemangkan keseluruhan pribadinya secara lebih terarah dan mantap.Dalam fungsi ini hal-hal yang sudah dipandang bersifat positif dijaga agar tetap baik dan dimantapkan.Dengan demikian dapat diharapkan siswa dapat berkembang secara optimal.
E.     Sasaran Bimbingan dan konseling
Pada dasarnya sasaran layanan bimbingan dan konseling di sekolah ialah pribadi siswa secara perseorangan . Ini tidaklah berarti bahwa pelayanan bimbingan dan konseling bersifat individualistis yang mengutamakan kepentingan individu diatas segala-galanya, akan tetapi bimbingan dan konseling memiliki sasaran mengembangkan apa yang terdapat dalam diri tiap-tiap individu secara optimal agar masing – masing individu dapat sebesar-besarnya berguna bagi dirinya sendiri, lingkungannya, dan masyarakat umum.
Lebih khusus lagi, sasaran pembinaan pribadi siswa melalui layanan bimbingan dan konseling meliputi tahap-tahap pengembangan kemampuan-kemampuan:


a.       Pengungkapan, pengenalan dan penerimaan diri
Sering kali kemampuan pengungkapan diri tidak serta merta timbul pada diri seseorang, melainkan memerlukan bantuan orang lain, seseorang harus tahu batas-batas kemampuannya sendiri, bakat dan minat dan lain sebagainya.Hasil pengungkapan diri yang objektif merupakan dasar yang sehat untuk mengenal diri sendiri dan menerima kemampuan yang dimilikinya sendiri pula.
b.      Pengenalan lingkungan
Manusia secara kodrati tidaklah mampu menjalankan hidup dengan sendirian melainkan membutuhkan interaksi dengan orang lain, dalam hal ini adalah lingkungan. Individu yang berada dalam lingkup lingkungan menerima keadaan lingkungan dengan apa adanya, tapi bukan juga harus menerima dan tunduk saja, melainkan mampu bersifat positif terhadap lingkungan itu
c.       Pengambilan Keputusan
Setelah adanya pemahaman diri baik kemampuan yang dimiliki maupun tetang kelemahan yang ada dalam diri individu yang terpenting dalam menentukan keberhasilan layanan bimbingan dan konseling adalah kemampuan individu dalam mengambil keputusan
d.      Perwujudan Diri
Tujuan akhir dari bimbingan adalah perwujudan diri sendiri sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki individu yang dilakukan tanpa adanya paksaan dari pihak laindan sejalan dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku didalam masyarakat.

F.      Jenis-jenis bimbingan di Sekolah
Ada 7 (tujuh) jenis layanan yang dapat dilakukan oleh setiap guru pembimbing untuk setiap satuan pendidikan atau sekolah. Jenis layanan yang mana yang akan digunakan oleh guru pembimbing dalam bidang-bidang (pribadi, sosial, belajar dan karir) tergantung kepada :
a.       Keperluan atau kebutuhan di sekolah
b.      Program layanan yang sudah disusun di sekolah
Setiap jenis layanan yang disebutkan memerlukan waktu 2 jam untuk satu kali kegiatan layanan bimbingan. Jenis layanan tersebut antara lain:
1.      Layanan Orientasi yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan siswa dan pihak lain yang dapat memberikan pengaruh besar terhadap siswa (terutama orang tua siswa) memahami lingkungan sekolah yang baru dimasukinya.
2.      Layanan Informasi yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan siswa dan pihak lain yang dapat memberikan pengaruh besar kepada siswa (orang tua) menerima dan memahami informasi pendidikan
3.      Layanan penempatan dan penyuluhan yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan siswa memperoleh penempatan dan penyaluran secara tepat, misalnya; penempatan dan penyaluran di dalam kelas; kelompok belajar; jurusan atau program khusus
4.      Layanan bimbingan dan pembelajaran yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan siswa mengembangkan siswa berkenaan dengan sikap kebiasaan belajar yang baik dan cocok
5.      Layanan konseling perorangan yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan siswa dapat mendapatkan layanan langsung tatap muka dengan pembimbing dalam rangka pembahasan dan pemecahan masalah
6.      Layanan bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah siswa secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan informasi
7.      Layanan konseling kelompok yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk membahas dan pemecahan maslaah melalui dinamika kelompok yang berbeda.

G.    Prinsip dan Asas Konseling
a.         Prinsip-prinsip konseling berkenaan dengan sasaran layanan, permasalahan, yang dialami peserta didik, program pelayanan, serta tujuan dan pelaksanaan pelayanan.
b.         Asas-asas konseling meliputi asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kekinian, kedinamisan, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih tangan, dan tut wuri handayani.
1)      Asas Kerahasiaan
Segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disebarluaskan pada pihak-pihak lain. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan oleh konselor, maka konselor dapat kepercayaan dari semua pihak dan mereka akan memanfaatkan jaa bimbingan dan konseling, sebaliknya, jika konselor tidak dapat memegang asas kerahasiaan ini maka hilanglah kepercayaan klien terhadap konselor, klien takut kepada konselor dan yang lebih fatal lagi klien akan menyebarluaskan pengalaman yang tidak menyenagkan ini kepada klien lain.
2)      Asas Kesukarelaan
Kesukarelaan itu ada pada konselor maupun pada klien artinya klien secara suka rela tanpa ada perasaan terpakaksa, mau menyampaikan masalah yang dihadapinya dengan mengungkapkan secara terbuka hal-hal yang dialaminya.
3)      Asas Keterbukaan
Dalam proses konseling, diharapkan para klien dapat berbicara jujur dan terbuka tentang keadaan dirinya. keterbukaan dan kejujuran dari pihak klien ini akan terwujud, bilamana klien tidak mempersoalkan asas kerahasiaan yang telah dilakukan oleh konselor.


4)      Asas Kekinian
Masalah klien yang ditangani melalui kegiatan bimbingan dan konseling adalah masalah-masalah yang saat ini sedang dirasakan, bukan masalah yang pernah dialami pada masa lampau, dan kemungkinan masalah yang akan dialami pada masa yang akan datang.
5)      Asas Kemandirian
Pencapaian tujuan dari pelayanan bimbingan dan konseling yang tercapai bilamana menjadikan klien dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor.
6)      Asas Kegiatan
Hasil usaha bimbingan tidak tercipta dengan sendirinya tetapi harus diraih oleh klien yang bersangkutan. Para konselor hendaknya menimbulkan suaana agar klien yang dibimbing mampu menyelenggarakan kegiatan yang dimaksut dalam penyelesaian masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam konseling.
7)      Asas Kedinamisan
Upaya layanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri klien yang dibimbing yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Perubahan tidaklah sekedar mengulang-ulang hal yang lama yang bersifat monoton, melainkan perubahan yang selalu menuju ke suatu pembaruan, sesuatu yang lebih maju, dinamis sesuai arah perkembangan klien yang dikehendaki.
8)      Asas Keterpaduan
Layanan bimbingan dan konseling berupaya memadukan berbagai aspek dari klien yang dibimbing, sebagaimanan diketahui klien yang dibimbing itu memiliki berbagai segi kalau keadaannya tidak saling serasi dan terpadu akan justru menimbulkan masalah.


9)      Asas Kenormatifan
Asas ini diterapkan terhadap isi dan proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang meliputi seluruh isi layanan, prosedur, teknik, dan perlatan yang dipakai.
10)  Asas Keahlian
Asas keahlian ini akan menjamin keberhasilan usaha bimbingan dan konseling, dan selanjutnya keberhasilan usaha bimbingan dan konseling akan meningkatkan kepercayaan masyarakat pada bimbingan dan konseling.
11)  Asas Alih Tangan
Asas ini mengisyaratkan bahwa bila konselor sudah mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki untuk membantu klien belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan karena masalah yang dialami klien berada di luar kemampuan dan kewenangannya, maka konselor dapat mengalihtangankan klien tersebut kepada petugas atau badan lain yang lebih ahli untuk menangani masalah klien atas persetujuan klien yang akan dialihtangankan.
12)  Asas Tut Wuri Handayani
Asas ini menuntut agar layanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan keberadaanya pada waktu klien mengalami masalah dan menghadap konselor saja, namun diluar hubungan kerja pelaksanaan bimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan keberadaannya dan manfaatnya.





H.    Pola-pola bimbingan dalam pelayanan BK menurut hasil analisis Edward C. Glanz, dalam sejarah perkembangan pelayanan bimbingan di institusi pendidikan muncul empat pola dasar yan diberi nama:
1)      Pola Generalis, bahwa corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar siswa, dan seluruh staf pendidik dapat menyumbang pada perkembangan kepribadian masing-masing siswa. Ujung pelayanan bimbingan dilihat sebagai program yang kontinyu dan bersambungan yang ditujukan kepada semua siswa. Pada akhirnya bimbingan hanya di anggap perlu pada saat-saat tertentu saja.
2)      Pola Spesialis, bahwa pelayanan bimbingan di institusi pendidikan harus ditangan oleh ahli-ahli bimbingan yang masing-masing berkemampuan khusus dalam cara pelayanan bimbingan tertentu seperti testing psikologis, bimbingan karier, dan bimbingan konseling.
3)      Pola Kurikuler, bahwa kegiatan bimbingan di institusi pendidikan diusulkan dimasukan dalam kurikulum pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus bimbingan. Segi positif dari pola dasar ini ialah hubungan langsung terlibat dalam seluk beluk pengajaran, segi negatif terletak dalam kenyataan bahwa kemajuan dalam pemahaman diri pekembangan kepribadian tidak dapat di ukur melalui suatu tes halisl belajar seperti terjadi di bidang-bidang studi akademik.
4)      Pola Relasi-relasi manusia dan Kesehatan Mental, bahwa orang akan lebih hidup bahagaia bila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan membina hubungan baik dengan orag lain. Segi positif pola dasar ini ialah peningkatan kerjasama antara anggota-anggota staf pendidikan di institusi pendidikana dan integrasi sosial di antara peserta didik dengan staf pendidikan.


I.       Pendekatan atau strategi dasar dalam pelayanan BK di sekolah, Robert H. Mathewson membedakannnya menjadi tujuh yang masing-masing pendekatan merupakan kontinum yang bipolar. Ketujuh strategi dasar tersebut adalah sebagai berikut:
1)      Edukati versus Direktif, yaitu satu sisi pelayanan bimbingan dipandang sebagai pengalaman belajar bagi siswa yang membantu mereka untuk menentukan sendiri pilihan-pilhannya. Di sisi yang lain pelayanan bimbingan ditafsirkan sebagai penentuan diagnosis oleh seorang ahli disertai rekomendasi-rekomendasi kepada siswa dan para guru serta orang tua.
2)      Kumulatif versus Pelayanan, yaitu satu sisi pelayanan bimbingan dilihat sebagai proram yang kontinyu dan bersambung-sambung. Di sisi yang lain hanya dianggap perlu pada saat tertentu.  
3)      Evaluasi Diri versus Oleh Orang Lain, yaitu satu sisi atau pelayanan bimbingan dirancang untuk membantu siswa menemukan diri dan evaluasi diri atas prakarsa sendiri. Di sisi yang lain banyak memberikan tanggapan, pendapat, pandangan, dan saran karena sisiwa dianggap membutuhkan hal itu.
4)      Kebutuhan Individu Versus Kebutuhan Lingkungan, yaitu di sisi satu pelayan bimbingan menekankan supaya kebutuhan-kebutuhan masing-masing siswa dipenuhi. Di ujung yang lain difokuskan pada kebutuhan lingkungan masyakat atau lingkungan sekolah sendiri.
5)      Penilaian Subyektif versus Penilaian Obyektif, yaitu di sisi satu sisi satu pelayanan bimbingan di arahkan ke penghayatan dan penafsiran siswa sendiri terhadap dirinya sendiri serta lingkungan hidupnya, di sisi yang lain menitik beratkan pengumpulan data siswa dari sumber di luar sisiwa sendiri.
6)      Komprehensif versus Berfokus pada satu aspek atau satu bidang saja, Yaitu di satu sisi satu sisi pelayanan bimbingan di programkan sedemikian rupa sehingga semua tantangan dan permasalahan di berbagai bidang kehidupan sisiwa tercakup di dalamnya. Di sisi yang lain di pusatkan pada aspek-aspek perkembangan atau bidang permasalahan tertentu.
7)      Koordinatif versus Spesialistik, yaitu di satu sisi di tangani oleh sejumlah tenaga melakukan kerja sama secara koordinatif dalam memberikan bantuan dan berkedudukan sama dan harus bekerjasama erat dalam mendeskripsi ciri-ciri suatu program bimbingan yang dilaksanakan pada institusi pendidikan, di sisi yang lain ditangani secra spesifik berdasrkan keahlian.

J.       Hurlock menuliskan berbagai perubahan sikap dan perilaku sebagai akibat dari perubahan yang terjadi pada masa puber. Sikap dan perilaku yang dimaksudkan adalah:
1)      Ingin menyendiri,kalau perubahan pada masa puber sudah mulai terjadi, anak-anak biasanya mulai menarik diri dari teman-teman dan dari kegiatan keluarga, sering bertengkar dengan teman bermain. Anak puber lebih sering melamun, mulai bereksperimen seks melalui masturbasi.
2)      Bosan, dengan datangnya masa puber, anak mulai bosan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan kegiatan atau hobi yang dilakukan pada masa sebelumnya. Pada masa puber ini biasanya terjadi penurunan prestasi belajar.
3)      Inkoordinasi, yakni anak mengalami ketidak seimbangan gerakan.
4)      Antagonisme Sosial, anak puber sering tidak mau bekerjasama, sering membantah dan menentang. Permusuhan terbuka antara dua seks yang berlainan pada umumnya di ungkapkan melalui kritik dan komentar-komentar yang cenderung merendahkan.
5)      Emosi yang meninggi, yakni mengenai kemurungan, merajuk, ledakan marah yang berlebihan, hanya dikarenakan hal-hal sepele. Pada masa ini anak merasa khawatir, gelisah, sedih, cepat tersinggung, dan cepat marah.
6)      Hilangnya kepercayaan diri, sebagai akibat terjadinya perubahan fisik pada diri anak pada masa puber ini mengakibatkan anak merasa rendah diri, lebih-lebih bagi anak yang sering mendapatkritik bertubi-tubi tentana dirinya.

















BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A.    Miskonsepsi Bimbingan dan Konseling di SMA N 4 Tegal
Prayitno menjelaskan ada beberapa kesalahpahaman dalam bidang bimbingan dan konseling yang sampai saat ini terjadi dalam pelaksanaan konseling tersebut yakni sebagai berikut;
  1. Bimbingan dan konseling disamakan saja atau dipisahkan sama sekali dengan pendidikan, BK dianggap sama dengan Pengajaran sehingga tidak perlu pelayanan khusus BK, hal ini tidak benar karena BK menunjang proses pendidikan peserta didik dan para pelaksananya (Konselor) juga mempelajari Ilmu Pendidikan pada umumnya sebagai salah satu trilogi profesi konseling.
  2. Konselor sekolah/guru pembimbing dianggap sebagai polisi sekolah, hal ini terjadi karena konselor/guru pembimbing diserahi tugas mengusut perkelahian, pencurian, mencari bukti-bukti siswa yang berkasus, jika anak bermasalah, anak akan masuk ke ruang BK untuk di minta pertanggung jawabannya, ini adalah pelaksanaan yang salah, guru pembimbing bukanlah polisi sekolah, yang kerjanya hanya memarahi anak-anak bermasalah. Angapan ini harus diluruskan, konselor sekolah/guru pembimbing adalah kawan penggiring penunjuk jalan siswa, memotivasi siswa disekolah.
  3. Bimbingan dan konseling semata-mata hanya sebagai proses pemberian nasehat. Pemberian nasehat memang merupakan bagian dari pelayanan BK, akan tetapi nasehat bukanlah satu-satunya layanan BK.
  4. Bimbingan dan konseling harus aktif dan pihak lain pasif, konselor hendaknya aktif sebgai pusat penggerak BK namun keterlibatan klien sendiri dan semua pihak adalah kesuksesan dari usaha pelayanan BK.
  5. Menganggap bahwa pelayanan BK bisa dilakukan oleh siapa saja. Ini adalah konsep yang salah dan sering terjadi dilapangan, banyak guru BK bukan dari ahlinya, ataupun bukan dari tamatan BK itu sendiri, banyak yang menganggap bahwa pekerjaan BK ini sangat mudah dan bisa dilakukan oleh siapa saja, dan banyak lagi kesalahpahaman BK yang terjadi dilapangan hingga saat ini.
Pelaksanaan bimbingan dan konseling di SMA Negeri 4 Tegal ternyata masih cukup banyak terdapat kesalahpahaman tentang konsep BK. Banyak siswa dan sebagian guru yang menganggap bahwa bimbingan dan konseling merupakan satu kesatuan arti yang tidak dapat dipisahkan, mereka menganggap bahwa bimbingan dan konseling sama saja. Padahal dalam Crow dan Crow (dalam Erman Amti, 1992:2) Bimbingan diartikan sebagai bantuan yang diberikan oleh seseorang , baik pria maupun wanita, yang telah terlatih dengan baik dan memiliki kepribadian dan pendidikan yang memadai kepada seseorang, dari semua usia untuk membantunya mengatur kegiatan, keputusan sendiri, dan menanggung bebannya sendiri. Sedangkan Bernard dan Fullmer, (dalam Prayitno dan Erman Amti, 1994:101) mengartikan Konseling sebagai layanan yang meliputi pemahaman dan hubungan individu untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi, dan potensi-potensi yang unik dari individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk mengekspresikan ketiga hal tersebut.
Dari kedua pengertian diatas maka sudah dapat diketahui bahwa bimbingan dan konseling jelas berbeda, baik dasar-dasarnya maupun cara kerjanya, yakni bimbingan dianggap sama dengan pndidikan, sedangkan konseling dianggap sama dengan psikoterapi, yaitu usaha untuk menolong individu yang mengalami masalah serius. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Prayitno (1978) dengan berpandangan pada perbedaan kedua istilah tersebut dan menyadari bahwa kedua istilah tersebut tidak terpisah satu sama lain, maka ia menyatakan bahwa bimbingan adalah suatu layanan khusus yang terorganisasikan dan terintegrasikan ke dalam program sekolah untuk menunjang perkembangan siswa secara optimal. Sedangkan konseling menyangkut usaha pemberian bantuan kepada murid secara perorangan dalam mempelajari cara-cara baru guna penyesuaian diri.
Berdasarkan uraian di atas, bimbingan dan konseling memiliki persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan. Persamaan istilah bimbingan dan koseling pada dasarnya memiliki persamaan-persamaan tertentu. Persamaan yang lebih jelas antara keduanya terletak pada tujuan yang hendak dicapai, yaitu sama-sama berusaha untuk memandirikan individu, yakni menjadikan individu tidak selalu bergantung pada konseling maupun orang lain dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya hingga menjadi individu yang dapat mengembangkan potensi-potensi yang unggul pada dirinya sendiri agar dapat berguna bagi dirinya sendiri bahkan orang lain. Kemudian sama-sama diterapkan dalam program persekolahan, yakni sebagai suatu kegiatan dalam membimbing siswa dan mengentaskan masalah-masalah yang dialami anak didik dalam sekolah tersebut. Selain itu bimbingan dan konseling juga sama-sama mengikuti norma-norma yang berlaku di lingkungan masyarakat tempat kedua kegiatan itu diselengggarakan. Dengan kata lain, bimbingan itu merupakan suatu kesatuan dengan konseling yang mana konseling berada dalam kesatuan bimbingan tersebut.
Istialah bimbingan dan konseling juga memiliki perbedaan antara yang satu dengan yang lain, walaupun kedua istilah itu merupakan kegiatan yang terpadu dalam program pendidikan. Perbedaannya terletak pada segi isi kegiatan dan tenaga yang menyelenggarakannya. Dari segi isi, bimbingn lebih banyak bersangkut paut dengan usaha pemberian informasi dan kegiatan pengumpulan data tentang siswa dan lebih menekankan pada fungsi pencegahan. Sedangkan konseling merupakan bantuan yang dilakukan dalam pertemuan tatap muka antara dua orang manusia yaitu antara konselor dan klien. Dilihat dari segi tenaga, bimbingan dapat dilakukan oleh orang tua, guru, wali kelas, kepala sekolah, dan orang dewasa lainnya kepada individu (siswa) yang memerlukannya. Karena sifat kegiatannya yang khas, konseling hanya dapat dilakukan oleh tenaga-tenaga yang telah terdidik dan terlatih.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa konseling itu merupakan bentuk khusus dari bimbingan, yaitu suatu layanan yang diberikan oleh konselor kepada klien secara individu. Hal inilah yang seharusnya dipahami seluruh masyakarat SMA Negeri 4 Tegal, kesalahpahaman mereka tentang konsep Bimbingan dan Konseling tidak menutup kemungkinan menghambat pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling dalam sekolah itu sendiri, seperti miss konsepsi yang terjadi pada siswa yang menganggap Bimbingan dan Konseling sebagai polisi sekolah, anggapan bahwa konselor sekolah yang bersikap aktif sedangkan lainnya pasif, anggapan bahwa siapa saja dapat melakukan konseling, dan lain sebagainya. Jika miss konsepsi ini dapat dibenahkan, sudah dapat dipastikan penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 4 Tegal akan berjalan lancar, dapat memberikan kemandirian pada individu (siswa), mengentaskan masalah-masalah siswa dengan menutup segala kemungkinan terjadinya masalah serupa di depan, hingga akhirnya dapat mewujudkan visi dari SMA Negeri 4 Tegal itu sendiri.

B.     Tujuan Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 4 Tegal
Tujuan bimbingan dan konseling adalah agar peserta didik dapat Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya dimasa yang akan datang, mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin, Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya, Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja (Juntika, 2002). Memiliki kemampuan menginternalisasi nilai- nilai yang terkandung dalam tugas-tugas perkembangan yang harus dikuasainya.
SMA Negeri 4 Tegal secara jelas mencantumkan tujuan BK dalam misi sekolah, yakni Melaksanakan bimbingan, konseling, dan pelatihan yang memadai guna mendukung kegiatan pengembangan diri siswa. Dengan demikian sudah jelas bahwa SMA Negeri 4 Tegal dalam menjalankan roda pendidikannya dengan membawa misi Bimbingan dan Konseling di dalamnya. Dalam pelayanannya, Konseling meliputi pemahaman dan hubungan individu untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi, dan potensi-potensi yang unik dari individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk mengekspresikan ketiga hal tersebut.
Dalam proses pendidikan di sekolah, siswa sebagai subjek didik merupakan pribadi-pribadi yang unik dengan segala karakteristiknya. Siswa sebagai individu yang dinamis dan berada dalam proses perkembangan, memiliki kebutuhan-kebutuhan dan dinamika dalam interaksinya dengan lingkungan, untuk memenuhi kebutuhannya siswa seringkali tidak paham dengan apa yang sesungguhnya kebutuhan yang bersifat primer atau tersier, mereka cenderung mengikuti nafsu atau sekadar keinginan yang sifatnya sementara dan lebih mengutamakan gengsi.
Melihat hal ini, Bimbingan dan Konseling di sekolah sudah seharusnya memberikan bimbingan kepada anak didik yang bersikap demikian, konselor sekolah atau pun guru-guru pembimbing harus memahami individu yang unik tersebut dengan tingkat kebutuhannya masing-masing, karena setiap individu memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda-beda. Kemudian kebutuhan dalam hal ini bukan sekadar kebutuhan yang bersifat material saja, siswa atau anak didik juga memerlukan kebutuhan yang sifatnya batiniah, seperti dorongan atau motivasi dalam menjalani keseharian untuk menggapai cita-citanya. Kemudian bagaimana individu dapat menggapai cita-citanya, yaitu tugas konselor sekolah untuk turut membantu menggali potensi-potensi yang dimiliki individu tesebut, jika individu sudah dapat berkembang dengan potensinya maka tugas konselor selanjutnya adalah melatih kemandirian anak didiknya tersebut agar tidak bergantung dengan konselornya.
Seperti yang diketahui bersama bahwa Bimbingan dan Konseling secara umum bertujuan membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, dan status sosial ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Dalam kaitan ini, maka bimbingan dan konseling membantu individu menjadi insan yang berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan, interpretasi, pilihan, penyesuaian, dan ketrampilan yang tepat berkenaan dengan dirinya dan lingkungannya. Dengan tercapainya tujuan umum tersebut, maka individu yang mendapat bantuan tersebut akan menjadi insan yang mandiri yan memiliki kemampuan untuk memahami diri sendiri dan lingkungannya secara tepat dan objektif, menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis, mampu mengambil keputusan secara tepat dan bijaksana, mengarahkan diri sendiri sesuai dengan keputusan yang di ambilnya itu, serta akhirnya mampu mewujudkan diri sendiri secara optimal. Seseorang dalam pencapaian tujuan tersebut pasti hidup dalam dimensi-dimensi yang tak terpisahkan dari dirinya, Kemudian Dalam pencapaian tujuan umum bimbingan dan konseling dalam rangka pengembangan perwujudan ke empat dimensi kemanusiaan individu. Dimensi disini dimaksudkan sebagai sesuatu yang secara hakiki ada pada manusia di satu segi dan di segi lain sebagai sesuatu yang dikembangkan. Dalam kaitan itu masing-masing gejala mendasar tersebut dapat dirumuskan sebagai dimensi keindividualan (individualitas), dimensi kesosialan (sosialitas), dimensi kesusilaan (mortalitas), dan dimensi keberagamaan (reliugilitas).
Pengembangan dimensi keindividualan memungkinkan seseorang memperkembangkan segenap potensi yang ada pada dirinya secara optimal mengarah kepada aspek-aspek kehidupan yang positif. Bakat, minat, kemampuan dan berbagai kemungkinan yang termuat di dalam aspek-aspek mental, fisik, dan biologis berkembang dalam rangka dimensi keindividualan itu. Perkembangan dimensi ini membawa seseorang menjadi individu yang mampu tegak berdiri dengan kepribadiannya sendiri, dengan aku yang teguh, positif, produktif, dan dinamis.
Perkembangan dimensi  kesosialan memungkinkan seseorang mampu berinteraksi, berkomunikasi, bergaul, bekerjasama dan hidup bersama orang lain. Kaitan antara dimensi keindividualan dengan dimensi kesosialan memperlihatkan bahwa manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Dimensi individual dan sosial saling berinteraksi dan keduanya saling bertumbuh, saling mengisi dan saling menemukan makna yang sesungguhnya.
Dimensi kesusilaan memberikan warna  moral terhadap perkembangan dimensi pertama dan kedua. Norma, etika, dan berbagai ketentuan yang berlaku mengatur bagaimana kebersamaan antara individu seharusnya dilaksanakan. Hidup bersama orang lain, baik dalam rangka memperkembangkan dimensi keindividualan maupun dimensi kesosialan, tidak dapat dilakukan seadanya saja, tetapi perlu dilakukan secara terarah. Hidup bersama orang lain perlu dilakukan sedemikian rupa, sehingga semua orang yang berada di dalamnya memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya demi kehidupan bersama itu. Dimensi kesusilaan dapat menjadi pemersatu sehingga keindividualan dan kesosialan  dapat bertemu dalam satu kesatuan yang penuh makna. Dapat dibayangkan tanpa dimensi kesusilaan, maka perkembangan dimensi keindividualan dan dimensi kesosialan akan tidak serasi, bahkan yang satu cenderung menyalahkan yang lain.
Perkembangan ketiga dimensi di atas memungkinkan manusia menjalani kehidupan. Dengan ketiga dimensi itu mereka dapat hidup dengan sangat layak dan dapat mengembangkan ilmu, teknologi, dan seni sehebat-hebatnya. Kehidupan manusia yang selengkapnya, yaitu yang menjangkau baik kehidupan duniawi maupun kehidupan akhirat, akan tercapai apabila ketiga dimensi yang dibahas terlebih dahulu itu dilengkapi dengan dimensi keempat, yaitu dimensi keberagamaan. Dalam dimensi keberagamaan ini, manusia senantiasa menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Manusia tidak terpukau dan terpaku pada kehidupan di dunia saja, malainkan mengaitkan secara serasi, selaras, dan seimbang kehidupan dunianya itu dengan kehidupan akhiratnya.
Dari keempat dimensi yang terdapat pada tujuan umum diselenggarakannya Bimbingan dan Konseling tersebut, SMA Negeri 4 Tegal secara pasti menunjukan gejala-gejala ke perkembangan tujuan umum tersebut. Bukan tidak mungkin jika SMA Negeri 4 Tegal kelak akan menjadi sekolah berwawasan moral yang tinggi dengan anak didiknya yang mandiri dan mudah bersosialisasi dengan lingkungannya.

1.      Penyelenggaraan Layanan Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 4 Tegal
SMA Negeri 4 Tegal dalam menyelenggarakan bimbingan dan konseling dengan bepedoman pada asas-asas bimbingan dan konseling, sebagaimana Prayitno (1999:115) yang menjelaskan bahwa Dalam menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya mengacu pada asas-asas bimbingan dan konseling, karena pelayanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional. Adapun asas-asas yang dimaksudkan adalah asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kekinian, kemandirian, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih tangan, dan asas tut wuri handayani.

a.       Asas Kerahasiaan
Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah ada kalanya berhubungan dengan anak didik atau siswa yang mengalami masalah. Bagi siswa yang bermasalah dan ingin menyelesaikan masalahnya akan sangat membutuhkan bantuan dari orang yang dapat menyimpan kerahasiaan masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu segala sesuatu yang dibicarakan siswa pada guru BK atau konselor sekolah tidak boleh disebarluaskan pada pihak-pihak lain. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan oleh konselor sekolah SMA Negeri 4 Tegal, maka konselor tersebut dapat kepercayaan dari anak didik atau siswa yang bersangkutan dan akhirnya banyak siswa yang memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling di sekolah. Sebaliknya, jika konselor tidak dapat memegang asas kerahasiaan ini maka hilanglah kepercayaan siswa terhadap konselor sekolah, siswa yang bermasalah tersebut takut pada konselor sekolah dan yang lebih fatal bagi siswa akan menyebarluaskan pengalaman yang tidak menyenangkan ini kepada siswa lain yang hendak konsultasi ke konselor sekolah. Hal yang demikian dapat berdampak terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa asas kerahasiaan merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konseling, dan harus benar-benar dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab.
b.      Asas Kesukarelaan
Untuk mencapai keberhasilan layanan bimbingan dan konseling di sekolah, maka proses bimbingan dan konseling harus berlansung atas dasar sukarela. Kesukarelaan itu ada pada konselor sekolah maupun siswa, artinya secara suka dan rela tanpa ada perasaan terpaksa mau menyampaikan masalah yang dihadapinya dengan mengungkapkan secara terbuka hal-hal yang dialaminya. Pihak konselor sekolah juga hendaknya dapat memberikan bantuan dengan sukarela, tanpa ada keterpeksaan atau dengan penuh keikhlasan.
Adapun bagi siswa yang dikirim oleh pihak lain untuk mendapat pelayanan bimbingan, maka menjadi kewajiban konselor untuk mengembangkan sikap kesukarelaan pada diri siswa, sehingga siswa mampu menghilangkan rasa keterpaksaannya untuk datang ke BK.
c.       Asas Keterbukaan
Suasana keterbukaan antara konselor sekolah dengan siswa dalam peleksanaan bimbingan dan konseling sangat diperlukan, karena penerapan asas ini akan lebih mempermudah pencapaian tujuan bimbingan dan konseling di sekolah itu sendiri, dalam konteks ini adalah SMA Negeri 4 Tegal. Keterbukaan ini tidak hanya dari pihak siswa yang bermasalah (klien) saja, tetapi juga dari pihak konselor sekolah. Keterbukaan bukan hanya sekadar kesediaan untuk menerima saran saja, tetapi kedua belah phak diharapkan mau menerapkan asas ini, yakni pihak klien mau membuka diri dalam rangka untuk pemecahan masalahnya, dari pihak konselor ada ketersediaan untuk menjawab pertanyaan klien dan mau mengungkapkan keadaan dirinya bila dikehendaki oleh klien.
Dalam proses konseling, diharapkan para siswa yang bermasalah dapat bicara jujurdan terbuka tentang keadaan dirinya. Dengan keterbukaan ini penelaahan masalah serta pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan klien semakin mudah dipahami. Hal yang perlu diketahui bahwa terlaksananya asas ini dalam proses bimbingan dan konseling di SMA Negeri 4 Tegal tentu saja lebih diharapkan adanya. Keterbukaan dan kejujuran dari pihak klien ini akan terwujud jika siswa tidak mempersoalkan asas kkerahasiaan dan asas kesukarelaan yang telah dilakukan oleh konselor sekolah.
Oleh karena itu maka untuk siswa yang bermasalah, konselor sekolah terus-menerus membina suasna hubungan konseling sedemikian rupa, sehingga siswa tersebut yakin bahwa konselor sekolah juga bersikap terbuka dan yakin bahwa asas kerahasiaan telah terselenggara. Kemudian kesukarelaan dari siswa tentu juga merupakan munculnya keterbukaan saat berkonsultasi dengan konselor atau guru BK.
d.      Asas Kekinian
Masalah siswa yang bermasalah atau klien yang ditangani melalui kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah adalah masalah-masalah yang saat ini sedang dirasakan, bukan masalah yang pernah dialami pada masa lampau dan kemungkinan maslah yang akan dialami pada masa yang akan datang.
Untuk mendukung fungsi pencegahan, maka pertanyaan yang perlu dijawab adalah apa yang perlu dilakukan sekarang, sehingga kemungkinan yang kurang baik di masa mendatang dapat dihindari.
e.       Asas Kemandirian
Pencapaian tujuan dari pelayanan bimbingan dan konseling di SMA Negeri 4 Tegal akan tercapai bilamana menjadikan siswa dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain atau bergantung paada konselor sekolah sekali pun. Ciri-ciri pokok dari individu yang setelah dibimbing dan dapat dapat mandiri adalah sebagai berikut:
1)      mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya
2)      menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis
3)      mengambil keputusan untukdan oleh diri sendiri
4)      mengarahkan diri sesuai dengan keputusannya sendiri itu
5)      mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya.
Kemandirian yang merupakan tujuan dari usaha layanana bimbingan dan konseling di SMA Negeri 4 Tegal, hendaknya disesuaikan  dengan tingkat perkembangan dan peranan para siswa dalam kehidupannya di sekolah maupun luar sekolah. Kemandiria dari hasil konseling merupakan arah dari keseluruhan proses  konseling danhal itu disadari oleh kedua belah pihak yaitu pihak konselor sekolah dan para siswa. Dengan demikian, maka para konselor sekolah hendaknya senantiasa berusaha menghidupkan kemandirian pada diri klien, bukan justru menghidupkan ketergantungan klien pada konselor.
f.       Asas Kegiatan
Hasil usaha layanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak akan berarti bila siswa yang dibimbing tidak melakukan kegiatan dalam pencapaian tujuan bimbingan. Hasil usaha bimbingan tidak tercipta dengan sedirinya, tetapi harus diraih oleh siswa yang bersangkutan. Para konselor sekolah hendaknya menimbulkan suasana agar siswa yang dibimbing mampu menyelengggarakan kegiatan yang dimaksud dalam penyelesaian masalah yang menjadi pokok pembicaraan saat siswa dalam proses konseling.
g.      Asas Kedinamisan
Upaya layanan bimbingan dan konseling di SMA Negeri 4 Tegal menghendaki terjadinya perubahan pada diri siswa yang telah menjalani proses bimbingan dan konseling, perubahan itu yakni perubahan tingkah laku ke arah yang baik. Perubahan bukanlah sekadar mengulang-ulang hal-hal yang lama yang bersifat monoton, melainkan perubahan yang selalu menuju ke suatu pembaruan, sesuatu yang lebih maju, dinamis sesuai arah perkembangan siswa yang dikehendaki, dan mengacu pada hal-hal baru yang hendaknya terdapat pada proses konseling dan hasil-hasilnya.
h.      Asas Keterpaduan
Layanan bimbingan dan konseling di SMA Negeri 4 Tegal mengupayakan adanya perpaduan berbagai aspek dari siwa yang dibimbing, sebagaiman diketahui siswa yang dibimbing itu memiliki berbagi segi kalau keadannya saling tidak serasi dan terpadu akan justru menimbulkan masalah. Di samping keterpaduan pada diri siswa yang dibimbing , juga diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan. Jangan terjadi aspek layanan yang satu tidak serasi atau bahkan bertentangan dengan aspek layanan yang lain.
i.        Asas Kenormatifan
Sebagaimana yang dikemukakan yang terlebih dahulu, usaha layanan bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku seperti norma agama, norma adat, norma hukum/negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. Asas ini diterapkan terhadap isi dan proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, yang meliputi seluruh isi layanan, prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai.
j.        Asas Keahlian
Layanan bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya dilaksankan secara teratur, sistematik, dan dengan mempergunakan prosedur, teknik, serta alat yang memadai. Asas kerahasiaan ini akan menjamin keberhasilan upaya bimbingan dan konseling, dan selanjutnya keberhasilan upaya bimbingan dan konseling akan meningkatkan kepercayaan siswa pada bimbingan dan konseling di SMA Negeri 4 Tegal. Dengan penerapan asas keahlian ini akan menunjukan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus di didik untuk melaksanakan pekerjaan bimbingan dan konseling di sekolah, dalam hal ini adalah guru BK. Seorang guru BK sebagai konselor ahli harus menguasai  teori dan praktik konseling secara benar dan baik.
k.      Asas Alih Tangan
Asas ini mengisyaratkan bahwa bila konselor sekolah sudah mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki untuk membantu siswa yang bermasalah tetapi siswa tersebut belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan karena masalah yang dialami siswa tesebut berada diluar kemampuan dan kewenangannya, maka konselor sekolah dapat mengalihtangankan siswa tersebut kepada petugas atau badan lain yang lebih ahli untuk menangani masalah klien atas persetujuan siswa yang akan dialihtangankan.
Penagan suatu masalah akan lebih optimal hasilnya, bila ditangani oleh petugas yang memiliki keahlian dan kewenangan yang sesuai dengan masalah klien dan konseling hanya menangani klien yang pada dasarnya normal (tidak sakit jasmani atau rohani) dan bekerja dengan kasus-kasus yang terbebas dari masalah-masalah kriminal ataupun perdata.
l.        Asas Tut Wuri Handayani
Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara guru BK/konselor sekolah dengan siswa. Dalam lingkungan persekolahan asas ini makin dirasakan manfaatnya, dan bahkan perlu dilengkapi dengan, “ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun kersa”. Asa ini menuntut agar layanan  bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan keberadaannya pada waktu siswa mengalami masalah dan menghadapi konselor sekolah saja, namun di luar itu pun harus senantiasa dirasakan keberadaaanya dan kebermanfaatannya.
Dari kedua belas asas bimbingan dan konseling di atas, dalam menyelenggarakan  bimbingan dan konseling hendaknya SMA Negeri 4 Tegal memegang tiga asas utama sebagai kunci berhasilnya layanan bimbingan dan konseling itu sendiri, adapun tiga asas utama itu ialah asas kerahasiaan, asas keterbukaan, dan asas kesukarelaan.



2.      Pola – Pola  Bimbingan dalam Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Di SMA Negeri 4 Tegal
SMA Negeri 4 Tegal dalam menyelenggarakan pelayanan BK menggunakan pola yang dikembangkan oleh Edward C. Glanz dengan memperhatikan klien yang bersangkutan, hal ini dikarenakan setiap individu siswa berbeda-beda dengan segala keunikannya sehingga konselor sekolah juga harus memahami siswa dan memilih akan menggunakan pola yang mana. Menurut hasil analisis Edward C. Glanz (1964) dalam sejarah perkembangan pelayanan bimbingan di institusi pendidikan muncul empat pola dasar sebagai berikut:
a.       Pola Generalis
Corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar siswa dan seluruh staf pendidik dapat menyumbang pada perkembangan kepribadian masing-masing siswa. Ujung pelayanan bimbingan dilihat sebagai program yang kontinyu dan bersambungan yang ditujukan kepada semua siswa. Pada akhirnya bimbingan hanya di anggap perlu pada saat-saat tertentu saja.
b.      Pola Spesialis
Pelayanan bimbingan di institusi pendidikan harus ditangan oleh ahli-ahli bimbingan yang masing-masing berkemampuan khusus dalam cara pelayanan bimbingan tertentu seperti testing psikologis, bimbingan karier, dan bimbingan konseling.
c.       Pola Kurikuler
Kegiatan bimbingan di institusi pendidikan diusulkan dimasukan dalam kurikulum pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus bimbingan. Segi positif dari pola dasar ini ialah hubungan langsung terlibat dalam seluk beluk pengajaran, segi negatif terletak dalam kenyataan bahwa kemajuan dalam pemahaman diri pekembangan kepribadian tidak dapat di ukur melalui suatu tes halisl belajar seperti terjadi di bidang-bidang studi akademik.
d.      Pola Relasi – relasi Manusia dan Kesehatan Mental
Orang akan lebih hidup bahagaia bila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan membina hubungan baik dengan orag lain. Segi positif pola dasar ini ialah peningkatan kerjasama antara anggota-anggota staf pendidikan di institusi pendidikan dan integrasi sosial di antara peserta didik dengan staf pendidikan.
3.      Pendekatan Konselor Sekolah Terhadap Siswa SMA Negeri 4 Tegal
SMA Negeri 4 Tegal dalam melakukan pendekatan dengan klien menggunakan strategi dasar yang dikembangkan oleh Robert H. Mathewson yang membedakannya menjadi tujuh yang masing-masing pendekatan merupakan kontinum yang bipolar. Ketujuh strategi dasar tersebut disesuaikan dengan klien yang dihadapi konselor sekolah. Adapun Ketujuh strategi dasar tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Edukati versus Direktif
Yaitu satu sisi pelayanan bimbingan dipandang sebagai pengalaman belajar bagi siswa yang membantu mereka untuk menentukan sendiri pilihan-pilhannya. Di sisi yang lain pelayanan bimbingan ditafsirkan sebagai penentuan diagnosis oleh seorang ahli disertai rekomendasi-rekomendasi kepada siswa dan para guru serta orang tua.

b.      Kumulatif versus Pelayanan
Yaitu satu sisi pelayanan bimbingan dilihat sebagai proram yang kontinyu dan bersambung-sambung. Di sisi yang lain hanya dianggap perlu pada saat tertentu.
c.       Evaluasi Diri versus Oleh Orang Lain
Yaitu satu sisi atau pelayanan bimbingan dirancang untuk membantu siswa menemukan diri dan evaluasi diri atas prakarsa sendiri. Di sisi yang lain banyak memberikan tanggapan, pendapat, pandangan, dan saran karena sisiwa dianggap membutuhkan hal itu.
d.      Kebutuhan Individu Versus Kebutuhan Lingkungan
Yaitu di sisi satu pelayan bimbingan menekankan supaya kebutuhan-kebutuhan masing-masing siswa dipenuhi. Di ujung yang lain difokuskan pada kebutuhan lingkungan masyakat atau lingkungan sekolah sendiri.
e.       Penilaian Subyektif versus Penilaian Obyektif
Yaitu di sisi satu sisi satu pelayanan bimbingan di arahkan ke penghayatan dan penafsiran siswa sendiri terhadap dirinya sendiri serta lingkungan hidupnya, di sisi yang lain menitik beratkan pengumpulan data siswa dari sumber di luar sisiwa sendiri.
f.       Komprehensif versus Berfokus pada satu aspek atau satu bidang saja
Yaitu di satu sisi satu sisi pelayanan bimbingan di programkan sedemikian rupa sehingga semua tantangan dan permasalahan di berbagai bidang kehidupan sisiwa tercakup di dalamnya. Di sisi yang lain di pusatkan pada aspek-aspek perkembangan atau bidang permasalahan tertentu.
g.      Koordinatif versus Spesialistik
Yaitu di satu sisi di tangani oleh sejumlah tenaga melakukan kerja sama secara koordinatif dalam memberikan bantuan dan berkedudukan sama dan harus bekerjasama erat dalam mendeskripsi ciri-ciri suatu program bimbingan yang dilaksanakan pada institusi pendidikan, di sisi yang lain ditangani secra spesifik berdasrkan keahlian.
4.      Permasalahan yang Sering Dialami Siswa SMA Negeri 4 Tegal
Dari pengakuan seluruh narasumber bahwa masalah yang sering dialami siswa SMA Negeri 4 Tegal merupakan masalah-masalah yang biasa dialami remaja, yakni masalah emosi, masalah penyesuaian diri, masalah perilaku seksual, masalah perilaku sosial, masalah moral, dan masalah keluarga. Hal ini karena pada masa Sekolah Menengah Atas sebagian besar anak merupkan manusia yang memasuki fase remaja.
a.       Penyimpangan Sosial di Sekolah
Masalah yang paling sering dihadapi adalah bolos sekolah, terlambat masuk sekolah, dan bolos Mata Pelajaran. Hal ini masih sering dilakukan dan susah dihilangkan kebiasaannya. Biasanya remaja yang seperti ini cenderung ikut – ikutan dengan teman sebayanya, atau pun karena alasan malas.
b.      Emosi yang cenderung labil
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan” suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak terkendali, dan kadang tampak irasional. Hal ini dapat dilihat dari gejala yang nampak pada mereka, misalnya mudah marah, mudah dirangsang, emosinya cenderung “meledak-ledak”, dan tidak mampu mengendalikan perasaannya. Keadaan ini sering menimbulkan berbagai permasalahan khususnya dalam kaitannya dengan penyesuaian diri di lingkungannya. Maraknya kasus perkelahian antar pelajar akhir-akhir ini adalah contoh nyat dari ketidak mampuan remaja mengelola dan mengendalikan emosi.
Sekolah sebagai lembaga formal yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk membantu subjek didik menuju ke arah kedewasaan yang optimal harus mempunyai langkah konkret untuk mencegah dan mengatasi masalah emosional ini. Misalnya dengan memberikan pelayanan khusus bagi para siswa melalui program layanan informasi, layanan konseling, layanan bimbingan, dan konseling kelompok. Dalam layanan bimbingan dan konseling kelompok anak didik dapat berlatih bagaimana cara menjadi pendengar yang baik, bagaimana cara mengemukakan masalah, bagaimana cara mengendalikan diri baik dalam menanggapi masalah sesama anggota maupun mengemukakan masalahnya sendiri. Melalui wahana kelompok, siswa dapat berlatih mengendalikan diri.
c.       Penyesuaian Diri
Salah satu tugas yang paling sulit pada masa remaja adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis baik sesama remaja maupun dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Untuk mencapai pola dari sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Pada fase ini remaja lebih banyak di luar rumah bersama-sama teman-temannya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti kalau pengaruh teman sebaya dalam segala pola perilaku, sikap, minat, dan gaya hidupnya lebih besar dari pad apengaruh dari keluarganya sediri. Perilaku remaja sangat bergantung pada pola perilaku kelompoknya. Yang menjadi masalahnya adalah jika remaja salah paham dalam bergaul, misalnya berada dalam kelompok orang yang memakai obat-obatan terlarang, minuman keras, merokok, dan perilaku negatif lainnya. Dalam keadaan demikian, remaja akan cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan berbagsi akibat yang akan menimpa dirinya. Kebutuhan akan penerimaan dirinya di dalam kelompok sebaya merupakan kebutuhan yang danggap paling penting. Untuk memenuhi kebutuhannya tersebut, remaja mau melakukan apa saj tanpa melihat berbagai efek negatif yang akan menimpa atas perilaku mereka tersebut.
Untuk itulah mak sekolah harus ikut membantu tugas-tugas perkembangan remajatersebut agar mereka tidak mengalami kesalahan dalam penyesuaian dirinya. Melalui penyediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pembinaan bakat dan minat yang baik, lewat kegiatan kurikuler  maupun kokurikuler di sekolah, diharapkan dapat mencegah dan mengatasi kesalahan dalam pergaulan tersebut.
d.      Penyimpangan Seksual
Tugas dan perkembangan yang harus dilakukan remaja sehubungan dengan kematangan seksualitasnya adalhpembentukan hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis dan belajar memerankan peran seks yang diakuinya. Pada masa ini remaja sudah mulai tertarik pada lawan jenis, mulai bersifat romantis, yang diikuti oleh keinginan yang kuat untuk memperoleh dukungan dan perhatian dari lawan jenis, sebagai akibatnya, remaja mempunyai minat yang tinggi pada seks. Seharusnya mereka mencari dan atau memperoleh informasi tentang seluk beluk seks dari orang tua, tetapi kenyataannya mereka lebih banyak mencari informasi dari sumber-sumber yang kadang tidak dapat dipertanggungjawabkan, misalnya teman sebaya yang sama-sama kurang memahami arti pentingnya seks, internet, media elektronik, media cetak yang kadang kadang lebih menjurus ke pornografi. Sebagi akibat dari informasi yang tidak tepat tersebut, dapat menimbulkan perilaku seks remaja yang apabila ditinjau dari segi moral dan kesehatan tidak layak untuk dilakukan, misalnya berciuman, bercumbu, masturbasi, dan bersenggama. Bagi generasi yang lalu, perilsku seksual semacam itu dianggap tabu dan menimbulkan rasa bersalah dan rasa malu pada dirinya, namun pada generasi sekarang hal-hal seperti itu dianggap benar dan normal, atau paling tidak diperbolehkan. Bahkan hubungan seks diluar nikah dianggap “benar” apabila orang-orang yang terlibat saling mencintai dan saling merasa terikat.
Untuk menanggulangi dan mengatasi permasalahan seperti itu, sekolah hendaknya melakukan tindakan-tindakan nyata, misalnya pendidikan seks, melakukan razia dadakan ke kelas-kelas guna menindaklanjuti siswa yang berkedapatan mengoleksi video porno ataupun hal-hal yang berbau pornografi lainnya, membuat peraturan mengenai adab berpakaian/berseragam.
e.       Perilaku Sosial
Tanda-tanda perilaku sosial pada remaja dapat dilihat dari adanya diskriminasi terhadap mereka yang berlatar belakang ras, agama, atau sosial ekonomi yang berbeda. Dengan pola-pola perilaku sosial seperti ini, maka dapat melahirkan geng-geng atau kelompok-kelompok remaja yang pembentukan berdasarkan atas kesamaan latar belakang, agama, suku, dan sosial ekonomi. Pembentukan kelompok atau geng pada remaja tersebut dapat memicu terjadinya permusuhan antar kelompok atau geng. Untuk mencegah dan mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut di atas, sekolah dapat menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kelompok (baik kurikuler maupun kokurikuler) dengan tidak memperhatikan latar belakang suku, agama, ras, dan sosial ekonomi. Sekolah harus memperlakukan siswa secara sama, tidak membeda-bedakan siswa yang satu dengan yang lain.
f.       Moralitas
Masalah moral yang terjadi pada para remaja ditandai oleh adanya ketidakmampuan membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidakkonsistenan dalam konsep benar dan salah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya antar sekolah, keluarga, dan kelompok remaja, ketidakmampuan membedakan mana yang benar dan mana yang salah dapat membawa mala petaka bagi kehidupan remaja pada khususnya dan pada semua orang pada umumnya.
Untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah yang demikian, maka sekolah sebaiknya menyelenggarakan berbagai kegiatan keagamaan, meningkatkan pendidikan budi pekerti , dan menciptakan suasana sekolah yang sarat moral dan kesopan santunan.


g.      Keluarga
Sering ditemukan berbagai permasalahan remaja yang penyebab utamanya adalah terjadinya kesalahpahaman antara anak dengan orang tuanya. Seperti yang dikemukakan oleh Hurlock (1980,223) sebab-sebab umum pertentangan keluarga selama masa remaja adalah: standar perilaku, metode disiplin, hubungan dengan saudara kandung,sikap yang sangat kritis dengan remaja, dan masalah palang pintu.
Remaja sering menganggap standar perilaku orang tua yang kuno dan yang modern berbeda. Menurut remaja, orang tua yang mempunyai stander kuno harus mengikuti standar modern, sedangkan orang tua tetap pada pendiriannya semula. Keadaan inilah yang sering menjadi sumber perselisihan di antara mereka. Metode disiplin yang diterakan oleh orang tua yang terlalu kaku dancenderung otoriter akan dapat menimbulkan permasalahan dan pertentangan diantara remaja dan orang tua. Selah satu ciri remaja adalah dimilkinya sikap kritis terhadap segala sesuatu, namun bagi keluarga tertentu sering tidak menyukai sikap remaja yang terlalu kritis terhadap pola perilaku orang tua dan terhadap pola perilaku keluarga pada umumnya. Yang dimaksud dengan masalah palang pintu adalah peraturan keluarga tentang penetapan jam atau waktu pulang dan mengenai teman-teman dengan siapa remaja berhubungan, terutama teman-teman lawan jenis.




BAB V
PENUTUP
A.    Simpulan Hasil Analisis dan Pembahasan
Untuk mengantisipasi dan mengikuti perkembangan dunia, maka Bimbingan dan Konseling di sekolah merupakan suatu hal yang tidak dapat ditawar keberadaannya. Pesatnya kemajuan jaman menuntut manusianya untuk siap mengisi jaman tersebut. Manusia sebagai individu yang berperan mengisi aktivitas jaman akan selalu terbentur dengan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan.
Siswa sebagai anak didik yang juga merupakan bahagian dari individu yang dikatakan berperan mengisi zaman tentu tidak akan terlepas dari kondisi ini. Pada siswa yang dipersiapkan untuk menjadi generasi penerus diharapkan dapat dan memperoleh perkembangan individu yang optimal. Perkembangan disini tentunya melalui sekolah. Berbicara mengenai sekolah maka perangkat membentuk individu melalui pendidikan merupakan suatu sistem. Disamping memperoleh ilmu pengetahuan siswa juga diharapkan dapat berkembang lebih jauh sesuai dengan kapasitas individu yang dimilikinya. Disinilah peran guru Bimbingan Konseling, dengan mendampingi si anak untuk memperoleh dan meraih harapan dan cita-citanya, diharapkan anak dapat tergali dan berkembang lebih baik kemampuan yang ada pada dirinya.
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMA Negeri 4 Tegal dalam praktiknya belum terasa manfaatannya bagi siswa, mungkin ini karena adanya mis konsepsi mengenai arti bimbingan dan konseling, Banyak siswa dan sebagian guru yang menganggap bahwa bimbingan dan konseling merupakan satu kesatuan arti yang tidak dapat dipisahkan, mereka menganggap bahwa bimbingan dan konseling sama saja, padahal keduanya jelas-jelas berbeda, bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seseorang ahli kepada individu dengan menggunakan berbagai prosedur, cara, dan bahan agar individu tersebut mampu mandiri dalam mencegah, memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya hingga akhirnya dapat mengembangkan diri. Sedangkan konseling merupakan proses pemberian bantuan yang didasarkan pada prosedur wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi orang yang mengalami masalah (disebut klien).
Pemahaman terhadap tujuan bimbingan dan konseling akan memperjelas arah atau tujuan yang akan dicapai. Secara garis besar tujuan bimbingan dan konseling dibedakan mejadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum bimbingan dan konseling adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya, berbagai latar belakang yang ada serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Adapun tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran dari tujuan umum yang dimaksudkan untuk membantu individu  agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi-sosial, belajar dan karier. SMA Negeri 4 Tegal secara terang mencantumkan tujuan BK dalam misi sekolah, yakni Melaksanakan bimbingan, konseling, dan pelatihan yang memadai guna mendukung kegiatan pengembangan diri siswa. Banyak kegiatan positif yang dilakukan siswa SMA Negeri 4 Tegal baik kegiatan kurikuler maupun kokurikuler. Kegiatan ini tentu sangat membantu siswa dalam mengembangkan dirinya, namun tidak sedikit juga siswa yang kurang berminat dengan kegiatan-kegiatan di sekolah, hal ini tentu cukup mengkhawatirkan karena disinyalir siswa semacam ini merupakan siswa yang kurang dapat menyesuaikan dirinya di lingkungan sekolah, dan yang lebih bahaya lagi adalah ketika siswa tersebut ternyata berperilaku negatif diluar sekolah. Untuk mencegah dan mengatasi hal ini SMA Negeri 4 Tegal membentuk STP2K guna memperlancar tujuan bimbingan dan konseling itu sendiri.
Penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling juga perlu mengacu pada asas-asas bimbingan dan konseling, asas-asas bimbingan dan konseling yaitu ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu. Dari kedua belas asas yang ada, setidaknya sekolah memegang Tiga asas utama dalam penyelenggaraan BK, yakni asas keterbukaan, kerahasiaan, dan kesukarelaan sekiranya kurang diperhatikan dalam penyelenggaraan BK di SMA Negeri 4 Tegal. Hal ini tercermin dari ruang BK yang jarang dikunjungi siswa untuk berkonsultasi, sekalipun ada ternyata siswa tersebut memang sedang tersandung kasus dalam sekolah tersebut, jadi BK di SMA Negeri 4 Tegal berkesan seperti tempat penghakiman siswa-siswa bermasalah.
SMA Negeri 4 Tegal dalam menyelenggarakan pelayanan BK menggunakan model yang dikembangkan oleh Wiliam M. Proctor, yakni mengenalkan dua fungsi yaitu fungsi penyaluran dan fungsi menyesuaikan menyangkut bantuan yang diberikan kepada siswa dalam memilih program studi, aktivitas ekstra-kurikuler, bentuk rekreasi, jalur persiapan memegang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat, dan cita-cita siswa. Kemudian SMA Negeri 4 Tegal dalam penyelenggaraaan pelayanan BK pun menggunakan pola yang dikembangkan oleh Edward C. Glanz dengan memperhatikan klien yang bersangkutan. Sengkan dalam melakukan pendekatan dengan siswa, SMA Negeri 4 Tegal menggunakan strategi dasar yang dikembangkan oleh Robert H. Mathewson yang membedakannnya menjadi tujuh yang masing-masing pendekatan merupakan kontinum yang bipolar. Ketujuh strategi dasar tersebut disesuaikan dengan klien yang dihadapi konselor sekolah.
Dari pengakuan seluruh narasumber bahwa masalah yang sering dialami siswa SMA Negeri 4 Tegal merupakan masalah-masalah yang biasa dialami remaja, yakni masalah emosi, masalah penyesuaian diri, masalah perilaku seksual, masalah perilaku sosial, masalah moral, dan masalah keluarga. Hal ini dianggap wajar karena anak pada usia sekolah menengah atas merupakan anak-anak yang memasuki masa remaja, masa yang penuh permasalahan karena penyesuaian dengan berbagai lingkungan  dan pencarian jati diri yang serigkali mengalami kesalahpahaman tentang kehidupan yang baik dan benar.

B.     Rekomendasi Berdasarkan Simpulan
1)        Dalam hal alokasi waktu SMA Negeri 4 Tegal hendaknya menetapakan alokasi waktu paling tidak 1 jam pelajaran (45 menit) tatap muka dengan peserta didik di kelas dalam seminggu, agar miskonsepsi dapat dihindari.
2)        Dalam hal penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling, guru pebimbing SMA Negeri 4 Tegal hendaknya memberikan pengarahan dan pengetahuan secara umum baik kepada anak didik, tenaga pendidik, maupun staf sekolah dengan apa yang di maksud dengan bimbingan dan konseling itu sendiri, sehingga hal ini dapat menghindari terjadinya miskonsepsi mengenai bimbingan dan konseling.
3)        Dalam hal pelayanan bimbingan dan konseling baik secara individu maupun kelompok, hendaknya guru BK SMA Negeri 4 Tegal memberlakukan sistem jemput bola kepada anak didiknya, dalam hal ini tentu di perlukannya kerjasama antara guru BK dan wali kelas sebagai pemberi informasi mengenai anak didik yang sebenarnya memerlukan bimbingan maupun konseling namun anak didik tersebut malu untuk datang ke BK.
4)        Selain dengan sistem di atas, guru BK SMA Negeri 4 Tegal juga dapat melakukan sistem pencarian informasi melalui teman sejawat.
5)        Guru BK selaku tenaga ahli di bidang bimbingan dan konseling hendaknya memberikan pengarahan kepada wali kelas dalam proses bimbingan yang diberikan untuk anak didiknya.
6)        Kepala sekolah SMA Negeri 4 Tegal hendaknya memberikan otonomi kepada guru BK dalam program kerja dan proses bimbingan dan konseling itu sendiri, hal ini dikarenakan guru BK lebih mengetahui tentang bimbingan dan konseling.
7)        Dalam pemecahan masalah yang dialami anak didik, sebaiknya guru BK SMA Negeri 4 Tegal memberikan pelayanan secara advokatif, yakni berfokus pada kepentingan perkembangan anak didik itu sendiri.
8)        Guru BK hendaknya menghindari proses konseling dengan cara memarahi anak didik, sebaiknya lebih fokus dengan penyebab dan solusi dalam menghadapi masalah siswa.
9)        Dalam menyelenggarakan acara-acara sekolah sebaiknya ada keterlibatan guru BK dalam acara tersebut, sehingga kinestetika akan tetap terjaga.
10)    Pemahaman terhadap tujuan bimbingan dan konseling hendaknya dibekali oleh guru BK kepada seluruh personil sekolah guna memperjelas arah atau tujuan yang akan dicapai SMA Negeri 4 Tegal.
11)    Untuk tim STP2K, hendaknya tidak lepas dari kontrol guru BK atau saling terintegrasi.
12)    Sebagai personil sekolah, harus memiliki sikap simpati kepada peserta didik dalam mengidentifikasi permasalahan yang terjadi pada peserta didik dengan berbagai faktor yang melatar belakanginya. Peran tiap tiap personil sekolah sebagai komponen sekolah di SMA Negeri 4 Tegal harus mampu mendukung dan mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didiknya. Tiap – tiap personil sekolah harus mampu menjadi jembatan penghubung antara siswa dengan guru pembimbing (guru BK) sehingga permasalahan yang sedang dihadapi peserta didik dapat segera teratasi.





DAFTAR PUSTAKA
Mugiarso, Heru dkk. 2011. Bimbingan dan Konseling. Semarang: UNNES PRESS
Yusuf, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan. 2005. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Thantawy R. 1998. Manajemen Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Pamator Pressindo.
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
.