KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Puji
syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, serta pengikutnya.
Laporan
Observasi dan Analisis Pelaksanaan Pendidikan Bimbingan dan Konseling di SMA
Negeri 4 Tegal diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling pada semester empat Program Study
Pendidikan S1 Universitas Negeri Semarang tahun 2013.
Penyusun
menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak, pelaksanaan observasi tentang pelaksanaan bimbingan dan konseling
ini tidak akan berjalan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penyusun
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dosen
pengampu mata kuliah Bimbingan dan Konseling
2. Kepala
Sekolah SMA Negeri 4 Tegal Bapak Wiyarna, M.Pd yang telah memberikan izin untuk
melakukan observasi
3. Guru
pembimbing, guru mata pelajaran ekonomi, guru wali kelas, tata usaha, siswa
kelas XI
4. Semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Penyusun
menyadari bahwa tugas ini masih bayak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan dalam rangka
penyempurnaan tugas ini untuk kedepannya.
Demikian
kata pengantar dari penyusun, mudah-mudahan Allah SWT selalu memberikan rahmat
dan karunianya.
Semarang,
22 Mei 2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Penugasan
Sebuah kenyataan bahwa
diperlukannya bimbingan dan konseling di sekolah-sekolah, observasi ini di
tugaskan kepada para mahasiswa mengingat sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah
yang bahwa pendidikan diartikan sebagai suatu usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah dan berlangsung
seumur hidup. Sedangkan tujuan pendidikan sebagaimana dikemukakan dalam GBHN
adalah: “Untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan,
keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, mempertebal
semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan menusia-manusia
pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung
jawab atas pembangunan bangsa”.
Dari pengertian dan tujuan di atas,
jelas bahwa yang menjadi tujuan inti dari pendidikan adalah perkembangan
kepribadian secara optimal dari setiap anak didik sebagai pribadi. Dengan
demikian, setiap kegiatan proses pendidikan diarahkan kepada tercapainya
pribadi-pribadi yang berkembang optimal sesuai dengan potensinya masing-masing.
Untuk menuju tercapainya pribadi yang berkembang, maka kegiatan pendidikan
hendaknya bersifat menyeluruh yang tidak hanya berupa kegiatan instruksional
(pengajaran), akan tetapi meliputi kegiatan yang menjamin bahwa setiap anak
didik secara pribadi mendapat layangan sehingga akhirnya dapat berkembang
secara optimal. Kegiatan pendidikan yang diinginkan seperti tersebut di atas
adalah kegiatan pendidikan yang ditandai dengan pengadministrsian yang baik,
kurikulum beserta proses belajar pembelajaran yang memadai, dan layanan pribadi
kepada anak didik melalui bimbingan.
Dalam hubungan inilah bimbingan
mempunyai peranan yang amat penting dalam pendidikan, yaitu membantu setiap
pribadi anak didik agar berkembang secara optimal. Dengan demikian maka hasil
pendidikan yang sesungguhnya akan tercermin pada pribadi anak didik yang
berkembang baik secara akademik, psikologis, maupun sosial.
Menyimak kenyataan yang dihadapi
dunia pendidikan di Indonesia, saat ini masih terdapat kecenderungan bahwa
pendidikan belum sepenuhnya dapat membantu perkembangan kepribadian anak didik
secara optimal. Secara akademis masih nampak gejala bahwa anak didik belum
mencapai prestasi belajar optimal. Hal ini nampak antara lain gejala-gejala:
putus sekolah, tinggal kelas, lambat belajar, berprestasi rendah,
kekurangpercayaan masyarakat terhadap hasil pendidikan dan lainnya. Secara
psikologis masih banyak adanya gejala-gejala perkembangan kepribadian yang
kurang matang, kurang percaya pada diri sendiri, kecemasan, putus asa, bersikap
santai, kurang responsif, ketergantungan, pribadi yang tidak seimbang, dan
sebagainya. Demikian juga secara sosial ada kecenderungan anak didik belum
memiliki kemampuan penyesuaian sosial secara memadai.
Sebagai
seorang calon pendidik, mata kuliah Bimbingan dan Konseling perlu diadakan
dalam Perguruan Tinggi yang khusus mendidik para calon pendidik. Tentu tidak
hanya teori dan pemahaman sebagai pegangan wajib seorang calon pendidik,
praktik pun perlu diberlakukan sebagai peningkatan pemahaman dan penerapan
pengetahuan untuk kedepannya. Oleh karena itu, penulis mendapat tugas untuk
melakukan penelitian sebagai praktik maupun untuk mengetahui keadaan di
lapangan.
Penulis
mendapat tugas observasi tentang Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah
baik SMP maupun SMA yang diberikan dosen pengampu Mata Kuliah Bimbingan dan
Konseling. Penulis menentukan obyek penelitian di SMA Negeri 4 Tegal. Penulis melakukan
observasi sebagai bahan untuk menyusun laporan tentang Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah yang kami
observasi.
Tujuan
observasi ini dimaksudkan untuk mengetahui tentang “Pelaksanaan pengajaran
Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 4 Tegal”. Metode Penelitian yang dgunakan
dalam pelaksanaan penelitian ini adalah metode wawancara kepada Kepala Sekolah,
Koordinator Bimbingan dan Konseling, beberapa Guru Mata Pelajaran Ekonomi,
beberapa Wali Kelas, beberapa petugas TU dan metode penyebaran angket kepada
beberapa siswa kelas X dan kelas XI.
Untuk
memperoleh data dilakukan dengan cara menyebarkan angket kepada siswa dengan
sebaran sebanyak 10 butir soal uraian, sedangkan untuk memperoleh data sekunder
penulis memperoleh data dengan teknik wawancara kepada koordinator guru
bimbingan dan konseling, Wali kelas, dan beberapa guru mata pelajaran.
B.
Profil
Sekolah dan Profil Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 4 Tegal
PROFIL
SMA NEGERI 4 TEGAL
VISI,
MISI, DAN TUJUAN SMA NEGERI 4 TEGAL
SMA
Negeri 4 Tegal merupakan sebuah sekolah menengah atas yang teletak di Jalan Dr.
Setiabudi No.32 Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal, Provinsi
Jawa Tengah. Secara wilayah SMA N 4 Tegal termasuk strategis, dekat dengan pusat kota dan dekat dengan gedung kesenian
serta termasuk ke area pendidikan dengan adanya sekolah-sekolah lain yang
berdekatan sehingga nuansa pendidikan di daerah ini sangat terasa.
SMA
Negeri 4 Tegal berdiri sejak 1 Juli 1991, sekolah ini merupakan alih fungsi
dari SPG Negeri Tegal. Sekolah ini memiliki status pendidikan SSN (Sekolah
Standar Nasional) yang terakreditasi A.
SMA
Negeri 4 Tegal dalam menjalankan roda pendidikannya dengan mengedepankan visi
dan misi sekolah, adapun visi-misi SMA Negeri 4 Tegal adalah sebagai berikut:
1.
Visi
Kemajuan ilmu dan teknologi, arus
informasi yang sangat cepat serta perkembangan dunia pendidikan di Indonesia,
memotivasi SMA Negeri 4 Tegal segera merevisi visi dan misi agar dapat
mengikuti perkembangan zaman sehingga terwujud tujuan pendidikan nasional.
Gambaran profil sekolah yang diinginkan pada masa depan seperti diwujudkan
dalam visi SMA Negeri 4 Tegal sebagai berikut:
“GENERASI MANDIRI YANG BERIMTAK,
CERDAS, TERAMPIL, BERBUDI PEKERTI LUHUR, DAN BERWAWASAN KEBANGSAAN”
2.
Misi
Berdasarkan visi tersebut diatas,
dengan berorientasi ke depan, memperhatikan potensi kekinian, serta adanya
kesesuaian dengan norma dan harapan masyarakat, maka sekolah menentukan langkah
– langkah strategis yang dinyatakan dalam misi sebagai berikut:
1) Mengintegrasikan
materi imtak dan wawasan kebangsaan (nasionalisme) ke dalam semua mata
pelajaran
2) Menyelenggarakan
pembelajaran yang efektif dan inovatif dengan cara menyelenggarakan kelas
multimedia serta menciptakan sumber belajar baik dari alam maupun internet
3) Menyelenggarakan
atau menyediakan sarana dan prasarana sekolah yang lengkap
4) Menyelenggarakan
kegiatan ekstrakurikuler berbasis vokasional, seni, dan olahraga
5) Melaksanakan
layanan bimbingan, konseling dan pelatihan yang memadai guna mendukung kegiatan
pengembangan diri peserta didik.
3.
Strategi
a. Meningkatkan
pengelolaan dan layanan kepada peserta didik yang berorientasi pada peningkatan
keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta berwawasan kebangsaan
b. Meningkatkan
layanan mutu yang menyangkut kepentingan pembelajaran dengan menyelenggarakan
IHT, Workshop, MGMP tingkat sekolah yang berbasis iptek
c. Mengoptimalkan
sarana dan prasarana sekolah yang mencakup gedung, lahan, media pembelajaran
dengan cara memperluas jaringan internet – hotspot area
d. Merumuskan
dan menyusun perencanaan strategis dan tahunan guna mengimplementasikan program
– program operasional sekolah yang didukung oleh sumber – sumber anggaran pembiayaan
yang memadai
e. Melaksanakan
program pemberdayaan partisipasi masyarakat sekolah seperti orang tua peserta
didik maupun tokoh masyarakat setempat, melalui wadah organisasi komite sokolah
f. Menciptakan
budaya sekolah yang meliputi tatanan nilai, kebiasaan, kesepakatan yang
direfleksikan sehari – hari terutama budaya yang bersifat mendukung terhadap
pencapaian Visi dan Misi.
4.
Tujuan
Sekolah
Tujuan sekolah atau tujuan satuan
pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Tegal merupakan bagian dari
tujuan pendidikan nasional.
Adapun
tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Mewujudkan
peserta didik yang berakhlak mulia serta beriman dan bertakwa
2) Mewujudkan
lingkungan sekolah yang agamis
3) Menciptakan
suasana belajar yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenngkan
4) Meningkatkan
wawasan pengetahuan peserta didik dengan cara memperluas akses internet
5) Meningkatkan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi peserta didik melalui proses
pembelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler komputer
6) Meningkatan
prestasi nonakademik peserta didik dalam bidang seni dan olahraga
7) Meningkatkan
kualitas dan kuantitas lulusan yang dapat melanjutkan ke perguruan tinggi
sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
5.
Standar
Kompetensi Lulusan
Untuk mencapai standar mutu
pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan secara nasional, maka kegiatan
pembelajaran di SMA Negeri 4 Tegal mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan yang
telah ditetapkan oleh BSNP sebagai berikut;
1) Berperilaku
sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja
2) Mengembangkan
diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki
kekurangannya
3) Menunjukan
sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan
pekerjaannya
4) Berpartisipasi
dalam penegakan aturan – aturan sosial
5) Menghargai
keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup
global
6) Membangun,
dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan
inovatif
7) Menunjukan
kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
8) Menunjukan
kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri
9) Menunjukan
sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik
10) Menunjukan
kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks
11) Menunjukan
kemampuan menganaisis gejala alam dan sosial
12) Memanfaatkan
lingkungan secara produktif dan bertanggungjawab
13) Berpartisipasi
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara demokratis dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
14) Mengekspresikan
diri melalui kegiatan seni dan budaya
15) Mengapresiasikan
karya seni dan budaya
16) Menghasilkan
karya kreatif, baik individual maupun kelompok
17) Menjaga
kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan lingkungan
18) Berkomunikasi
lisan dan tulisan secara efektif dan santun
19) Memahami
hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat
20) Menghargai
adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain
21) Menunjukan
keteramplan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan estetis
22) Menunjukan
keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa indonesia
dan inggris
23) Menguasai
pengetahuan yang diperlukan untuk mengkuti pendidikan tinggi.
6.
Sasaran
Program
Pimpinan sekolah atau Kepala
Sekolah, para guru beserta warga sekolah lainnya dengan persetujuan Komite
Sekolah menetapkan sasaran program, baik program jangka pendek, jangka
menengah, maupun jangka panjang. Sasaran program dimaksudan untuk mewujudkan
visi, misi, dan tujuan sekolah.
Adapun sasaran program SMA Negeri 4 Tegal adalah
sebagai berikut:
Sasaran Program SMA Negeri 4 Tegal
Sasaran
Program 1 Tahun
(2012/2013)
(Program
Jangka Pendek)
|
Sasaran
Program 5 Tahun
(2008/2013)
(Program
Jangka Menengah)
|
Sasaran
Program 10 Tahun
(2008/2018)
(Program
Jangka Panjamg)
|
1.
Kehadiran
peserta didik, guru dan karyawan lebh dari 97%
|
1.
Kehadiran
peserta didik, guru dan karyawan lebh dari 97%
|
1. Kehadiran peserta didik, guru
dan aryawan lebh dari 97%
|
2.
Target
pencapaian rata – rata Nilai UAN 8,0
|
2.
Target
pencapaian rata – rata Nilai UAN 8,0
|
2. Target pencapaian rata – rata
Nilai UAN 8,0
|
3.
75%
lulusan dapat diterima di PTN
|
3.
75%
lulusan dapat diterima di PTN
|
3. 100% lulusan dapat diterima di
PTN
|
4.
100%
peserta didik yang beragama islam dapat membaca Al – Qur’an dengan baik dan
benar
|
4.
100%
peserta didik yang beragama islam dapat membaca Al – Qur’an dengan baik dan
benar
|
4. 100% peserta didik yang
beragama islam dapat membaca Al – Qur’an dengan baik dan benar
|
5.
Ekstrakurikuler
unggulan dapat menjuarai tingkat provinsi
|
5.
Ekstrakurikuler
unggulan dapat menjuarai tingkat provinsi
|
5. Ekstrakurikuler unggulan dapat
menjuarai tingkat nasional
|
6.
75%
peserta didik dapat aktif berbahasa inggris
|
6.
75%
peserta didik dapat aktif berbahasa inggris
|
6. 100% peserta didik dapat aktif
berbahasa inggris
|
7.
100%
peserta didik dapat mengoperasikan 2 program komputer (Micosoft Word, Excel,
Power Point dan Internet)
|
7.
100%
peserta didik dapat mengoperasikan 2 program komputer (Micosoft Word, Excel,
Power Point dan Internet)
|
7. 100% peserta didik dapat
mengoperasikan 3 program komputer (Micosoft Word, Excel, Power Point,
Internet, dan desain grafis)
|
8.
50%
peserta didik mampu menerapkan metodologi riset
|
8.
50%
peserta didik mampu menerapkan metodologi riset
|
8. 75% peserta didik mampu
menerapkan metodologi riset
|
9.
100%
peserta didik mampu melakukan komunikasi dalam bahasa jawa dengan baik dan
benar
|
9.
100%
peserta didik mampu melakukan komunikasi dalam bahasa jawa dengan baik dan
benar
|
9. 100% peserta didik mampu
melakukan komunikasi dalam bahasa jawa dengan baik dan benar
|
10.
100%
sikap dan perilaku peserta didik sesuai dengan tata krama yang benar
|
10.
100%
sikap dan perilaku peserta didik sesuai dengan tata krama yang benar
|
10.
100%
sikap dan perilaku peserta didik sesuai dengan tata krama yang benar
|
Berdasarkan
sasaran program di atas, selanjutnya ditindaklanjuti dengan strategi
pelaksanaan yang harus dilaksanakan oleh seluruh warga sekolah sebagai berikut:
a. Mengadakan
pembinaan terhadap peserta didik, guru, dan karyawan secara berkelanjutan
b. Mengadakan
jam tambahan pada pelajaran tertentu
c. Melakukan
kerjasama dengan instansi terkait dan stakeholder untuk mengupayakan
peningkatan kualitas pembelajaran bagi peserta didik
d. Mengadakan
tadarusan setiap hari menjelang pelajaran dimulai, ekstra BTQ, kegiatan sholat Dhuhur
berjamaah, peringatan hari besar Islam, dan membentuk kelompo – kelompok
pengajian peserta didik
e. Menjalin
komunikasi yang baik dengan sekolah – sekolah lain, Dinas Pendidikan dan
Pemerintah Kota Tegal
f. Perbaikan
dan mendayagunakan laboratorium bahasa
g. Membentuk
kelompok kelompok gemar Bahasa Inggris (ekstra debat bahasa inggris,
storytelling, news reading)
h. Membentuk
kelompok belajar
i.
Pengadaan buku penunjang
j.
Penambahan sarana komputer dan jaringan
internet
k. Mengintensifkan
kelompok belajar
l.
Mengintensifkan komunikasi dan kerjasama
dengan orang tua peserta didik
m. Pelaporan
kepada orang tua peserta didik secara berkala
n. Mengupayakan
perpustakaan yang representatif.
STRUKTUR
DAN MUATAN KURIKULUM
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman pennyelanggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional
serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan
dan peserta didik.
Oleh sebab itu, SMA Negeri 4 Tegal sebagai
salah satu satuan pendidikan tingkat menengah kini sedang merintis menuju
pemenuhan Standar Nasiona Pendidikan guna mencapai tujuan pendidikan nasional
tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan mulai dari peningkaan kualitas input
peserta didik, SDM, pengadaan sarana prasarana, efektivitas kegiatan
pembelajaran, manajemen, dan hubungan dengan lingkungan.
Berbekal letak sekolah yang strategis,
akses transportasi yang mudah, dan jauh dari kebisingan, memungkinkan dapat
menciptakan kondisi pembelajaran yang nyaman dan aman. Lingkungan perdagangan
dan pantai yang dekat dengan sekolah menjadikan modal yang besar dalam upaya
penanaman jiwa wirausaha peserta didik.
Sejalan dengan derasnya kemajuan ilmu
dan teknologi, satuan pendidikan dituntut untuk mengembangkan kurikulum sendiri.
Dengan berdasar pada potensi dan karakteristik yang lingkungan yang ada, SMA
Negeri 4 Tegal pada Tahun Pelajaran 2012/2013 mengadakan penyempurnaan kembali
kurikulum yang sudah ada.
Undang – undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan bahwa kurikulum jenjang
pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu
pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) serta berpedoman
pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Untuk menjamin pencapaian tujuan
pendidikan nasional, maka Kurikulum SMA Negeri 4 Tegal dikembangkan dan
disempurnakan dengan tetap mengacu pada standar nasional pendidikan. Sedangkan
untuk mencapai tujuan satuan pendidikan SMA Negeri 4 Tegal, diupayakan dengan
mempertimbangkan kesesuaian, kekhasan, kondisi, kebutuhan, potensi daerah, dan
peserta didik.
1) Landasan
a) Landasan
Filosofis
Dalam kehidupan suatu negara,
pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup
negara dan bangsa, karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan
mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Masyarakat Indonesia dengan laju
pembangunannya masih menghadapi masalah pendidikan yang berat, terutama
berkaitan dengan kualitas, relevansi, dan efisiensi pendidikan.
Mentalitas sebagian masyarakat
indonesia terutama pada masyarakat Jawa, dengan ketertinggalannya sbagai akibat
penjajahan belum mendukung belum mendukung tercapainya cita – cita pembangunan
nasional. Berbagai kekurangan dan kelemahan mentalitas masyarakat Indonesia
tersebut antara lain: suka melakukan terobosan dengan mengabaian mutu, kurang
rasa percaya diri, tidak berdisiplin murni, tidak berorientasi ke masa depan,
dan suka mengabaikan tanggung jawab tanpa rasa malu. Terdapat ciri – ciri
manusia Indonesia yang menghambat, yaitu hipokrit atau munafik segan dan enggan
bertanggungjawab atas perbuatannya, putusannya, kekuatannya, pikirannya,
berjiwa feodal, percaya pada takhayul, boros, lebih suka tidak bekerja keras
kecuali kalau terpaksa, ingin cepat kaya, berpangkat, cepat cemburu, dengki dan
tukang meniru. Disamping itu terdapat kelemahan lain yang kurang menunjang
pembangunan.
Menghadapi kondisi masyarakat
Indonesia sebagaimana diuraikan diatas pembangunan pendidikan merupakan suatu
keharusan dan amat penting untuk diakukan perubahan ke arah yang lebih baik
lagi guna meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
b) Landasan
Yuridis
(1) Undang
– Undang Dasar 1945:
Ketentuan dalam UUD 45 Pasal 31 mengamanatkan bahwa:
1) Setiap
warga negara berhak mendapatkan pendidikan, setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemarintah wajib membiayainya.
2) Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhla mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa yang diatur dalam undang – undang.
3) Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang – kurangnya 20% dari anggaran
pendapatan dan belanja negara serta APBD untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional.
4) Pemerintah
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai – nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.
(2) Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ketentuan dalan UU 20/2003 yang mengatur KTSP,
adalah:
1) Pasal
1 ayat (19); Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
2) Pasal
18 ayat (1), (2), (3), (4) yang berbunyi:
(1) Pendidikan
menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
(2) Pendidikan
menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah
kejuruan.
(3) Pendidikan
menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah
menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain
yang sederajat.
(4) Ketentuan
mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
3) Pasal
35 ayat (2); “Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan
kurikulum, tenaga, kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan
pembiayaan.”
4) Pasal
36 ayat:
(1) Pengambangan
kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Kurikulum
pada semua jenjang jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
(3) Kurikulum
disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. Peningkatan
iman dan takwa;
b. Peningkatan
akhlak mulia;
c. Peningkatan
poteni, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. Keragaman
potensi daerah dan lingkungan;
e. Tuntutan
pembangunan daerah dan nasional;
f. Tuntutan
dunia kerja;
g. Perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;
h. Agama;
i.
Dinamika perkembangan global; dan
j.
Persatuan nasional dan niai – nilai
kebangsaan.
(4) Ketentuan
mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
5) Pasal
37 ayat:
(1) Kurikulum
pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a. Pendidikan
agama;
b. Pendidikan
kewarganegaraan
c. Bahasa;
d. Matematika;
e. Ilmu
npengetahuan alam;
f. Ilmu
pengetahuan sosial;
g. Seni
dan budaya;
h. Pendidikan
jasmani dan olahraga;
i.
Keterampilan dan kejujuran; dan
j.
Muatan lokal.
6) Pasal
38 ayat:
(1) Kerangka
dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh
pemerintah.
(2) Kurikulum
pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh
setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah
koordinasi dan supervisi dinas pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan
menegah.
c) Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP,
adalah
(1) Pasal
1 ayat (5) “Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang
dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian,
kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh
peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu”. Ayat (13) “Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan pahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pebelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Ayat (14) “Kerangka
dasar kurikulum adalah rambu – rambu yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah
ini untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan
pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan dan silabusnya pada
setiap satuan pendidikan”. Ayat (15) “Kurikulum tingkat satuan pendidikan
adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing –
masing satuan pendidikan”.
(2) Pasal
5 ayat (1) “Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk
mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis Pendidikan tertentu”. Ayat
(2) “Standar isi yang dimaksudkan pada ayat (1) memuat erangka dasar dan
struktur kurikulum, bahan belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan
kalender pendidikan/akademik.
(3) Pasal
7 ayat:
1.
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C,
SMK/MAK, atau bentu lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau
kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi,
estetika, jasmani, olahraga dan kesehatan.
2.
Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan
dan kepribadian pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B,
SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentu lain yang sederajat dilaksanakan melalui
muatan dan/atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan
budaya, dan pendidikan jasmani.
3.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi pada SMK/MAK, atau bentu lain yang sederajat dilaksanakan melalui
muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, IPA, IPS, ketramplan, kejuruan,
teknologi informasi dan komunkasi, serta muatan lokal yang relevan.
4.
Kelompok mata pelajaran estetika pada
SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau
bentu lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa,
seni dan budaya, ketrampilan, muatan lokal yang relevan.
5.
Kelompok mata pelajaran jasmani,
olahraga dan kesehatan pada
SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau
bentu lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan
pendidikan jasmani, olahraga, pendidikan kesehatan, IPA, dan muatan lokal yang
relevan.
(4) Pasal
8 ayat:
1. Kedalaman
muatan kurikulum pada setiap satuan penddikan dituangkan dalam kompetensi pada
setiap tingkat dan/atau semester sesuai dengan SNP.
2. Kompetensi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas standar kompetensi dan
kompetensi dasar.
3. Ketentuan
mengenai kedalaman muatan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan peraturan Menteri.
(5) Pasal
10 ayat:
1. beban
belajar untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk
lain yang sederajat menggunakan jam pembelajaran setiap minggu setiap semester
dengan sistem tatap muka, penugasan, terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak
terstruktur, sesuai kebutuhan dan ciri khas masing – masing.
2. MI/MTs/MA
atau bentuk lain yang sederajat dapat menambahkan beban belajar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraandan kepribadian sesuai dengan
kebutuhan dan ciri khasnya.
3. Ketentuan
mengenai beban belajar, jam pembelajaran, waktu efektif tatap muka, dan
presentase beban belajar setiap kelompok mata pelajaran ditetapkan dengan
peraturan menteri berdasarkan usulan BSNP.
(6) Pasal
11 ayat (2, 3, 4):
1.
Beban belajar untuk SMA/MA/SMALB,
SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal ketegori
standar dinyatakan dalam SKS.
2.
Beban belajar untuk SMA/MA/SMALB,
SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal ketegori
mandiri dinyatakan dalam SKS.
3.
Beban belajar minimal dan maksimal bagi
satuan pendidikan yang menerapkan sistem SKS ditetapan dengan peraturan Menteri
berdasarkan usul dari BSNP.
Dan semua peraturan perundang – undangan mengenai
pendidikan dan kurikulum 2012/2013.
1.
Struktur
Kurikulum
Struktur
Kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh
peserta didik pada satuan pendidikan dalam kegiatan pembelajaran. Struktur
kerikulum SMA Negeri 4 Tegal, memuat lima kelompok mata pelajaran sebagai
berikut ini:
a. Kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia
b. Kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
c. Kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
d. Kelompok
mata pelajaran estetika
e. Kelompok
mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan
Masing – masing kelompok mata
pelajaran tersebut di implementasikan kedalam kegiatan pembelajaran pada setiap
mata pelajaran secara menyeluruh. Dengan demikian, cakupan dari masing – masing
kelompok itu dapat diwujudkan melalui mata pelajaran yang relevan. Cakupan
setiap kelompok mata pelajaran adalah sebagai berikut:
CAKUPAN KELOMPOK MATA PELAJARAN
No.
|
Kelompok
Mata Pelajaran
|
Cakupan
|
1.
|
Agama
dan Akhlak Mulia
|
Kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta
didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral
sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
|
2.
|
Kewarganegaraan
dan Kepribadian
|
Kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dimaksudkan untuk peningkatan
kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas
dirinya sebagai manusia.
Kesadaran
dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara,
penghargaan terhadap hak – hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian
lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggungjawab sosial,
ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
|
3.
|
Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi
|
Kelompok
mata pelajaran ilmu pengetauan dan teknologi pada SMA dimaksudkan untuk
memperoleh kompetensi lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi serta
membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.
|
4.
|
Estetika
|
Kelompok
mata pelajaran estetika dimaksudkan untuk meningkatkan sensitivitas,
kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan
mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni mencakup apresiasi
dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan
mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu
menciptakan kebersamaan yang harmonis.
|
5.
|
Jasmani,
Olahraga dan Kesehatan
|
Kelompok
mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada SMA dimaksudkan untuk
meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sikap sportif, disiplin, kerja
sama, dan hidup sehat.
Budaya
hidup sehat termasuk kesadaran, sikap, dan perilaku hidup sehat yang bersifat
individual ataupun yang bersifat kolektif kemasyarakatan seperti keterbatasan
dari perilaku seksual bebas, kecanduan narkoba, HIV/AIDS, demam berdarah,
muntaber, dan penyakit lain yang poensial untuk mewabah.
|
Penyusunan
Struktur Kurikulum didasarkan atas standar kompetensi lulusan dan standar
kompetensi mata pelajaran yang telah ditetapkan oleh BSNP.
Sekolah
atas persetujuan komite sekolah dan memperhatikan keterbatasan sarana belajar
serta minat peserta didik, menetapkan pengelolaan kelas sebagai berikut:
a. SMA
Negeri 4 Tegal menerapkan sistem paket. Peserta didik mengikuti pembelajaran
sesuai dengan yang telah diprogramkan dala struktur kuriklum
b. Jumlah
rombongan belajar berjumlah 8 rombongan belajar pada masing – masing tingkat
kelas (X, XI XII)
c. Kelas
X merupakan program umum yang diikuti oleh seluruh peserta didik
d. Kelas
XI dan XII merupakan program penjurusan yang terdiri atas:
·
Kelas XI:
1) Program
Ilmu Pengetahuan Alam (3 rombongan belajar)
2) Program
Ilmu Pengetahuan Sosial (5 rombongan belajar)
·
Kelas XII:
1) Program
Ilmu Pengetahuan Alam (3 rombongan belajar)
2) Program
Ilmu Pengetahuan Sosial (5 rombongan belajar)
Struktur Kurikulum Kelas X
a. Kurikulum
kelas X terdiri atas:
1) 16
mata pelajaran
2) Muatan
lokal (bahasa jawa)
3) Pengembangan
diri (Layanan BK dan Ekstrakurikuler)
b. Sekolah
menambah alokasi waktu 4 jam pelajaran. Jam pembelajaran untuk setiap mata
pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum
c. Alokasi
waktu satu jam pelajaran adalah 45 menit.
Struktur
Kurikulum Kelas XI dan XII
a. Kurikulum
kelas XI dan XII program IPA dan IPS terdiri atas:
1) 13
mata pelajaran
2) Muatan
lokal (Bahasa Jawa dan Batik Tegalan untuk kelas XI dan Bahasa Jawa untuk kelas
XII)
3) Pengebangan
diri (Layanan BK dan Ekstrakurikuler)
b. Sekolah
menambah alokasi waktu 4 jam pelajaran. Jam pelajaran untuk setiap mata
pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam sruktur kurikulum
c. Alokasi
waktu satu jam pelajaran adalah 45 menit.
Struktur kurikulum kelas X
Sruktur
Kurikulum Kelas XI IPA
Struktur
Kurikulum Kelas XI Program IPS
Struktur
Kurikulum Kelas XII Program IPA
Struktur
Kurikulum Kelas XII Program IPS
Keterangan:
2*) dilakukan diluar jam pembelajaran
1.
Muatan
Kurikulum
Muatan
kurikulum SMA Negeri 4 Tegal meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan
kedalamannya sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang
ditetapkan oleh BSNP, dan muatan lokal yang dikembangkan oleh sekolah serta
kegiatan pengembangan diri.
a. Mata
Pelajaran
Mata pelajaran terdiri dari mata pelajaran wajib dan
mata pelajaran pilihan sebagai berikut:
a) Mata
pelajaran wajib
Meliputi: (1) Pendidikan Agama, (2)
Pendidikan Kewarganegaraan, (3) Bahasa Indonesia, (4) Bahasa Inggris, (5)
Matematika, (6) Biologi, (7) Kimia, (8) Fisika, (9) Sejarah, (10) Ekonomi, (11)
Geografi, (12) Sosiologi, (13) Penjasmani, (14) Seni dan Budaya, (15) Teknologi
Informasi dan Komunikasi.
b) Mata
pelajaran pilihan
Meliputi: (1) Bahasa Jerman
(pilihan mata pelajaran ini dimungkinkan dengan adanya sumber daya manusia yang
memadai dan kehidupan masyarakatnya yang menunjang program pembelajaran
tersebut). Pembelajaran setiap mata pelajaran dilaksanakan dalam suasana yang
saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat antara peserta didik
dan pendidik.
Metode pembelajaran diarahkan
berpusat pada peserta didik. Guru sebagai fasilitator mendorong peserta didik
agar mampu belajar secara aktif, baik fisik maupun mental. Selain itu, dalam
pencapaian setiap kompetensi pada masing – masing mata pelajaran diberikan
secara konstektual dengan memperhatikan perkembangan kekinian dari berbagai
aspek kehidupan.
b. Muatan
Lokal
Budaya merupakan suatu sikap, sedangkan
sumber sikap adalah kebudayaan. Untuk itu, salah satu sikap menghargai
kebudayaan suatu daerah adalah upaya masyarakat setempat untuk melestarikan dan
menonjolkan ciri khas budaya daerah menjadi muatan lokal salah satunya yakni
adat istiadat.
Demikian pula dengan SMA Negeri 4
Tegal yang terletak di dalam wilayah Jawa Tengah berusaha melestarikan warisan
leluhur yang berupa adat istiadat dan tata krama luhur. Hal ini juga dipertegas
dengan terbitnya SK Gubernur Jawa Tengah No. 895.5/01/2005 yang mengatur
tentang penetapan kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Jawa pada Jenjang Pendidikan
SMA/SMALB/SMK.
Oleh karena itu, SMA Negeri 4 Tegal
menetapkan salah satu program muatan lokalnya adalah mata pelajaran Bahasa
Jawa. Mapel Bahasa Jawa ini harus diikuti oleh seluruh peserta didik dari kelas
X – XII.
Di samping itu, guna melestarikan
dan menambah wawasan budaya lokal siswa kelas XI juga diberikan program muatan
lokal yang lain, yakni Batik Tegalan.
c. Kegiatan
Penngembangan Diri
Pengembangn diri diarahkan untuk pengembangan
karakter peserta didik yang ditujukan untuk mengatasi persoalan dirinya,
persoalan masyarakat di lingkungan sekitarnya, dan persoalan kebangsaan.
Sekolah memfasilitasi kegiatan pengembangan diri
sebagai berikut:
a) Pengembangan
diri dilaksanakan diluar kelas / jam pelajaran. Kegiatan pengembangan diri
meliputi:
1) Bimbingan
Konseling, mencakup hal – hal yang berkenaan dengan dengan pribadi,
kemasyarakatan, belajar, dan karier peserta didik.
Bimbingan Konseling diasuh oleh guru yang ditugaskan
(guru BK)
2) Pengembangan
Diri yang dilaksanakan sebagian besar diluar kelas (Ekstrakurikuler) diasuh
oleh guru pembina. Pelaksanaannya secara reguler sesuai jadwal yang
dikoordinasikan dengan pihak kepeserta didikan. Yaitu:
-
Rohis
-
Bola Volley
-
Bola Basket
-
Footsal
-
Pramuka
-
Palang Merah Remaja (PMR)
-
Tenis Lapangan
-
Debat bahasa Inggris, story telling, dan
news reading
-
Karya Ilmiah Remaja (KIR)
-
PBB/PKS
-
Band
-
Paduan Suara/Vocal Group
2.
Tujuan
Penyusunan Kurikulum
1) Untuk
menjadi acuan dan pedoman bagi sekolah dalam rangka penyelenggaraaan pendidikan
dan pengajaran yang bermutu, terukur, berkesinambungan, dan dpat
dipertanggungjawabkan.
2) Untuk
menjadi acuan dan pedoman bagi stakeholder dalam rangka ikut serta memberikan
partisipasi maupun pengendalian/control untuk terwujudnya satuan pendidikan
yang sehat, bermutu, dan memenuhi harapan masyarakat.
3. Prinsip
Pengembangan KTSP
a. Prinsip
pengembangan kurikulum
1) Berpusat
pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik.
2) Beragam
dan terpadu.
3) Tanggap
terhadap perkembangan dan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
4) Relevan
dengan kebutuhan kehidupan.
5) Menyeluruh
dan berkesinambungan.
6) Belajar
sepanjang hayat.
7) Seimbang
antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
b. Prinsip
pelaksanaan kurikulum
1) Pelaksanaan
kurikulum didasarkan peda potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk
menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya
2) Kurikulum
dilaksanakan dengan menegakan kelima pilarbelajar yaitu:
1. Belajar
untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Belajar
untuk memahami dan menghayati
3. Belajar
untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif
4. Belajar
untuk hidup bersama dan berguna bagi oranglain
5. Belajar
untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses pembelajaran yang aktif,
kreatif, efektif, dan menyenangan.
3) Pelaksanaan
kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat
perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap
perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan
pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, kendividuan, kesosialan, dan
moral.
4) Kurikulum
dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling
menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri
handayani.
5) Kurikulum
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber
belajar dan teknologi yang memadai dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai
sumber belajar, dengan prinsip alam terkambang jadi guru.
6) Kurikulum
dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta
kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian
secara optimal.
7) Kurikulum
yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan
diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang
cocok dan memadai antar kelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
PROFIL
BIMBINGAN DAN KONSELING
SMA
NEGERI 4 TEGAL
Bimbingan dan konseling adalah pelayanan
bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar
mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial,
belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung
berdaarkan norma-norma yang berlaku (SK Mendikbud No. 025/D/1995)
Pada
umumnya, Para Konselor sekolah menempatkkan BK dalam konteks disipliner siswa.
Memanggil, memarahi, menghukum adalah proses klasik label bimbingan konseling
di banyak sekolah sehingga guru bimbingan dan konseling sering diposisikan
sebagai “musuh” bagi siswa bermasalah atau yg nakal. Namun di SMA Negeri 4
Tegal berusaha menghilangkan konsep seperti itu yang seolah-olah BK hanya
menjadi momok yang menakutkan bagi siswa-siswa.
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengharuskan sekolah untuk mengalokasikan 2
(dua) jam pelajaran per minggu bagi pelajaran pengembangan diri. Hal ini berati
di setiap sekolah ingin paling tidak harus dialokasikan 2 jam pelajaran
bagi guru Bimbingan Konseling untuk mengadakan bimbingan secara klasikal. Namun
dalam praktiknya, beberapa sekolah bahkan meniadakan jam khusus untuk layanan
bimbingan klasikal kepada siswa. Seperti halnya di SMA Negeri 4 Tegal yang
meniadakan jam untuk layanan Bimbingan dan Konseling, namun tidak sepenuhnya
ditiadakan, guru pembimbing biasanya beberapa minggu sekali meminta satu jam
pelajaran kepada guru mata peajaran yang bersangkutan untuk pelayanan Bimbingan
dan Konseling di Kelas. Program pengajaran di SMA Negeri 4 Tegal ini dilakukan secara bervariatif, tidak hanya
dalam konteks kegiatan belajar mengajar (KBM) dikelas saja, namun juga dalam
pelaksanaannya Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 4 Tegal mengajak
siswa-siwa untuk mengunjungi ruang BK walaupun tak punya masalah apapun. Tujuan
itu supaya siswa bisa bersahabat dengan Bimbingan Konseling dan bisa memaknai
BK sebagai Layanan pembantu bagi setia siswa, bukan sebagai momok yang menakutkan bagi siswa SMA Negeri 4
Tegal. Kemudian selain meminta jam pelajaran pada guru mapel, ada juga layanan
bimbingan klasikal, program ini biasanya memang dilakukan apabila ada guru yang
berhalangan hadir dan jam pelajaran ini dimanfaatkan bagi guru Bimbingan
Konseling untuk mengadakan layanan bimbingan kelompok/klasikal.
Miskonsepsi
terhadap BK mengakibatkan fungsi pengembangan kemampuan siswa, fungsi
pencegahan dan fungsi pemeliharaan bimbingan dan konseling dalam aspek
perkembangan personal edukasional dan karir tidak dapat dijalankan secara utuh.
Ketidak mengertian dan prasangka manajemen sekolah bahwa bimbingan dan konseling
hanya membuang-buang waktu dan tidak memberikan sumbangan yang berarti pada
perkembangan siswa menyebabkan sulitnya mendapatkan dukungan sekolah terdadap
program bimbingan dan konseling. Kebanyakan sekolah yang ada di kota Tegal,
bimbingan konseling baru dilirik sebelah mata dalam proses pendidikan tampak
dari ruangan yang disediakan. Bisa dihitung dengan jari, berapa jumlah sekolah
yang mampu menyediakan ruang konseling memadai. Tidak jarang dijumpai, ruang
bimbingan konseling sekadar bagian dari ruang lain, atau ruang sempit di pojok
dekat gudang dan toilet. Namun, SMA Negeri 4 Tegal sendiri sudah memiliki
bangunan khusus yang dipergunakan untuk ruang khusus BK yang nyaman dan
efisien. Supaya siswa mempunyai pandangan tersendiri bahwa ruang BK sebenarnya
nyaman.
Tantangan
utama bimbingan konseling justru datang dari faktor instrinsik sekolah sendiri.
Kebanyakan kepala sekolah malah kurang tahu apa yang harus mereka perbuat
dengan guru-guru bimbingan konseling. Ada kekhawatiran konselor memakan “gaji
buta”. Akibatnya, mesti disampiri tugas mengajar keterampilan, sejarah, jaga
kantin, mengurus koprasi, perpustakaan, atau honor atau penggajiannya terus
dipersoalkan jumlahnya. Sesama staf pengajar pun mengirikannya dengan tugas
yang dianggapnya penganggur terselubung. Maka untuk menepis hal-hal yang tidak
diinginkan seperti diatas, SMA Negeri 4 Tegal melakukan pembenahan pada program
Bimbingan dan Konseling agar pelaksanaannya bisa efektif, ini dibuktikan dengan
mendatangkan konselor baru atau guru BK baru untuk menambah keefisiansian
program kerja Bimbingan dan Konseling di sekolah. Sekarang di SMA Negeri 4
Tegal mempunyai 5 guru BK yang sudah
berpengalaman dalam menangani berbagai masalah yang dihadapi siswa siswa di sekolah.
Nama-nama
guru Bimbingan dan Konseling yang ada di SMA Negeri 4 Tegal diantaranya adalah:
1. Drs. Syahlan Rosidi
2. Dra. Hj. Suparni
3. Lina Kusumaningrum, S.Pd
4. Ahmad Albar, S.Psi
5. Eko Restining Rahayu, S.Pd
STRUKTUR
ORGANISASI BIMBINGAN DAN KONSELING
SMA
NEGERI 4 TEGAL TAHUN PELAJARAN 2012 / 2013
KOORDINATOR BK
Drs. Syahlan Rosidi
NIP.
19550311.198303.1.008
|
GURU BK
Lina Kusumaningrum S.Pd
NIP.
19790531.200903.2.002
|
GURU BK
Dra. Hj. Suparni
NIP.
19580927.198303.2.006
|
GURU BK
Ahmad Albar S.Psi
NIP.
19771005.201001.1.018
|
GURU BK
Eko Restining
Rahayu S.Pd
NIP.
19660411.200501.2.003
|
KEPALA SEKOLAH
Wiyarna, M.Pd
NIP. 19690405.198303.1.001
|
A.
Perumusan
Masalah Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 4 Tegal
1. Bagaimana
pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 4 Tegal?
2. Apakah
masalah yang menjadi hambatan dalam pengajaran Bimbingan dan Konseling di SMA
Negeri 4 Tegal?
3. Apakah
masalah yang sering dihadapi siswa ketika berada di sekolah?
BAB
II
TEMUAN
DI LAPANGAN
A. Temuan
informasi di Lapangan
Bimbingan
dan Konseling di SMA Negeri 4 Tegal merupakan mata pelajaran yang dicantumkan
dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), namun dilakukan diluar jam
pembelajaran yaitu 1 kali pertemuan dalam seminggu, alokasi waktu yang
ditetapkan adalah 1 jam pelajaran yaitu 45 menit. Biasanya layanan bimbingan
dan konseling dilakukan ketika jam pelajaran kosong karena guru mata pelajaran
yang bersangkutan tidak dapat hadir, ataupun dengan melakukan perjanjian dengan
guru yang bersangkutan untuk meminta jam pelajaran satu kali pertemuan untuk
melakukan layanan bimbingan dan konseling, selanjutnya bergantung kesadaran
peserta didik yang membutuhkan layanan Bimbingan dan Konseling untuk mendatangi
ruang BK.
Tujuan
dari pendidikan Bimbingan dan Konseling adalah untuk membantu siswa dalam
memecahkan masalah – masalah yang dihadapi dalam kehidupannya, agar tidak salah
dalam mengambil langkah untuk mengatasi masalah yang dihadapi siswa tersebut
sehingga siswa dapat berkembang secara optimal tanpa mengalami hambatan yang
sering terjadi pada perkembangan remaja pada umumnya.
Dalam
pelaksanaan pelayanan Bimbingan dan konseling, tentu tidak mudah dan tidak
dapat terhindar dari masalah yang menghambat dalam pelaksanaannya. Beberapa
masalah yang menghambat pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 4
Tegal, antara lain:
1. Kurangnya
atau bahkan tidak adanya alokasi waktu untuk bimbingan dan konseling
2. Untuk
menginformasikan mengenai layanan Bimbingan dan Konseling harus melakukan
perjanjian dengan guru mata pelajaran yang bersangkutan untuk diminta jam
pelajarannya.
3. Siswa
yang membutuhkan bimbingan dan konseling harus memiliki kesadaran untuk meminta
layanan bimbingan dan konseling dari guru pembimbing
4. Ketidak
tahuan peserta didik mengenai layanan Bimbingan dan Konsling, sehingga
hanya siswa – siswa yang bermasalah saja
yang melakukan pelayanan Bimbingan dan Konseling.
5. Dalam
perkembangannya remaja sering mengalami masalah yang tidak dapat dipecahkan
oleh dirinya, mengingat faktor mental remaja yang masih sangat labil dan cenderung
ikut – ikutan dan masih mencari jati dirinya.
Adapun masalah yang sering dihadapi
oleh peserta didik di SMA Negeri 4 Tegal:
1. Penyimpangan
sosial
2. Emosi
3. Penyesuaian
diri
4. Penyimpangan
seksual
5. Moralitas
6. Keluarga
B. Temuan
Data dan Informasi berdasarkan Interview dan Angket
Selain
melakukan observasi atau pegamatan yakni mengumpulkan data yang dilakukan
dengan mengatasi dan mencatat secara sistematik gejala-gejala tingkah laku.
Penulis juga menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan
penyebaran angket untuk memperoleh data / informasi yang ada di SMA Negeri 4 Tegal
berkenaan pelaksanaan BK. Adapun wawancara tersebut dilakukakn penulis kepada:
1. Kepala
Sekolah SMA Negeri 4 Tegal, Wiyarna M.Pd
2. 5
Guru Bidang Studi:
a. Rosuli,
S.Pd (Guru Mata Pelajaran Matematika)
b. Dra.
Hj. Irma Rachmawati (Guru Mata Pelajaran Ekonomi)
c. Cahyo
Purnomo, S.Pd (Guru Mata Pelajaran Geografi)
d. Dony
Setyo P, S.Pd (Guru Mata Pelajaran Seni Musik)
e. Cintya
Dwi Nirwesthi, S.Pd (Guru Mata Pelajaran Kimia)
3. 4
Wali Kelas:
a. Hadi
Pangastu, BA (Wali Kelas XII IPS 2)
b. Moh.
Lukman, S.Pd (Wali Kelas X 8)
c. Hifza
Rahmayani, S.Pd (Wali Kelas XI IPA 3)
d. Aswin
Yusidar, S.Pd (Wali Kelas XII IPS 5)
4. Seorang
Guru BK, Lina Kusumaningrum, S.Pd
5. 2
orang staf Tata Usaha:
a. Lukito
Wibowo, A.Md
b. Meri
Afiyanti
6. 12
orang siswa kelas X dan XI:
a. Adefyanti
Dwi Indah
b. Puspita
A. H.
c. M.
Faizal Adilistio
d. Evi
V. Z.
e. Elsie
V. D.
f. Ressa
Fadilah S.
g. Desthi
Dwi Agita
h. Saefudin
i.
Rian Rizki F.
j.
Triana Widiyanti
k. Sofiana
Rahmawati
l.
Tri Prihatiningsih
Berikut
uraian hasil wawancara dan angket yang di berikan kepada narasumber:
1. Hasil
Wawancara dengan Kepala Sekolah SMA Negeri 4 Tegal, Bapak Wiyarna, M.Pd
Dari
jawaban – jawaban atas pertanyaan – pertanyaan yang diberikan kepada Kepala Sekolah
SMA Negeri 4 Tegal, penulis menyimpulkan:
Keberhasilan
program layanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak hanya ditentukan oleh
keahlian dan ketrampilan para petugas bimbingan dan konseling itu sendiri,
namun juga sangat ditentukan oleh komitmen dan keterampilan seluruh staf
sekolah, terutama dari kepala sekolah sebagai administrator dan supervisor.
Sebagai administrator, kepala sekolah bertanggungjawab terhadap kelancaran
pelaksanaan seluruh program sekolah, khususnya program layanan bimbingan dan
konseling di sekolah yang dipimpinnya. Karena posisinya yang sentral, kepala
sekolah adalah orang yang paling berpengaruh dalam pengembangan atau
peningkatan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolahnya. Sebagai
supervisor, kepala sekolah bertanggung jawab dalam melaksanakan program-program
penilaian, penelitian dan perbaikan atau peningkatan layanan bimbingan dan
konseling. Ia membantu mengembangkan kebijakan dan prosedur-prosedur bagi
pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolahnya.
Untuk mengantisipasi dan mengikuti perkembangan dunia,
maka Bimbingan dan Konseling di sekolah merupakan suatu hal yang tidak dapat
ditawar keberadaannya. Pesatnya kemajuan jaman menuntut manusianya untuk siap
mengisi jaman tersebut. Manusia sebagai individu yang berperan mengisi
aktivitas jaman akan selalu terbentur dengan masalah-masalah yang dihadapinya
dalam kehidupan.
Siswa sebagai anak didik yang juga merupakan
bahagian dari individu yang dikatakan berperan mengisi zaman tentu tidak akan
terlepas dari kondisi ini. Pada siswa yang dipersiapkan untuk menjadi generasi
penerus diharapkan dapat dan memperoleh perkembangan individu yang optimal.
Perkembangan disini tentunya melalui sekolah. Berbicara mengenai sekolah maka
perangkat membentuk individu melalui pendidikan merupakan suatu sistem.
Disamping memperoleh ilmu pengetahuan siswa juga diharapkan dapat berkembang
lebih jauh sesuai dengan kapasitas individu yang dimilikinya. Disinilah peran
guru Bimbingan Konseling, dengan mendampingi si anak untuk memperoleh dan
meraih harapan dan cita-citanya, diharapkan anak dapat tergali dan berkembang
lebih baik kemampuan yang ada pada dirinya.
Sebagai
seorang kepala sekolah, tentu tanggung jawab yang diberikan sangat besar, yaitu
bertanggungjawab terhadap kelancaran seluruh pelaksanaan program di SMA Negeri
4 Tegal. Kepala sekolah dituntut untuk membangun hubungan kerja yang kooperatif
dengan setiap personil sekolah terutama Guru Pembimbing agar fungsi Bimbingan
dan Konseling di SMA Negeri 4 Tegal sesuai dengan apa yang sudah direncanakan
dan berjalan secara optimal. Sebagai penunjang kelancaran pelaksanaan Bimbingan
dan Konseling kepala sekolah menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan Bimbngan dan Konseling. Memilih, menentukan dan mengatur
para konselor.
Tugas
dan Fungsi Bimbingan dan Konseling yaitu khusus melayani siswa yang mengahadapi
masalah, karena kita tahu SMA merupakan tempat remaja berkembang, sehingga
perlu diadakannya bimbingan dan konseling agar siswa yang bersangkutan tidak
salah dalam memilih jalan untuk langkah selanjutnya dan dapat berkembang secara
optimal tanpa mengalami masalah.
Kepala
sekolah menghendaki peserta didik yang membutuhkan pelayanan harus aktif
mendatangi ruang BK untuk melakukan pelayanan, sehingga alokasi waktu tidak
ditetapkan di SMA Negeri 4 Tegal. Hal ini dilakukan agar peserta didik mandiri
dan memiliki rasa ingin tahu yang besar.
2. Hasil
Wawancara dengan Guru Bidang Studi:
a. Rosuli,
S.Pd (Guru Mata Pelajaran Matematika)
b. Dra.
Hj. Irma Rachmawati (Guru Mata Pelajaran Ekonomi)
c. Cahyo
Purnomo, S.Pd (Guru Mata Pelajaran Geografi)
d. Dony
Setyo P, S.Pd (Guru Mata Pelajaran Seni Musik)
e. Cintya
Dwi Nirwesthi, S.Pd (Guru Mata Pelajaran Kimia)
Dari
jawaban – jawaban atas pertanyaan yang diberikan kepada kelima guru bidang
studi SMA Negeri 4 Tegal, dapat disimpulkan:
Guru
berusaha membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang
dimilikinya, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas
perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan
berkembang sebagai individu yang mandiri dan produktif. Siswa adalah individu
yang unik. Artinya, tidak ada dua individu yang sama. Walaupun secara fisik
mungkin individu memiliki kemiripan, akan tetapi pada hakikatnya mereka tidaklah
sama, baik dalam bakat, minat, kemampuan dan sebagainya. Di samping itu setiap
individu juga adalah makhluk yang sedang berkembang. Irama perkembangan mereka
tentu tidaklah sama juga. Perbedaan itulah yang menuntut guru harus berperan
sebagai pembimbing.
Siswa
akan tumbuh dan berkembang menjadi seseorang sesuai dengan minat dan bakat yang
dimilikinya. Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan dan membimbing agar siswa
tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, minat dan bakatnya. Inilah makna
peran sebagai pembimbing. Jadi, inti dari peran guru sebagai pembimbing adalah
terletak pada kekuatan intensitas hubungan interpersonal antara guru dengan
siswa yang dibimbingnya.
Di
sekolah, tugas dan tanggung jawab utama guru adalah melaksanakan kegiatan
pembelajaran siswa. Kendati demikian, bukan berarti dia sama sekali lepas
dengan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Peran dan konstribusi guru
mata pelajaran tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien
pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Bahkan dalam batas-batas tertentu
guru pun dapat bertindak sebagai konselor bagi siswanya.
Guru
memiliki hubungan yang erat dengan murid. Karena guru banyak memiliki waktu dan
kesempatan untuk mempelajari murid, mengawasi tingkah laku dan kegiatannya.
Kedudukan guru dalam pendidikan yaitu memiliki wewenang sepenuhnya dalam
mempelajari dan memahami siswa-siswanya, bukan saja sebagai individu tetapi
juga sebagai anggota kelompok atau kelasnya. Sejak siswa masuk ke sekolah dari
pagi hari sampai sekolah usai, guru akan memanfaatkan setiap kesempatan untuk
membantu BK dalam mengumpulkan data yang diperlukan agar dapat memahami siswa
dengan baik. Sebagian dari data tersebut didapatkan dari murid sendiri atau
dari orang tuanya dengan mengisi formulir-formulir isian atau melalui informasi
lisan. Data lainnya diperoleh dari pelaksanaan tes atau melalui observasi
terhadap kegiatan-kegiatan siswa, kebiasaan dan tingkah lakunya baik di dalam
kelas maupun diluar kelas. Karena itulah guru memiliki peran penting sebagai
anggota utama di antara petugas-petugas bimbingan. Pada umumnya guru tersebut
berada pada posisi yang lebih baik untuk mengetahui masalah-masalah, sikap dan
kebutuhan siswa sehingga memudahkan guru untuk memberikan bantuan kepada siswa
yang membutuhkan.
3. Hasil
Wawancara dengan Wali Kelas:
a.
Hadi Pangastu, BA (Wali Kelas XII IPS 2)
b.
Moh. Lukman, S.Pd (Wali Kelas X 8)
c.
Hifza Rahmayani, S.Pd (Wali Kelas XI IPA
3)
d.
Aswin Yusidar, S.Pd (Wali Kelas XII IPS
5)
Dari
jawaban – jawaban atas pertanyaan yang diberikan kepada keempat wali kelas SMA
Negeri 4 Tegal, dapat disimpulkan:
Peran
seorang Wali Kelas sangat penting bagi peserta didik. Mereka menganggap wali
kelas adalah orangtua terdekat mereka di sekolah, peserta didik biasanya tidak
akan segan menceritakan apa yang sedang ia alami terkait masalah yang timbul di
lingkungan sekolah, bahkan peserta didik lebih mempercayakan rahasia yang ia
miliki kepada wali kelas mereka daripada dengan guru pembimbing. Wali kelas
merupakan orang yang paling dekat dengan anak – anak didiknya, karena cakupan
pemberian perhatian lebih sempit, sehingga lebih mudah dalam menganalisa
peserta didik. Hal ini dapat membantu guru pembimbing dalam pencarian informasi
mengenai masalah – masalah yang timbul dalam diri peserta didik yang diasuh
olehnya. Begitu pula dengan wali kelas di SMA Negeri 4 Tegal, mereka dituntut
untuk mengetahui masalah – masalah yang ada dalam diri anak didiknya, potensi –
potensi yang mungkin dapat digali dan dikembangkan, bakat yang dimiliki oleh
siswa. Wali kelas dapat melakukan bimbingan seputar masalah – masalah yang
sering dihadapi remaja, akibat – akibat yang ditimbulkan, dan solusi yang harus
diberikan.
Secara
keseluruhan wali kelas tersebut telah berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan
kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah. Karena sebagai wali kelas, secara
otomatis akan berhadapan langsung dengan siswa, dapat melakukan pendekatan
dengan siswa. Biasanya peserta didik tidak akan sungkan menceritakan keluhan –
keluhannya kepada wali kelas, karena peserta didik merasa wali kelas merupakan
orangtua kedua baginya disekolah. Hal ini dapat melancarkan pelaksanaan Layanan
Bimbingan dan Konseling dapat lebih efektif dan efisien. Wali kelas juga
melakukan kerjasama baik dengan guru pembimbing maupun dengan guru bidang studi.
Untuk
siswa yang bandel, sampai wali kelas tidak sanggup mengatasinya, wali kelas
biasanya mengalihkan kepada guru pembimbing. Wali kelas mencari informasi
seputar siswa tersebut melalui pendekatan, apabila tidak berhasil dapat
dilakukan pengumpulan informasi melalui teman dekatnya, atau bahkan dari orang
tua siswa itu sendiri. Untuk kemudian dialihkan kepada guru pembimbing yang
diberi tugas untuk melakuan bimbingan kepada siswa tersebut.
4. Hasil
Wawancara dengan Guru BK, Lina Kusumaningrum, S.Pd
Dari
jawaban – jawaban atas pertanyaan yang diberikan kepada salah seorang guru
pembimbing SMA Negeri 4 Tegal, dapat disimpulkan:
Dalam menggali dan mengembangkan potensi
siswa inilah dan dengan mebandingkan ketertinggalan pendidikan di negara kita
pemerintah mengembangkan kurikulum berbasis kompetensi. Pada kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) yang memperhatikan kompetensi siswa secara individu,
diharapkan berkembang dengan optimal. Untuk itu peran guru Bimbingan Konseling
disini menjadi sentral. Hampir di setiap aspek penanganan siswa guru BK di
haruskan berperan aktif. Atas dasar hal-hal seperti itulah maka keberadaan BK
dengan Pengembangan Diri di sekolah sudah harus ada dan berjalan dengan baik
dengan di berikan kesempatan dan proporsi yang lebih besar. Itu pula yang kita
harapkan bersama di SMA Negeri 4 Tegal. Pada kenyataannya,
siswa masih perlu dibina, dibimbing untuk dapat
mengembangkan diri lebih baik, siswa disini masih belum membudaya terhadap
kondisi butuh ilmu. Disamping siswa mengembangkan diri dibidang pengetahuan, juga
dapat disalurkan melalui kegiatan ekstrakurikuler. Potensi – potensi yang dimiliki oleh peserta didik dapat digali
melalui pembinaan oleh guru pembimbing, bakat – bakat yang mungkin ada dapat
dikembangkan melalui pembinaan guru pembimbing, sehingga pertumbuhan siswa
dapat berkembang secara optimal, tepat dalam mengambil keputusan untuk
melangkah ke tahap selanjutnya.
Kunjungan
rumah merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan dan konseling. Fungsi utama
dari kunjungan rumah adalah membina hubungan baik dan kerjasama antara guru BK
dan orang tua siswa. Melalui hubungan baik dan kerjasama ini, diharapkan ada
saling pengertian, kesamaan persepsi, sikap dan perlakuan terhadap siswa. Dalam
kunjungan rumah, guru BK dapat memperolah data lebih luas dan mendalam tentang
perkembangan siswa, karakteristik, sikap, kebiasaan serta aktivitasnya dalam
keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar, serta kondisi kehidupan keluarga
siswa.
5. Hasil
Wawancara dengan 2 orang staf TU:
a. Lukito
Wibowo, A.Md
b. Meri
Afiyanti
Dari
jawaban – jawaban atas pertanyaan yang diberikan kepada kedua staf Tata Usaha
SMA Negeri 4 Tegal, dapat disimpulkan:
Keberhasilan
penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, tidak lepas dari peranan
berbagai pihak di sekolah. Selain Guru Pembimbing atau Konselor sebagai
pelaksana utama, penyelenggaraan Bimbingan dan konseling di sekolah, juga perlu
melibatkan kepala sekolah, guru mata pelajaran dan wali kelas, tata usaha dan
lain sebagainya.
Tata
usaha sekolah adalah bagian dari unit pelaksana teknis penyelenggaraan sistem
administrasi dan informasi pendidikan di sekolah. Semakin lengkap dan akurat
data terhimpun maka pemberian pelayanan makin mudah dan pengembilan keputusan
makin tepat.
Tata
usaha berperan untuk membantu guru pembimbing (konselor) dan koordinator BK
dalam mengadministrasikan seluruh kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah,
membantu guru pembimbing dalam menyiapkan seluruh kegiatan bimbingan dan
konseling. Serta membantu guru pembimbing dalam menyiapkan sarana yang
diperlukan dalam layanan bimbingan dan konseling.
Sebagai
personil sekolah staf Tata Usaha memiliki kewajiban kaitannya dengan guru BK
adalah Membantu guru pembimbing dan koordinator dalam mengadministrasikan
seluruh kegiatan BK di sekolah, Membantu mempersiapkan seluruh kegiatan BK,
Membantu menyiapkan sarana yang diperlukan dalam layanan BK, Membantu
melengkapi dokomen tentang siswa seperti catatan kumulatif siswa.
6. 12
orang siswa kelas X dan XI:
a.
Adefyanti Dwi Indah F.
b.
Puspita A. H.
c.
M. Faizal Adilistio
d.
Evi V. Z.
e.
Elsie V. D.
f.
Ressa Fadilah S.
g.
Desthi Dwi Agita
h.
Saefudin
i.
Rian Rizki F.
j.
Triana Widiyanti
k.
Sofiana Rahmawati
l.
Tri Prihatiningsih
Dari
jawaban – jawaban atas pertanyaan yang diberikan kepada sembilan siswa SMA
Negeri 4 Tegal baik kelas X maupun kelas XI, dapat disimpulkan bahwa:
Peserta didik
merupakan subyek didik yang perlu dibimbing, perlu diberi pelayanan Bimbingan
dan Konseling. Siswa SMA Negeri 4 Tegal membutuhkan layanan BK mengingat fase
pertumbuhan remaja yang berada di titik dimana siswa berada dalam tahap saat ia
melaksanakan sekolah menengah.
Pada umumnya, Para Konselor sekolah
menempatkkan BK dalam konteks disipliner siswa, memanggil, memarahi, menghukum
adalah proses klasik label bimbingan konseling di banyak sekolah sehingga guru
bimbingan dan konseling sering diposisikan sebagai “musuh” bagi siswa
bermasalah atau yg nakal. Peserta didik menganggap bahwa Bimbingan
dan konseling merupakan tempat mengatasinya suatu masalah, pemberian motivasi
terhadap siswa yang bermasalah, tempat curhat, pemegang rahasia, polisi sekolah
yang mengatur kedisiplinan siswa, mengatur siswa dalam hal mencegah pelanggaran
peraturan melalui hukuman tanpa diberi pengertian tentang konsep BK, bahkan
siswa yang jarang melanggar peraturan hanya memandang sebelah mata terhadap
keberadaan Bk yang mereka anggap sebagai musuh besar mereka di sekolah. Padahal
dengan adanya layanan BK, siswa dapat meminta bimbingan tanpa mengalami masalah
– masalah terlebih dahulu bimbingan yang diberikan bisa berupa pencegahan,
penyuluhan, pengertian, akibat yang ditimbulkan, manfaat yang akan didapat,
faktor – faktor yang berpengaruh dan sebagainya sedetile mungkin. Selain itu, potensi – potensi yang dimiliki oleh peserta didik dapat
digali melalui pembinaan oleh guru pembimbing, bakat – bakat yang mungkin ada
dapat dikembangkan melalui pembinaan guru pembimbing, konsultasi mengenai
keputusan apa yang akan diambil dalam tahap selanjutnya atau dalam memasuki
dunia setelah lulus dari SMA. Sehingga siswa dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal, tepat dalam mengambil keputusan untuk melangkah ke tahap selanjutnya.
Masalah
utama yang terjadi antara bimbingan konseling dengan peserta didik adalah hanya
miskonsepsi. Apabila siswa sudah mengetahui konsep BK, maka pelayanan bimbingan
dan konseling akan berjalan lancar secara optimal, efektif dan efisien. SMA
Negeri 4 Tegal hanya perlu merevisi kurikulum yang sudah ditetapkan agar dilakukan
penambahan alokasi waktu untuk pelayanan BK dengan sistem tatap muka satu kali
dalam seminggu. Hal ini bertujuan untuk memberi pengertian tentang konsep BK
supaya tidak terjadi kesalahpahaman konsep, memberi penyuluhan tentang perkembangan
remaja, sebab – sebab dan akibat – akibat yang akan ditimbulkan, faktor – faktor yang mempengaruhi, solusi
yang diberikan agar siswa dapat mengambil keputusan dengan tepat. Sehingga
peserta didik dapat tumbuh dan berkembang optimal tanpa hambatan dan melewati
tahap selanjutnya dengan hasil yang baik sesuai apa yang diharapkan oleh
sekolah dan orangtua.
BAB
III
KAJIAN
PUSTAKA BIMBINGAN DAN KONSELNG
A. Pengertian
Bimbingan
Bimbingan
dan Konseling merupakan terjemahan dari istilah “Guidance and Conseling” dalam
bahasa inggris. Sesuai dengan istilahnya, maka bimbingan dapat diartikan secara
umum sebagai suatu bantuan. Namun untuk pengertian yang sebenarnya, tidak
setiap bantuan adalah bimbingan.
Bimbingan
adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang, baik pria maupun wanita, yang
telah terlatih dengan baik dan memiliki kepribadian dan pendidikan yang memadai
kepada seorang, dari semua usia untuk membantunya mengatur kegiatan, keputusan
sendiri, dan menanggung bebannya sendiri (Crow & Crow, dalam Erman Amti
1992:2). Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu – individu
dalam menentukan pilihan – pilihan dan mengadakan berbagai penyesuaian dengan
bijaksana dengan lingkungan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan setiap
individu sesuai dengan kemampuannya (Jones, dalam Djumhur dan M. Surya,
1975:10). Bimbingan diartikan sebagai bagian dari keseluruhan pendidikan yang
membantu menyediakan kesempatan – kesempatan pribadi dan layanan staf ahli
dengan cara mana, setiap individu dapat mengembangkan kemampuan – keampuan dan
kesanggupannya sepenuh – penuhnya sesuai dengan ide – ide demokrasi (Mortensen
& Scmuller, dalam Prayitno dan E. Amti, 1994:94). Unsur pokok berbagai
pendapat pengertian diatas:
1.
Bimbingan merupakan suatu proses yang
berkelanjutan
2.
Bimbingan merupakan proses membantu
individu
3.
Bantuan dalam bimbingan diberikan kepada
individu, baik perorangan maupun kelompok
4.
Bantuan diberikan kepada semua orag
tanpa terkecuali
5.
Bantuan yang diberikan bertujuan agar
individu dapat mengembangkan dirinya secara optimal menjadi pribadi yang
mandiri
6.
Untuk mencapai tujuan bimbingan tersebut
diatas digunakan pendekatan pribadi dengan menggunakan berbagai teknik dan
media bimbingan.
7.
Bimbingan diberikan oleh orang – orang
yang ahli yaitu orang – orang yang memiiki keahlian dan pengalaman khusus dalam
bidang bimbingan.
8.
Bimbingan hendaknya dilaksanakan sesuai
dengan norma – norma yang berlaku.
Rumusan singkat
yang dimaksud dengan Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan
oleh seorang ahli kepada seseorang atau beberapa individu, baik anak – anak,
remaja, maupun dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan
dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu yang ada dan
dapat dikembangkan berdasarkan norma – norma yang berlaku.
B.
Pengertian Konseling
Secara
etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa latin, yaitu “Consilium” yang
berarti “dengan” atau “bersama”yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”.
Menurut
Bernard & Fullmer (dalam Prayitno dan E. Amti, 1994:101) konseling meliputi
pemahaman dan hubungan individu untu mengungkapkan kebutuhan – kebutuhan,
motivasi, dan potensi – potensi yang unik dari individu dan membantu individu
yang bersangkutan untuk mengapresiasi ketiga hal tersebut.
Saertzer
& Stone dalam Smit yang dikutip Prayitno (1994:100), mengemukakan bahwa
konseling merupakan suatu proses diman konselor membantu konseli dalam membuat
interpretasi – interpretasi tentang fakta – fakta yang berhubungan dengan
pilihan, rencana, penyesuaian – penyesuaian yang perlu dibuatnya.
Menurut
Division of Conseling Psychology (Prayitno, 1994:1001) Konseling diartikan
sebagai suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan – hambatan
perkembangan dirinya, dan untuk mencapaiperkembangan optimal kemampuan pribadi
yang dimilikinya, dimana proses tersebut terjadi setiap waktu.
Hal
– hal pokok pengertian konseling sebagai berikut:
1. Konseling
melibatkan dua orang yang saling berinteraksi dengan jalan mengadakan
komunikasi langsung, mengemukakan dan memperhatikan dengan seksama isi
pembicaraan, gerakan – gerakan isyarat, pandangan mata, dan gerakan – gerakan
lain yang dimaksud meningkatkan pemahaman kedua belah pihak yang terlibat dalam
interaksi itu.
2. Interaksi
antara klien dan konseor berlangsung dalm waktu yang relatif lama dan terarah
pada pencapaian tujuan, berlainan dengan pembicaraan biasa.
3. Tujuan
dari hubungan konseling adalah terjadinya perubahan pada diri klien.
4. Model
interaksi dalam konseling itu terbatas pada dimensi verbal, yaitu konselor dan
klien saling berbicara.
5. Konseling
merupakan proses yang dinamis, artinya individu klien dibantu untuk dapat
mengembangkan dirinya, mengebangkan kemampuan – kemampuannya dalam mengatasi
masalah – masalah yang dihadapi klien.
6. Konseling
didasari atas penerimaan – penerimaan konselor secara wajar tentang diri klien,
yaitu atas dasar penghargaan terhadap harkat dan martabat klien.
Rumusan singkat bahwa yang dimaksud
konseling adalah suatu proses memberi bantuan yang dilakukan melalui wawancara
konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami
suatu masalah (klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh
klien.
C. Tujuan
Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Sejalan
dengan perkembangan bimbingan dan konseling maka tujuan bimbingan dan konseling
pun mengalami perubahan dari yang sederhana sampai yang lebih
komprehensif.Perkembangan yang mengacu pada perubahan positif pada diri
individu merupakan tujuan dari semua upaya bimbingan dan konseling. Bimbingan
dan konseling bertujuan agar klien dapat :
o
Mengikuti kemauan atau saran-saran
konselor
o
Mengadakan perubahan tingkah laku secara
positif
o
Melakukan pemecahan masalah
o
Melakukan pengambilan keputusan,
pengembangan kesadaran dan pengembangan pribadi
o
Mengembangkan penerimaan diri
o
Memberikan pengukuhan
Dengan
memperhatikan butir-butir tujuan bimbingan dan konseling sebagaimana tercantum
dalam kutipan-kutipan tersebut, menurut H. Prayitno dan erman Amti bahwa tujuan
bimbingan dan konseling adalah :
“Untuk
membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap
perkembangan yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya)
berbagai latar belakang yang ada (seperti keluarga, pendidikan, status sosial
ekonomi) serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya”.
Dalam
kaitan ini bimbingan dan konseling membantu individu untuk menjadi insan
berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan,
interpretasi, pilihan, penyesuaian dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan
diri sendiri dan lingkungannya.
Adapun
tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran tujuan umum tersebut
yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami oleh individu
yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahannya
itu.Masalah-masalah individu bermacam ragam jenis, intensitas dan
sangkkutpautnya serta masing-masing bersifat unik.Oleh karena itu tujuan khusus
bimbingan dan konseling untuk masing-masing individu bersifat unik pula.Tujuan
bimbingan dan konseling seorang individu berbeda dari (dan tidak boleh
disamakan dengan) tujuan bimbingan dan konseling untuk individu lainnya.
D. Fungsi
Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Bimbingan
dan konseling menempati bidang pelayanan siswa dalam keseluruhan, proses dan
kegiatan pendidikan.Pemberian Layanan bimbingan dan konseling kepada siswa agar
masing-masing siswa dapat berkembang menjadi pribasdi yang mandiri secara
optimal.
Berikut
ini dijekaslan maisng-masing fungsi layanan tersebut:
a. Fungsi
Pencegahan
Bimbingan dan konseling dapat
berfungsi sebagai pencegahan, artinya merupakan usaha pencegahan terhadap
timbulnya masalah.Dalam hal ini layanan yang diberikan berupa bantuan yang bagi
para siswa agar terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat
perkembangannya. Hal tersebut dapat ditempuh melalui program bimbingan yang
sistematis sehingga hal-hal yang dapat menghambat seperti; kesulitan belajar,
kekurangan informasi, masalah sosial, pemilihan karir dan lain sebagainya dapat
dihindari oleh siswa.
b. Fungsi
Penyesuaian
Fungsi penyesuaian dalam layanan
bimbingan dan konseling berfungsi membantu terciptanya penyesuaian antara siswa
dan lingkungannya. Dengan demikian, adanya kesesuaian antara pribadi siswa dan
sekolah sebagai penyesuaian lingkungan.
c. Fungsi
Perbaikan
Meskipun fungsi pencegahan dan
penyesuaian telah dilaksanakan, namun siswa yang bersangkutan masih mungkin
mengalami masalah-masalah tertentu .Disinilah fungsi perbaikan dari layanan
bimbingan dan konseling diperlukan.Bantuan yang diberikan tergantung pada
masalah yang dihadapi, baik dalam jenisnya, sifatnya, maupun bentuknya.
Pendekaan yang dilakukan dapat berbentuk layanan individual ataupun kelompok.
d. Fungsi
pengembangan
Bimbingan dan konseling dapat
berfungsi pengembangan artinya, layanan yang diberikan dapat membantu para
siswa dalam mengemangkan keseluruhan pribadinya secara lebih terarah dan
mantap.Dalam fungsi ini hal-hal yang sudah dipandang bersifat positif dijaga
agar tetap baik dan dimantapkan.Dengan demikian dapat diharapkan siswa dapat
berkembang secara optimal.
E. Sasaran
Bimbingan dan konseling
Pada
dasarnya sasaran layanan bimbingan dan konseling di sekolah ialah pribadi siswa
secara perseorangan . Ini tidaklah berarti bahwa pelayanan bimbingan dan
konseling bersifat individualistis yang mengutamakan kepentingan individu
diatas segala-galanya, akan tetapi bimbingan dan konseling memiliki sasaran
mengembangkan apa yang terdapat dalam diri tiap-tiap individu secara optimal
agar masing – masing individu dapat sebesar-besarnya berguna bagi dirinya
sendiri, lingkungannya, dan masyarakat umum.
Lebih
khusus lagi, sasaran pembinaan pribadi siswa melalui layanan bimbingan dan
konseling meliputi tahap-tahap pengembangan kemampuan-kemampuan:
a. Pengungkapan,
pengenalan dan penerimaan diri
Sering kali kemampuan pengungkapan
diri tidak serta merta timbul pada diri seseorang, melainkan memerlukan bantuan
orang lain, seseorang harus tahu batas-batas kemampuannya sendiri, bakat dan
minat dan lain sebagainya.Hasil pengungkapan diri yang objektif merupakan dasar
yang sehat untuk mengenal diri sendiri dan menerima kemampuan yang dimilikinya
sendiri pula.
b. Pengenalan
lingkungan
Manusia secara kodrati tidaklah
mampu menjalankan hidup dengan sendirian melainkan membutuhkan interaksi dengan
orang lain, dalam hal ini adalah lingkungan. Individu yang berada dalam lingkup
lingkungan menerima keadaan lingkungan dengan apa adanya, tapi bukan juga harus
menerima dan tunduk saja, melainkan mampu bersifat positif terhadap lingkungan
itu
c. Pengambilan
Keputusan
Setelah adanya pemahaman diri baik
kemampuan yang dimiliki maupun tetang kelemahan yang ada dalam diri individu
yang terpenting dalam menentukan keberhasilan layanan bimbingan dan konseling
adalah kemampuan individu dalam mengambil keputusan
d. Perwujudan
Diri
Tujuan akhir dari bimbingan adalah
perwujudan diri sendiri sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki individu
yang dilakukan tanpa adanya paksaan dari pihak laindan sejalan dengan
norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku didalam masyarakat.
F. Jenis-jenis
bimbingan di Sekolah
Ada
7 (tujuh) jenis layanan yang dapat dilakukan oleh setiap guru pembimbing untuk
setiap satuan pendidikan atau sekolah. Jenis layanan yang mana yang akan
digunakan oleh guru pembimbing dalam bidang-bidang (pribadi, sosial, belajar
dan karir) tergantung kepada :
a. Keperluan
atau kebutuhan di sekolah
b. Program
layanan yang sudah disusun di sekolah
Setiap jenis layanan yang disebutkan memerlukan
waktu 2 jam untuk satu kali kegiatan layanan bimbingan. Jenis layanan tersebut
antara lain:
1. Layanan
Orientasi yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan siswa dan pihak lain yang
dapat memberikan pengaruh besar terhadap siswa (terutama orang tua siswa)
memahami lingkungan sekolah yang baru dimasukinya.
2. Layanan
Informasi yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan siswa dan pihak lain yang
dapat memberikan pengaruh besar kepada siswa (orang tua) menerima dan memahami
informasi pendidikan
3. Layanan
penempatan dan penyuluhan yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan siswa
memperoleh penempatan dan penyaluran secara tepat, misalnya; penempatan dan
penyaluran di dalam kelas; kelompok belajar; jurusan atau program khusus
4. Layanan
bimbingan dan pembelajaran yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan siswa
mengembangkan siswa berkenaan dengan sikap kebiasaan belajar yang baik dan
cocok
5. Layanan
konseling perorangan yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan siswa dapat
mendapatkan layanan langsung tatap muka dengan pembimbing dalam rangka
pembahasan dan pemecahan masalah
6. Layanan
bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah siswa
secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan informasi
7. Layanan
konseling kelompok yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan siswa memperoleh
kesempatan untuk membahas dan pemecahan maslaah melalui dinamika kelompok yang
berbeda.
G.
Prinsip dan Asas Konseling
a.
Prinsip-prinsip konseling berkenaan
dengan sasaran layanan, permasalahan, yang dialami peserta didik, program
pelayanan, serta tujuan dan pelaksanaan pelayanan.
b.
Asas-asas konseling meliputi asas
kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kekinian, kedinamisan, kegiatan,
kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih tangan, dan tut wuri
handayani.
1) Asas
Kerahasiaan
Segala sesuatu
yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disebarluaskan pada
pihak-pihak lain. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan oleh konselor, maka
konselor dapat kepercayaan dari semua pihak dan mereka akan memanfaatkan jaa
bimbingan dan konseling, sebaliknya, jika konselor tidak dapat memegang asas
kerahasiaan ini maka hilanglah kepercayaan klien terhadap konselor, klien takut
kepada konselor dan yang lebih fatal lagi klien akan menyebarluaskan pengalaman
yang tidak menyenagkan ini kepada klien lain.
2) Asas
Kesukarelaan
Kesukarelaan itu
ada pada konselor maupun pada klien artinya klien secara suka rela tanpa ada
perasaan terpakaksa, mau menyampaikan masalah yang dihadapinya dengan
mengungkapkan secara terbuka hal-hal yang dialaminya.
3) Asas
Keterbukaan
Dalam proses
konseling, diharapkan para klien dapat berbicara jujur dan terbuka tentang
keadaan dirinya. keterbukaan dan kejujuran dari pihak klien ini akan terwujud,
bilamana klien tidak mempersoalkan asas kerahasiaan yang telah dilakukan oleh
konselor.
4) Asas
Kekinian
Masalah klien
yang ditangani melalui kegiatan bimbingan dan konseling adalah masalah-masalah
yang saat ini sedang dirasakan, bukan masalah yang pernah dialami pada masa
lampau, dan kemungkinan masalah yang akan dialami pada masa yang akan datang.
5) Asas
Kemandirian
Pencapaian
tujuan dari pelayanan bimbingan dan konseling yang tercapai bilamana menjadikan
klien dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain atau tergantung
pada konselor.
6) Asas
Kegiatan
Hasil usaha
bimbingan tidak tercipta dengan sendirinya tetapi harus diraih oleh klien yang
bersangkutan. Para konselor hendaknya menimbulkan suaana agar klien yang dibimbing
mampu menyelenggarakan kegiatan yang dimaksut dalam penyelesaian masalah yang
menjadi pokok pembicaraan dalam konseling.
7) Asas
Kedinamisan
Upaya layanan
bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri klien yang
dibimbing yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Perubahan
tidaklah sekedar mengulang-ulang hal yang lama yang bersifat monoton, melainkan
perubahan yang selalu menuju ke suatu pembaruan, sesuatu yang lebih maju,
dinamis sesuai arah perkembangan klien yang dikehendaki.
8) Asas
Keterpaduan
Layanan
bimbingan dan konseling berupaya memadukan berbagai aspek dari klien yang
dibimbing, sebagaimanan diketahui klien yang dibimbing itu memiliki berbagai
segi kalau keadaannya tidak saling serasi dan terpadu akan justru menimbulkan
masalah.
9) Asas
Kenormatifan
Asas ini
diterapkan terhadap isi dan proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling,
yang meliputi seluruh isi layanan, prosedur, teknik, dan perlatan yang dipakai.
10) Asas
Keahlian
Asas keahlian
ini akan menjamin keberhasilan usaha bimbingan dan konseling, dan selanjutnya
keberhasilan usaha bimbingan dan konseling akan meningkatkan kepercayaan
masyarakat pada bimbingan dan konseling.
11) Asas
Alih Tangan
Asas ini
mengisyaratkan bahwa bila konselor sudah mengerahkan segenap kemampuan yang
dimiliki untuk membantu klien belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan
karena masalah yang dialami klien berada di luar kemampuan dan kewenangannya,
maka konselor dapat mengalihtangankan klien tersebut kepada petugas atau badan
lain yang lebih ahli untuk menangani masalah klien atas persetujuan klien yang
akan dialihtangankan.
12) Asas
Tut Wuri Handayani
Asas ini
menuntut agar layanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan
keberadaanya pada waktu klien mengalami masalah dan menghadap konselor saja,
namun diluar hubungan kerja pelaksanaan bimbingan dan konseling pun hendaknya
dirasakan keberadaannya dan manfaatnya.
H.
Pola-pola bimbingan dalam pelayanan BK
menurut hasil analisis Edward C. Glanz, dalam sejarah perkembangan pelayanan bimbingan
di institusi pendidikan muncul empat pola dasar yan diberi nama:
1)
Pola Generalis, bahwa corak pendidikan
dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar
siswa, dan seluruh staf pendidik dapat menyumbang pada perkembangan kepribadian
masing-masing siswa. Ujung pelayanan bimbingan dilihat sebagai program yang
kontinyu dan bersambungan yang ditujukan kepada semua siswa. Pada akhirnya
bimbingan hanya di anggap perlu pada saat-saat tertentu saja.
2)
Pola Spesialis, bahwa pelayanan
bimbingan di institusi pendidikan harus ditangan oleh ahli-ahli bimbingan yang
masing-masing berkemampuan khusus dalam cara pelayanan bimbingan tertentu
seperti testing psikologis, bimbingan karier, dan bimbingan konseling.
3)
Pola Kurikuler, bahwa kegiatan bimbingan
di institusi pendidikan diusulkan dimasukan dalam kurikulum pengajaran dalam
bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus bimbingan. Segi positif dari
pola dasar ini ialah hubungan langsung terlibat dalam seluk beluk pengajaran,
segi negatif terletak dalam kenyataan bahwa kemajuan dalam pemahaman diri
pekembangan kepribadian tidak dapat di ukur melalui suatu tes halisl belajar
seperti terjadi di bidang-bidang studi akademik.
4)
Pola Relasi-relasi manusia dan Kesehatan
Mental, bahwa orang akan lebih hidup bahagaia bila dapat menjaga kesehatan
mentalnya dan membina hubungan baik dengan orag lain. Segi positif pola dasar
ini ialah peningkatan kerjasama antara anggota-anggota staf pendidikan di
institusi pendidikana dan integrasi sosial di antara peserta didik dengan staf
pendidikan.
I.
Pendekatan atau strategi dasar dalam
pelayanan BK di sekolah, Robert H. Mathewson membedakannnya menjadi tujuh yang
masing-masing pendekatan merupakan kontinum yang bipolar. Ketujuh strategi
dasar tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Edukati versus Direktif, yaitu satu sisi
pelayanan bimbingan dipandang sebagai pengalaman belajar bagi siswa yang
membantu mereka untuk menentukan sendiri pilihan-pilhannya. Di sisi yang lain
pelayanan bimbingan ditafsirkan sebagai penentuan diagnosis oleh seorang ahli
disertai rekomendasi-rekomendasi kepada siswa dan para guru serta orang tua.
2)
Kumulatif versus Pelayanan, yaitu satu
sisi pelayanan bimbingan dilihat sebagai proram yang kontinyu dan
bersambung-sambung. Di sisi yang lain hanya dianggap perlu pada saat tertentu.
3)
Evaluasi Diri versus Oleh Orang Lain,
yaitu satu sisi atau pelayanan bimbingan dirancang untuk membantu siswa
menemukan diri dan evaluasi diri atas prakarsa sendiri. Di sisi yang lain
banyak memberikan tanggapan, pendapat, pandangan, dan saran karena sisiwa
dianggap membutuhkan hal itu.
4)
Kebutuhan Individu Versus Kebutuhan
Lingkungan, yaitu di sisi satu pelayan bimbingan menekankan supaya
kebutuhan-kebutuhan masing-masing siswa dipenuhi. Di ujung yang lain difokuskan
pada kebutuhan lingkungan masyakat atau lingkungan sekolah sendiri.
5)
Penilaian Subyektif versus Penilaian
Obyektif, yaitu di sisi satu sisi satu pelayanan bimbingan di arahkan ke
penghayatan dan penafsiran siswa sendiri terhadap dirinya sendiri serta
lingkungan hidupnya, di sisi yang lain menitik beratkan pengumpulan data siswa
dari sumber di luar sisiwa sendiri.
6)
Komprehensif versus Berfokus pada satu
aspek atau satu bidang saja, Yaitu di satu sisi satu sisi pelayanan bimbingan
di programkan sedemikian rupa sehingga semua tantangan dan permasalahan di
berbagai bidang kehidupan sisiwa tercakup di dalamnya. Di sisi yang lain di
pusatkan pada aspek-aspek perkembangan atau bidang permasalahan tertentu.
7)
Koordinatif versus Spesialistik, yaitu
di satu sisi di tangani oleh sejumlah tenaga melakukan kerja sama secara
koordinatif dalam memberikan bantuan dan berkedudukan sama dan harus
bekerjasama erat dalam mendeskripsi ciri-ciri suatu program bimbingan yang
dilaksanakan pada institusi pendidikan, di sisi yang lain ditangani secra
spesifik berdasrkan keahlian.
J.
Hurlock menuliskan berbagai perubahan
sikap dan perilaku sebagai akibat dari perubahan yang terjadi pada masa puber.
Sikap dan perilaku yang dimaksudkan adalah:
1)
Ingin menyendiri,kalau perubahan pada
masa puber sudah mulai terjadi, anak-anak biasanya mulai menarik diri dari
teman-teman dan dari kegiatan keluarga, sering bertengkar dengan teman bermain.
Anak puber lebih sering melamun, mulai bereksperimen seks melalui masturbasi.
2)
Bosan, dengan datangnya masa puber, anak
mulai bosan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan kegiatan
atau hobi yang dilakukan pada masa sebelumnya. Pada masa puber ini biasanya
terjadi penurunan prestasi belajar.
3)
Inkoordinasi, yakni anak mengalami
ketidak seimbangan gerakan.
4)
Antagonisme Sosial, anak puber sering
tidak mau bekerjasama, sering membantah dan menentang. Permusuhan terbuka
antara dua seks yang berlainan pada umumnya di ungkapkan melalui kritik dan
komentar-komentar yang cenderung merendahkan.
5)
Emosi yang meninggi, yakni mengenai
kemurungan, merajuk, ledakan marah yang berlebihan, hanya dikarenakan hal-hal
sepele. Pada masa ini anak merasa khawatir, gelisah, sedih, cepat tersinggung,
dan cepat marah.
6)
Hilangnya kepercayaan diri, sebagai
akibat terjadinya perubahan fisik pada diri anak pada masa puber ini
mengakibatkan anak merasa rendah diri, lebih-lebih bagi anak yang sering
mendapatkritik bertubi-tubi tentana dirinya.
BAB
IV
ANALISIS
DAN PEMBAHASAN
A. Miskonsepsi
Bimbingan dan Konseling di SMA N 4 Tegal
Prayitno
menjelaskan ada beberapa kesalahpahaman dalam bidang bimbingan dan konseling
yang sampai saat ini terjadi dalam pelaksanaan konseling tersebut yakni sebagai
berikut;
- Bimbingan dan
konseling disamakan saja atau dipisahkan sama sekali dengan pendidikan, BK
dianggap sama dengan Pengajaran sehingga tidak perlu pelayanan khusus BK,
hal ini tidak benar karena BK menunjang proses pendidikan peserta didik
dan para pelaksananya (Konselor) juga mempelajari Ilmu Pendidikan pada
umumnya sebagai salah satu trilogi profesi konseling.
- Konselor
sekolah/guru pembimbing dianggap sebagai polisi sekolah, hal ini terjadi
karena konselor/guru pembimbing diserahi tugas mengusut perkelahian,
pencurian, mencari bukti-bukti siswa yang berkasus, jika anak bermasalah,
anak akan masuk ke ruang BK untuk di minta pertanggung jawabannya, ini
adalah pelaksanaan yang salah, guru pembimbing bukanlah polisi sekolah,
yang kerjanya hanya memarahi anak-anak bermasalah. Angapan ini harus
diluruskan, konselor sekolah/guru pembimbing adalah kawan penggiring
penunjuk jalan siswa, memotivasi siswa disekolah.
- Bimbingan dan
konseling semata-mata hanya sebagai proses pemberian nasehat. Pemberian
nasehat memang merupakan bagian dari pelayanan BK, akan tetapi nasehat
bukanlah satu-satunya layanan BK.
- Bimbingan dan
konseling harus aktif dan pihak lain pasif, konselor hendaknya aktif
sebgai pusat penggerak BK namun keterlibatan klien sendiri dan semua pihak
adalah kesuksesan dari usaha pelayanan BK.
- Menganggap bahwa
pelayanan BK bisa dilakukan oleh siapa saja. Ini adalah konsep yang salah
dan sering terjadi dilapangan, banyak guru BK bukan dari ahlinya, ataupun
bukan dari tamatan BK itu sendiri, banyak yang menganggap bahwa pekerjaan
BK ini sangat mudah dan bisa dilakukan oleh siapa saja, dan banyak lagi
kesalahpahaman BK yang terjadi dilapangan hingga saat ini.
Pelaksanaan
bimbingan dan konseling di SMA Negeri 4 Tegal ternyata masih cukup banyak
terdapat kesalahpahaman tentang konsep BK. Banyak siswa dan sebagian guru yang
menganggap bahwa bimbingan dan konseling merupakan satu kesatuan arti yang
tidak dapat dipisahkan, mereka menganggap bahwa bimbingan dan konseling sama
saja. Padahal dalam Crow dan Crow (dalam Erman Amti, 1992:2) Bimbingan
diartikan sebagai bantuan yang diberikan oleh seseorang , baik pria maupun
wanita, yang telah terlatih dengan baik dan memiliki kepribadian dan pendidikan
yang memadai kepada seseorang, dari semua usia untuk membantunya mengatur
kegiatan, keputusan sendiri, dan menanggung bebannya sendiri. Sedangkan Bernard
dan Fullmer, (dalam Prayitno dan Erman Amti, 1994:101) mengartikan Konseling
sebagai layanan yang meliputi pemahaman dan hubungan individu untuk
mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi, dan potensi-potensi yang unik dari
individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk mengekspresikan ketiga
hal tersebut.
Dari
kedua pengertian diatas maka sudah dapat diketahui bahwa bimbingan dan
konseling jelas berbeda, baik dasar-dasarnya maupun cara kerjanya, yakni
bimbingan dianggap sama dengan pndidikan, sedangkan konseling dianggap sama
dengan psikoterapi, yaitu usaha untuk menolong individu yang mengalami masalah
serius. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Prayitno (1978) dengan berpandangan
pada perbedaan kedua istilah tersebut dan menyadari bahwa kedua istilah
tersebut tidak terpisah satu sama lain, maka ia menyatakan bahwa bimbingan
adalah suatu layanan khusus yang terorganisasikan dan terintegrasikan ke dalam
program sekolah untuk menunjang perkembangan siswa secara optimal. Sedangkan
konseling menyangkut usaha pemberian bantuan kepada murid secara perorangan
dalam mempelajari cara-cara baru guna penyesuaian diri.
Berdasarkan
uraian di atas, bimbingan dan konseling memiliki persamaan-persamaan dan
perbedaan-perbedaan. Persamaan istilah bimbingan dan koseling pada dasarnya
memiliki persamaan-persamaan tertentu. Persamaan yang lebih jelas antara
keduanya terletak pada tujuan yang hendak dicapai, yaitu sama-sama berusaha
untuk memandirikan individu, yakni menjadikan individu tidak selalu bergantung
pada konseling maupun orang lain dalam menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapinya hingga menjadi individu yang dapat mengembangkan potensi-potensi
yang unggul pada dirinya sendiri agar dapat berguna bagi dirinya sendiri bahkan
orang lain. Kemudian sama-sama diterapkan dalam program persekolahan, yakni
sebagai suatu kegiatan dalam membimbing siswa dan mengentaskan masalah-masalah
yang dialami anak didik dalam sekolah tersebut. Selain itu bimbingan dan
konseling juga sama-sama mengikuti norma-norma yang berlaku di lingkungan
masyarakat tempat kedua kegiatan itu diselengggarakan. Dengan kata lain,
bimbingan itu merupakan suatu kesatuan dengan konseling yang mana konseling
berada dalam kesatuan bimbingan tersebut.
Istialah
bimbingan dan konseling juga memiliki perbedaan antara yang satu dengan yang
lain, walaupun kedua istilah itu merupakan kegiatan yang terpadu dalam program
pendidikan. Perbedaannya terletak pada segi isi kegiatan dan tenaga yang
menyelenggarakannya. Dari segi isi, bimbingn lebih banyak bersangkut paut
dengan usaha pemberian informasi dan kegiatan pengumpulan data tentang siswa
dan lebih menekankan pada fungsi pencegahan. Sedangkan konseling merupakan
bantuan yang dilakukan dalam pertemuan tatap muka antara dua orang manusia
yaitu antara konselor dan klien. Dilihat dari segi tenaga, bimbingan dapat
dilakukan oleh orang tua, guru, wali kelas, kepala sekolah, dan orang dewasa
lainnya kepada individu (siswa) yang memerlukannya. Karena sifat kegiatannya
yang khas, konseling hanya dapat dilakukan oleh tenaga-tenaga yang telah
terdidik dan terlatih.
Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa konseling itu merupakan bentuk khusus dari
bimbingan, yaitu suatu layanan yang diberikan oleh konselor kepada klien secara
individu. Hal inilah yang seharusnya dipahami seluruh masyakarat SMA Negeri 4
Tegal, kesalahpahaman mereka tentang konsep Bimbingan dan Konseling tidak
menutup kemungkinan menghambat pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling
dalam sekolah itu sendiri, seperti miss konsepsi yang terjadi pada siswa yang
menganggap Bimbingan dan Konseling sebagai polisi sekolah, anggapan bahwa
konselor sekolah yang bersikap aktif sedangkan lainnya pasif, anggapan bahwa
siapa saja dapat melakukan konseling, dan lain sebagainya. Jika miss konsepsi
ini dapat dibenahkan, sudah dapat dipastikan penyelenggaraan Bimbingan dan
Konseling di SMA Negeri 4 Tegal akan berjalan lancar, dapat memberikan
kemandirian pada individu (siswa), mengentaskan masalah-masalah siswa dengan
menutup segala kemungkinan terjadinya masalah serupa di depan, hingga akhirnya
dapat mewujudkan visi dari SMA Negeri 4 Tegal itu sendiri.
B. Tujuan
Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 4 Tegal
Tujuan
bimbingan dan konseling adalah agar peserta didik dapat Merencanakan kegiatan
penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya dimasa yang akan
datang, mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal
mungkin, Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat
serta lingkungan kerjanya, Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam
studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan
kerja (Juntika, 2002). Memiliki kemampuan menginternalisasi nilai- nilai yang
terkandung dalam tugas-tugas perkembangan yang harus dikuasainya.
SMA
Negeri 4 Tegal secara jelas mencantumkan tujuan BK dalam misi sekolah, yakni
Melaksanakan bimbingan, konseling, dan pelatihan yang memadai guna mendukung
kegiatan pengembangan diri siswa. Dengan demikian sudah jelas bahwa SMA Negeri
4 Tegal dalam menjalankan roda pendidikannya dengan membawa misi Bimbingan dan
Konseling di dalamnya. Dalam pelayanannya, Konseling meliputi pemahaman dan
hubungan individu untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi, dan
potensi-potensi yang unik dari individu dan membantu individu yang bersangkutan
untuk mengekspresikan ketiga hal tersebut.
Dalam
proses pendidikan di sekolah, siswa sebagai subjek didik merupakan
pribadi-pribadi yang unik dengan segala karakteristiknya. Siswa sebagai
individu yang dinamis dan berada dalam proses perkembangan, memiliki
kebutuhan-kebutuhan dan dinamika dalam interaksinya dengan lingkungan, untuk
memenuhi kebutuhannya siswa seringkali tidak paham dengan apa yang sesungguhnya
kebutuhan yang bersifat primer atau tersier, mereka cenderung mengikuti nafsu
atau sekadar keinginan yang sifatnya sementara dan lebih mengutamakan gengsi.
Melihat
hal ini, Bimbingan dan Konseling di sekolah sudah seharusnya memberikan
bimbingan kepada anak didik yang bersikap demikian, konselor sekolah atau pun
guru-guru pembimbing harus memahami individu yang unik tersebut dengan tingkat
kebutuhannya masing-masing, karena setiap individu memiliki tingkat kebutuhan
yang berbeda-beda. Kemudian kebutuhan dalam hal ini bukan sekadar kebutuhan
yang bersifat material saja, siswa atau anak didik juga memerlukan kebutuhan
yang sifatnya batiniah, seperti dorongan atau motivasi dalam menjalani
keseharian untuk menggapai cita-citanya. Kemudian bagaimana individu dapat
menggapai cita-citanya, yaitu tugas konselor sekolah untuk turut membantu
menggali potensi-potensi yang dimiliki individu tesebut, jika individu sudah
dapat berkembang dengan potensinya maka tugas konselor selanjutnya adalah
melatih kemandirian anak didiknya tersebut agar tidak bergantung dengan
konselornya.
Seperti
yang diketahui bersama bahwa Bimbingan dan Konseling secara umum bertujuan
membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap
perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan
bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang
keluarga, pendidikan, dan status sosial ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan
positif lingkungannya. Dalam kaitan ini, maka bimbingan dan konseling membantu
individu menjadi insan yang berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai
wawasan, pandangan, interpretasi, pilihan, penyesuaian, dan ketrampilan yang
tepat berkenaan dengan dirinya dan lingkungannya. Dengan tercapainya tujuan
umum tersebut, maka individu yang mendapat bantuan tersebut akan menjadi insan
yang mandiri yan memiliki kemampuan untuk memahami diri sendiri dan
lingkungannya secara tepat dan objektif, menerima diri sendiri dan
lingkungannya secara positif dan dinamis, mampu mengambil keputusan secara
tepat dan bijaksana, mengarahkan diri sendiri sesuai dengan keputusan yang di
ambilnya itu, serta akhirnya mampu mewujudkan diri sendiri secara optimal.
Seseorang dalam pencapaian tujuan tersebut pasti hidup dalam dimensi-dimensi
yang tak terpisahkan dari dirinya, Kemudian Dalam pencapaian tujuan umum
bimbingan dan konseling dalam rangka pengembangan perwujudan ke empat dimensi
kemanusiaan individu. Dimensi disini dimaksudkan sebagai sesuatu yang secara
hakiki ada pada manusia di satu segi dan di segi lain sebagai sesuatu yang
dikembangkan. Dalam kaitan itu masing-masing gejala mendasar tersebut dapat
dirumuskan sebagai dimensi keindividualan (individualitas), dimensi kesosialan
(sosialitas), dimensi kesusilaan (mortalitas), dan dimensi keberagamaan
(reliugilitas).
Pengembangan
dimensi keindividualan memungkinkan seseorang memperkembangkan segenap potensi
yang ada pada dirinya secara optimal mengarah kepada aspek-aspek kehidupan yang
positif. Bakat, minat, kemampuan dan berbagai kemungkinan yang termuat di dalam
aspek-aspek mental, fisik, dan biologis berkembang dalam rangka dimensi
keindividualan itu. Perkembangan dimensi ini membawa seseorang menjadi individu
yang mampu tegak berdiri dengan kepribadiannya sendiri, dengan aku yang teguh,
positif, produktif, dan dinamis.
Perkembangan
dimensi kesosialan memungkinkan
seseorang mampu berinteraksi, berkomunikasi, bergaul, bekerjasama dan hidup
bersama orang lain. Kaitan antara dimensi keindividualan dengan dimensi
kesosialan memperlihatkan bahwa manusia adalah makhluk individu sekaligus
makhluk sosial. Dimensi individual dan sosial saling berinteraksi dan keduanya
saling bertumbuh, saling mengisi dan saling menemukan makna yang sesungguhnya.
Dimensi
kesusilaan memberikan warna moral
terhadap perkembangan dimensi pertama dan kedua. Norma, etika, dan berbagai
ketentuan yang berlaku mengatur bagaimana kebersamaan antara individu
seharusnya dilaksanakan. Hidup bersama orang lain, baik dalam rangka
memperkembangkan dimensi keindividualan maupun dimensi kesosialan, tidak dapat
dilakukan seadanya saja, tetapi perlu dilakukan secara terarah. Hidup bersama
orang lain perlu dilakukan sedemikian rupa, sehingga semua orang yang berada di
dalamnya memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya demi kehidupan bersama itu.
Dimensi kesusilaan dapat menjadi pemersatu sehingga keindividualan dan
kesosialan dapat bertemu dalam satu
kesatuan yang penuh makna. Dapat dibayangkan tanpa dimensi kesusilaan, maka
perkembangan dimensi keindividualan dan dimensi kesosialan akan tidak serasi,
bahkan yang satu cenderung menyalahkan yang lain.
Perkembangan
ketiga dimensi di atas memungkinkan manusia menjalani kehidupan. Dengan ketiga
dimensi itu mereka dapat hidup dengan sangat layak dan dapat mengembangkan
ilmu, teknologi, dan seni sehebat-hebatnya. Kehidupan manusia yang
selengkapnya, yaitu yang menjangkau baik kehidupan duniawi maupun kehidupan
akhirat, akan tercapai apabila ketiga dimensi yang dibahas terlebih dahulu itu
dilengkapi dengan dimensi keempat, yaitu dimensi keberagamaan. Dalam dimensi
keberagamaan ini, manusia senantiasa menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha
Esa. Manusia tidak terpukau dan terpaku pada kehidupan di dunia saja, malainkan
mengaitkan secara serasi, selaras, dan seimbang kehidupan dunianya itu dengan
kehidupan akhiratnya.
Dari
keempat dimensi yang terdapat pada tujuan umum diselenggarakannya Bimbingan dan
Konseling tersebut, SMA Negeri 4 Tegal secara pasti menunjukan gejala-gejala ke
perkembangan tujuan umum tersebut. Bukan tidak mungkin jika SMA Negeri 4 Tegal
kelak akan menjadi sekolah berwawasan moral yang tinggi dengan anak didiknya
yang mandiri dan mudah bersosialisasi dengan lingkungannya.
1.
Penyelenggaraan Layanan Bimbingan dan Konseling
di SMA Negeri 4 Tegal
SMA
Negeri 4 Tegal dalam menyelenggarakan bimbingan dan konseling dengan bepedoman
pada asas-asas bimbingan dan konseling, sebagaimana Prayitno (1999:115) yang
menjelaskan bahwa Dalam menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling di
sekolah hendaknya mengacu pada asas-asas bimbingan dan konseling, karena
pelayanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional. Adapun
asas-asas yang dimaksudkan adalah asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan,
kekinian, kemandirian, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan,
keahlian, alih tangan, dan asas tut wuri handayani.
a.
Asas Kerahasiaan
Pelayanan
bimbingan dan konseling di sekolah ada kalanya berhubungan dengan anak didik
atau siswa yang mengalami masalah. Bagi siswa yang bermasalah dan ingin
menyelesaikan masalahnya akan sangat membutuhkan bantuan dari orang yang dapat
menyimpan kerahasiaan masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu segala sesuatu
yang dibicarakan siswa pada guru BK atau konselor sekolah tidak boleh
disebarluaskan pada pihak-pihak lain. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan
oleh konselor sekolah SMA Negeri 4 Tegal, maka konselor tersebut dapat
kepercayaan dari anak didik atau siswa yang bersangkutan dan akhirnya banyak
siswa yang memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling di sekolah. Sebaliknya,
jika konselor tidak dapat memegang asas kerahasiaan ini maka hilanglah
kepercayaan siswa terhadap konselor sekolah, siswa yang bermasalah tersebut
takut pada konselor sekolah dan yang lebih fatal bagi siswa akan
menyebarluaskan pengalaman yang tidak menyenangkan ini kepada siswa lain yang
hendak konsultasi ke konselor sekolah. Hal yang demikian dapat berdampak
terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah.
Dari
penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa asas kerahasiaan merupakan asas
kunci dalam usaha bimbingan dan konseling, dan harus benar-benar dilaksanakan
dengan penuh tanggungjawab.
b.
Asas Kesukarelaan
Untuk
mencapai keberhasilan layanan bimbingan dan konseling di sekolah, maka proses
bimbingan dan konseling harus berlansung atas dasar sukarela. Kesukarelaan itu
ada pada konselor sekolah maupun siswa, artinya secara suka dan rela tanpa ada
perasaan terpaksa mau menyampaikan masalah yang dihadapinya dengan
mengungkapkan secara terbuka hal-hal yang dialaminya. Pihak konselor sekolah
juga hendaknya dapat memberikan bantuan dengan sukarela, tanpa ada keterpeksaan
atau dengan penuh keikhlasan.
Adapun
bagi siswa yang dikirim oleh pihak lain untuk mendapat pelayanan bimbingan,
maka menjadi kewajiban konselor untuk mengembangkan sikap kesukarelaan pada
diri siswa, sehingga siswa mampu menghilangkan rasa keterpaksaannya untuk
datang ke BK.
c.
Asas Keterbukaan
Suasana
keterbukaan antara konselor sekolah dengan siswa dalam peleksanaan bimbingan
dan konseling sangat diperlukan, karena penerapan asas ini akan lebih
mempermudah pencapaian tujuan bimbingan dan konseling di sekolah itu sendiri,
dalam konteks ini adalah SMA Negeri 4 Tegal. Keterbukaan ini tidak hanya dari
pihak siswa yang bermasalah (klien) saja, tetapi juga dari pihak konselor
sekolah. Keterbukaan bukan hanya sekadar kesediaan untuk menerima saran saja,
tetapi kedua belah phak diharapkan mau menerapkan asas ini, yakni pihak klien
mau membuka diri dalam rangka untuk pemecahan masalahnya, dari pihak konselor
ada ketersediaan untuk menjawab pertanyaan klien dan mau mengungkapkan keadaan
dirinya bila dikehendaki oleh klien.
Dalam
proses konseling, diharapkan para siswa yang bermasalah dapat bicara jujurdan
terbuka tentang keadaan dirinya. Dengan keterbukaan ini penelaahan masalah
serta pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan klien semakin mudah dipahami.
Hal yang perlu diketahui bahwa terlaksananya asas ini dalam proses bimbingan
dan konseling di SMA Negeri 4 Tegal tentu saja lebih diharapkan adanya.
Keterbukaan dan kejujuran dari pihak klien ini akan terwujud jika siswa tidak
mempersoalkan asas kkerahasiaan dan asas kesukarelaan yang telah dilakukan oleh
konselor sekolah.
Oleh
karena itu maka untuk siswa yang bermasalah, konselor sekolah terus-menerus
membina suasna hubungan konseling sedemikian rupa, sehingga siswa tersebut
yakin bahwa konselor sekolah juga bersikap terbuka dan yakin bahwa asas
kerahasiaan telah terselenggara. Kemudian kesukarelaan dari siswa tentu juga
merupakan munculnya keterbukaan saat berkonsultasi dengan konselor atau guru
BK.
d.
Asas Kekinian
Masalah
siswa yang bermasalah atau klien yang ditangani melalui kegiatan bimbingan dan
konseling di sekolah adalah masalah-masalah yang saat ini sedang dirasakan,
bukan masalah yang pernah dialami pada masa lampau dan kemungkinan maslah yang
akan dialami pada masa yang akan datang.
Untuk
mendukung fungsi pencegahan, maka pertanyaan yang perlu dijawab adalah apa yang
perlu dilakukan sekarang, sehingga kemungkinan yang kurang baik di masa
mendatang dapat dihindari.
e.
Asas Kemandirian
Pencapaian
tujuan dari pelayanan bimbingan dan konseling di SMA Negeri 4 Tegal akan
tercapai bilamana menjadikan siswa dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada
orang lain atau bergantung paada konselor sekolah sekali pun. Ciri-ciri pokok
dari individu yang setelah dibimbing dan dapat dapat mandiri adalah sebagai
berikut:
1)
mengenal diri sendiri dan lingkungan
sebagaimana adanya
2)
menerima diri sendiri dan lingkungannya
secara positif dan dinamis
3)
mengambil keputusan untukdan oleh diri
sendiri
4)
mengarahkan diri sesuai dengan
keputusannya sendiri itu
5)
mewujudkan diri secara optimal sesuai
dengan potensi, minat, dan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya.
Kemandirian
yang merupakan tujuan dari usaha layanana bimbingan dan konseling di SMA Negeri
4 Tegal, hendaknya disesuaikan dengan
tingkat perkembangan dan peranan para siswa dalam kehidupannya di sekolah
maupun luar sekolah. Kemandiria dari hasil konseling merupakan arah dari
keseluruhan proses konseling danhal itu
disadari oleh kedua belah pihak yaitu pihak konselor sekolah dan para siswa.
Dengan demikian, maka para konselor sekolah hendaknya senantiasa berusaha
menghidupkan kemandirian pada diri klien, bukan justru menghidupkan ketergantungan
klien pada konselor.
f.
Asas Kegiatan
Hasil
usaha layanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak akan berarti bila siswa
yang dibimbing tidak melakukan kegiatan dalam pencapaian tujuan bimbingan.
Hasil usaha bimbingan tidak tercipta dengan sedirinya, tetapi harus diraih oleh
siswa yang bersangkutan. Para konselor sekolah hendaknya menimbulkan suasana
agar siswa yang dibimbing mampu menyelengggarakan kegiatan yang dimaksud dalam
penyelesaian masalah yang menjadi pokok pembicaraan saat siswa dalam proses
konseling.
g.
Asas Kedinamisan
Upaya
layanan bimbingan dan konseling di SMA Negeri 4 Tegal menghendaki terjadinya
perubahan pada diri siswa yang telah menjalani proses bimbingan dan konseling,
perubahan itu yakni perubahan tingkah laku ke arah yang baik. Perubahan
bukanlah sekadar mengulang-ulang hal-hal yang lama yang bersifat monoton,
melainkan perubahan yang selalu menuju ke suatu pembaruan, sesuatu yang lebih
maju, dinamis sesuai arah perkembangan siswa yang dikehendaki, dan mengacu pada
hal-hal baru yang hendaknya terdapat pada proses konseling dan hasil-hasilnya.
h.
Asas Keterpaduan
Layanan
bimbingan dan konseling di SMA Negeri 4 Tegal mengupayakan adanya perpaduan
berbagai aspek dari siwa yang dibimbing, sebagaiman diketahui siswa yang
dibimbing itu memiliki berbagi segi kalau keadannya saling tidak serasi dan
terpadu akan justru menimbulkan masalah. Di samping keterpaduan pada diri siswa
yang dibimbing , juga diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang
diberikan. Jangan terjadi aspek layanan yang satu tidak serasi atau bahkan
bertentangan dengan aspek layanan yang lain.
i.
Asas Kenormatifan
Sebagaimana
yang dikemukakan yang terlebih dahulu, usaha layanan bimbingan dan konseling
tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku seperti norma agama,
norma adat, norma hukum/negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. Asas
ini diterapkan terhadap isi dan proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling
di sekolah, yang meliputi seluruh isi layanan, prosedur, teknik, dan peralatan
yang dipakai.
j.
Asas Keahlian
Layanan
bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya dilaksankan secara teratur,
sistematik, dan dengan mempergunakan prosedur, teknik, serta alat yang memadai.
Asas kerahasiaan ini akan menjamin keberhasilan upaya bimbingan dan konseling,
dan selanjutnya keberhasilan upaya bimbingan dan konseling akan meningkatkan
kepercayaan siswa pada bimbingan dan konseling di SMA Negeri 4 Tegal. Dengan
penerapan asas keahlian ini akan menunjukan bahwa pelayanan bimbingan dan
konseling adalah pekerjaan profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga
ahli yang khusus di didik untuk melaksanakan pekerjaan bimbingan dan konseling
di sekolah, dalam hal ini adalah guru BK. Seorang guru BK sebagai konselor ahli
harus menguasai teori dan praktik
konseling secara benar dan baik.
k.
Asas Alih Tangan
Asas
ini mengisyaratkan bahwa bila konselor sekolah sudah mengerahkan segenap
kemampuan yang dimiliki untuk membantu siswa yang bermasalah tetapi siswa
tersebut belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan karena masalah yang
dialami siswa tesebut berada diluar kemampuan dan kewenangannya, maka konselor
sekolah dapat mengalihtangankan siswa tersebut kepada petugas atau badan lain
yang lebih ahli untuk menangani masalah klien atas persetujuan siswa yang akan
dialihtangankan.
Penagan
suatu masalah akan lebih optimal hasilnya, bila ditangani oleh petugas yang
memiliki keahlian dan kewenangan yang sesuai dengan masalah klien dan konseling
hanya menangani klien yang pada dasarnya normal (tidak sakit jasmani atau
rohani) dan bekerja dengan kasus-kasus yang terbebas dari masalah-masalah
kriminal ataupun perdata.
l.
Asas Tut Wuri Handayani
Asas
ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan
keseluruhan antara guru BK/konselor sekolah dengan siswa. Dalam lingkungan
persekolahan asas ini makin dirasakan manfaatnya, dan bahkan perlu dilengkapi
dengan, “ing ngarsa sung tuladha, ing
madya mangun kersa”. Asa ini menuntut agar layanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan
keberadaannya pada waktu siswa mengalami masalah dan menghadapi konselor
sekolah saja, namun di luar itu pun harus senantiasa dirasakan keberadaaanya
dan kebermanfaatannya.
Dari
kedua belas asas bimbingan dan konseling di atas, dalam menyelenggarakan bimbingan dan konseling hendaknya SMA Negeri
4 Tegal memegang tiga asas utama sebagai kunci berhasilnya layanan bimbingan
dan konseling itu sendiri, adapun tiga asas utama itu ialah asas kerahasiaan,
asas keterbukaan, dan asas kesukarelaan.
2.
Pola – Pola Bimbingan dalam Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling
Di SMA Negeri 4 Tegal
SMA
Negeri 4 Tegal dalam menyelenggarakan pelayanan BK menggunakan pola yang
dikembangkan oleh Edward C. Glanz dengan memperhatikan klien yang bersangkutan,
hal ini dikarenakan setiap individu siswa berbeda-beda dengan segala
keunikannya sehingga konselor sekolah juga harus memahami siswa dan memilih
akan menggunakan pola yang mana. Menurut hasil analisis Edward C. Glanz (1964)
dalam sejarah perkembangan pelayanan bimbingan di institusi pendidikan muncul
empat pola dasar sebagai berikut:
a.
Pola Generalis
Corak
pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas
usaha belajar siswa dan seluruh staf pendidik dapat menyumbang pada
perkembangan kepribadian masing-masing siswa. Ujung pelayanan bimbingan dilihat
sebagai program yang kontinyu dan bersambungan yang ditujukan kepada semua
siswa. Pada akhirnya bimbingan hanya di anggap perlu pada saat-saat tertentu
saja.
b.
Pola Spesialis
Pelayanan
bimbingan di institusi pendidikan harus ditangan oleh ahli-ahli bimbingan yang
masing-masing berkemampuan khusus dalam cara pelayanan bimbingan tertentu
seperti testing psikologis, bimbingan karier, dan bimbingan konseling.
c.
Pola Kurikuler
Kegiatan
bimbingan di institusi pendidikan diusulkan dimasukan dalam kurikulum
pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus bimbingan.
Segi positif dari pola dasar ini ialah hubungan langsung terlibat dalam seluk
beluk pengajaran, segi negatif terletak dalam kenyataan bahwa kemajuan dalam
pemahaman diri pekembangan kepribadian tidak dapat di ukur melalui suatu tes
halisl belajar seperti terjadi di bidang-bidang studi akademik.
d.
Pola Relasi – relasi Manusia dan
Kesehatan Mental
Orang
akan lebih hidup bahagaia bila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan membina
hubungan baik dengan orag lain. Segi positif pola dasar ini ialah peningkatan
kerjasama antara anggota-anggota staf pendidikan di institusi pendidikan dan
integrasi sosial di antara peserta didik dengan staf pendidikan.
3.
Pendekatan Konselor Sekolah Terhadap
Siswa SMA Negeri 4 Tegal
SMA
Negeri 4 Tegal dalam melakukan pendekatan dengan klien menggunakan strategi
dasar yang dikembangkan oleh Robert H. Mathewson yang membedakannya menjadi
tujuh yang masing-masing pendekatan merupakan kontinum yang bipolar. Ketujuh
strategi dasar tersebut disesuaikan dengan klien yang dihadapi konselor
sekolah. Adapun Ketujuh strategi dasar tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Edukati versus Direktif
Yaitu
satu sisi pelayanan bimbingan dipandang sebagai pengalaman belajar bagi siswa
yang membantu mereka untuk menentukan sendiri pilihan-pilhannya. Di sisi yang
lain pelayanan bimbingan ditafsirkan sebagai penentuan diagnosis oleh seorang
ahli disertai rekomendasi-rekomendasi kepada siswa dan para guru serta orang
tua.
b.
Kumulatif versus Pelayanan
Yaitu
satu sisi pelayanan bimbingan dilihat sebagai proram yang kontinyu dan
bersambung-sambung. Di sisi yang lain hanya dianggap perlu pada saat tertentu.
c.
Evaluasi Diri versus Oleh Orang Lain
Yaitu
satu sisi atau pelayanan bimbingan dirancang untuk membantu siswa menemukan
diri dan evaluasi diri atas prakarsa sendiri. Di sisi yang lain banyak
memberikan tanggapan, pendapat, pandangan, dan saran karena sisiwa dianggap
membutuhkan hal itu.
d.
Kebutuhan Individu Versus Kebutuhan
Lingkungan
Yaitu
di sisi satu pelayan bimbingan menekankan supaya kebutuhan-kebutuhan
masing-masing siswa dipenuhi. Di ujung yang lain difokuskan pada kebutuhan
lingkungan masyakat atau lingkungan sekolah sendiri.
e.
Penilaian Subyektif versus Penilaian
Obyektif
Yaitu
di sisi satu sisi satu pelayanan bimbingan di arahkan ke penghayatan dan
penafsiran siswa sendiri terhadap dirinya sendiri serta lingkungan hidupnya, di
sisi yang lain menitik beratkan pengumpulan data siswa dari sumber di luar
sisiwa sendiri.
f.
Komprehensif versus Berfokus pada satu
aspek atau satu bidang saja
Yaitu
di satu sisi satu sisi pelayanan bimbingan di programkan sedemikian rupa
sehingga semua tantangan dan permasalahan di berbagai bidang kehidupan sisiwa
tercakup di dalamnya. Di sisi yang lain di pusatkan pada aspek-aspek
perkembangan atau bidang permasalahan tertentu.
g.
Koordinatif versus Spesialistik
Yaitu
di satu sisi di tangani oleh sejumlah tenaga melakukan kerja sama secara
koordinatif dalam memberikan bantuan dan berkedudukan sama dan harus
bekerjasama erat dalam mendeskripsi ciri-ciri suatu program bimbingan yang
dilaksanakan pada institusi pendidikan, di sisi yang lain ditangani secra
spesifik berdasrkan keahlian.
4.
Permasalahan yang Sering Dialami Siswa
SMA Negeri 4 Tegal
Dari
pengakuan seluruh narasumber bahwa masalah yang sering dialami siswa SMA Negeri
4 Tegal merupakan masalah-masalah yang biasa dialami remaja, yakni masalah
emosi, masalah penyesuaian diri, masalah perilaku seksual, masalah perilaku
sosial, masalah moral, dan masalah keluarga. Hal ini karena pada masa Sekolah
Menengah Atas sebagian besar anak merupkan manusia yang memasuki fase remaja.
a.
Penyimpangan Sosial di Sekolah
Masalah
yang paling sering dihadapi adalah bolos sekolah, terlambat masuk sekolah, dan
bolos Mata Pelajaran. Hal ini masih sering dilakukan dan susah dihilangkan
kebiasaannya. Biasanya remaja yang seperti ini cenderung ikut – ikutan dengan
teman sebayanya, atau pun karena alasan malas.
b.
Emosi yang cenderung labil
Secara
tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan” suatu masa
dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan
kelenjar. Emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak terkendali, dan kadang
tampak irasional. Hal ini dapat dilihat dari gejala yang nampak pada mereka,
misalnya mudah marah, mudah dirangsang, emosinya cenderung “meledak-ledak”, dan
tidak mampu mengendalikan perasaannya. Keadaan ini sering menimbulkan berbagai
permasalahan khususnya dalam kaitannya dengan penyesuaian diri di
lingkungannya. Maraknya kasus perkelahian antar pelajar akhir-akhir ini adalah
contoh nyat dari ketidak mampuan remaja mengelola dan mengendalikan emosi.
Sekolah
sebagai lembaga formal yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk membantu
subjek didik menuju ke arah kedewasaan yang optimal harus mempunyai langkah
konkret untuk mencegah dan mengatasi masalah emosional ini. Misalnya dengan
memberikan pelayanan khusus bagi para siswa melalui program layanan informasi,
layanan konseling, layanan bimbingan, dan konseling kelompok. Dalam layanan
bimbingan dan konseling kelompok anak didik dapat berlatih bagaimana cara
menjadi pendengar yang baik, bagaimana cara mengemukakan masalah, bagaimana
cara mengendalikan diri baik dalam menanggapi masalah sesama anggota maupun
mengemukakan masalahnya sendiri. Melalui wahana kelompok, siswa dapat berlatih
mengendalikan diri.
c.
Penyesuaian Diri
Salah
satu tugas yang paling sulit pada masa remaja adalah yang berhubungan dengan
penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis baik
sesama remaja maupun dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan
sekolah. Untuk mencapai pola dari sosialisasi dewasa, remaja harus membuat
banyak penyesuaian baru. Pada fase ini remaja lebih banyak di luar rumah
bersama-sama teman-temannya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti kalau
pengaruh teman sebaya dalam segala pola perilaku, sikap, minat, dan gaya
hidupnya lebih besar dari pad apengaruh dari keluarganya sediri. Perilaku
remaja sangat bergantung pada pola perilaku kelompoknya. Yang menjadi
masalahnya adalah jika remaja salah paham dalam bergaul, misalnya berada dalam
kelompok orang yang memakai obat-obatan terlarang, minuman keras, merokok, dan
perilaku negatif lainnya. Dalam keadaan demikian, remaja akan cenderung
mengikutinya tanpa memperdulikan berbagsi akibat yang akan menimpa dirinya.
Kebutuhan akan penerimaan dirinya di dalam kelompok sebaya merupakan kebutuhan
yang danggap paling penting. Untuk memenuhi kebutuhannya tersebut, remaja mau melakukan
apa saj tanpa melihat berbagai efek negatif yang akan menimpa atas perilaku
mereka tersebut.
Untuk
itulah mak sekolah harus ikut membantu tugas-tugas perkembangan remajatersebut
agar mereka tidak mengalami kesalahan dalam penyesuaian dirinya. Melalui
penyediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pembinaan bakat dan minat yang
baik, lewat kegiatan kurikuler maupun
kokurikuler di sekolah, diharapkan dapat mencegah dan mengatasi kesalahan dalam
pergaulan tersebut.
d.
Penyimpangan Seksual
Tugas
dan perkembangan yang harus dilakukan remaja sehubungan dengan kematangan
seksualitasnya adalhpembentukan hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis
dan belajar memerankan peran seks yang diakuinya. Pada masa ini remaja sudah
mulai tertarik pada lawan jenis, mulai bersifat romantis, yang diikuti oleh
keinginan yang kuat untuk memperoleh dukungan dan perhatian dari lawan jenis,
sebagai akibatnya, remaja mempunyai minat yang tinggi pada seks. Seharusnya
mereka mencari dan atau memperoleh informasi tentang seluk beluk seks dari
orang tua, tetapi kenyataannya mereka lebih banyak mencari informasi dari
sumber-sumber yang kadang tidak dapat dipertanggungjawabkan, misalnya teman
sebaya yang sama-sama kurang memahami arti pentingnya seks, internet, media elektronik,
media cetak yang kadang kadang lebih menjurus ke pornografi. Sebagi akibat dari
informasi yang tidak tepat tersebut, dapat menimbulkan perilaku seks remaja
yang apabila ditinjau dari segi moral dan kesehatan tidak layak untuk
dilakukan, misalnya berciuman, bercumbu, masturbasi, dan bersenggama. Bagi
generasi yang lalu, perilsku seksual semacam itu dianggap tabu dan menimbulkan
rasa bersalah dan rasa malu pada dirinya, namun pada generasi sekarang hal-hal
seperti itu dianggap benar dan normal, atau paling tidak diperbolehkan. Bahkan
hubungan seks diluar nikah dianggap “benar” apabila orang-orang yang terlibat
saling mencintai dan saling merasa terikat.
Untuk
menanggulangi dan mengatasi permasalahan seperti itu, sekolah hendaknya
melakukan tindakan-tindakan nyata, misalnya pendidikan seks, melakukan razia
dadakan ke kelas-kelas guna menindaklanjuti siswa yang berkedapatan mengoleksi
video porno ataupun hal-hal yang berbau pornografi lainnya, membuat peraturan
mengenai adab berpakaian/berseragam.
e.
Perilaku Sosial
Tanda-tanda
perilaku sosial pada remaja dapat dilihat dari adanya diskriminasi terhadap
mereka yang berlatar belakang ras, agama, atau sosial ekonomi yang berbeda.
Dengan pola-pola perilaku sosial seperti ini, maka dapat melahirkan geng-geng
atau kelompok-kelompok remaja yang pembentukan berdasarkan atas kesamaan latar
belakang, agama, suku, dan sosial ekonomi. Pembentukan kelompok atau geng pada
remaja tersebut dapat memicu terjadinya permusuhan antar kelompok atau geng.
Untuk mencegah dan mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut di atas,
sekolah dapat menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kelompok (baik kurikuler
maupun kokurikuler) dengan tidak memperhatikan latar belakang suku, agama, ras,
dan sosial ekonomi. Sekolah harus memperlakukan siswa secara sama, tidak
membeda-bedakan siswa yang satu dengan yang lain.
f.
Moralitas
Masalah
moral yang terjadi pada para remaja ditandai oleh adanya ketidakmampuan
membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Hal ini dapat disebabkan oleh
ketidakkonsistenan dalam konsep benar dan salah yang ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya antar sekolah, keluarga, dan kelompok remaja,
ketidakmampuan membedakan mana yang benar dan mana yang salah dapat membawa
mala petaka bagi kehidupan remaja pada khususnya dan pada semua orang pada
umumnya.
Untuk
mencegah dan mengatasi masalah-masalah yang demikian, maka sekolah sebaiknya
menyelenggarakan berbagai kegiatan keagamaan, meningkatkan pendidikan budi
pekerti , dan menciptakan suasana sekolah yang sarat moral dan kesopan
santunan.
g.
Keluarga
Sering
ditemukan berbagai permasalahan remaja yang penyebab utamanya adalah terjadinya
kesalahpahaman antara anak dengan orang tuanya. Seperti yang dikemukakan oleh
Hurlock (1980,223) sebab-sebab umum pertentangan keluarga selama masa remaja
adalah: standar perilaku, metode disiplin, hubungan dengan saudara
kandung,sikap yang sangat kritis dengan remaja, dan masalah palang pintu.
Remaja
sering menganggap standar perilaku orang tua yang kuno dan yang modern berbeda.
Menurut remaja, orang tua yang mempunyai stander kuno harus mengikuti standar
modern, sedangkan orang tua tetap pada pendiriannya semula. Keadaan inilah yang
sering menjadi sumber perselisihan di antara mereka. Metode disiplin yang
diterakan oleh orang tua yang terlalu kaku dancenderung otoriter akan dapat
menimbulkan permasalahan dan pertentangan diantara remaja dan orang tua. Selah
satu ciri remaja adalah dimilkinya sikap kritis terhadap segala sesuatu, namun
bagi keluarga tertentu sering tidak menyukai sikap remaja yang terlalu kritis
terhadap pola perilaku orang tua dan terhadap pola perilaku keluarga pada
umumnya. Yang dimaksud dengan masalah palang pintu adalah peraturan keluarga
tentang penetapan jam atau waktu pulang dan mengenai teman-teman dengan siapa
remaja berhubungan, terutama teman-teman lawan jenis.
BAB
V
PENUTUP
A.
Simpulan
Hasil Analisis dan Pembahasan
Untuk mengantisipasi dan mengikuti perkembangan dunia,
maka Bimbingan dan Konseling di sekolah merupakan suatu hal yang tidak dapat
ditawar keberadaannya. Pesatnya kemajuan jaman menuntut manusianya untuk siap
mengisi jaman tersebut. Manusia sebagai individu yang berperan mengisi
aktivitas jaman akan selalu terbentur dengan masalah-masalah yang dihadapinya
dalam kehidupan.
Siswa sebagai anak didik yang juga merupakan bahagian
dari individu yang dikatakan berperan mengisi zaman tentu tidak akan terlepas
dari kondisi ini. Pada siswa yang dipersiapkan untuk menjadi generasi penerus
diharapkan dapat dan memperoleh perkembangan individu yang optimal. Perkembangan
disini tentunya melalui sekolah. Berbicara mengenai sekolah maka perangkat
membentuk individu melalui pendidikan merupakan suatu sistem. Disamping
memperoleh ilmu pengetahuan siswa juga diharapkan dapat berkembang lebih jauh
sesuai dengan kapasitas individu yang dimilikinya. Disinilah peran guru
Bimbingan Konseling, dengan mendampingi si anak untuk memperoleh dan meraih
harapan dan cita-citanya, diharapkan anak dapat tergali dan berkembang lebih
baik kemampuan yang ada pada dirinya.
Pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling di SMA Negeri 4 Tegal dalam praktiknya belum
terasa manfaatannya bagi siswa, mungkin ini karena adanya mis konsepsi mengenai
arti bimbingan dan konseling, Banyak siswa dan sebagian guru yang menganggap
bahwa bimbingan dan konseling merupakan satu kesatuan arti yang tidak dapat
dipisahkan, mereka menganggap bahwa bimbingan dan konseling sama saja, padahal
keduanya jelas-jelas berbeda, bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang
dilakukan oleh seseorang ahli kepada individu dengan menggunakan berbagai
prosedur, cara, dan bahan agar individu tersebut mampu mandiri dalam mencegah,
memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya hingga akhirnya dapat mengembangkan
diri. Sedangkan konseling merupakan proses pemberian bantuan yang didasarkan
pada prosedur wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) yang
bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi orang yang mengalami masalah
(disebut klien).
Pemahaman
terhadap tujuan bimbingan dan konseling akan memperjelas arah atau tujuan yang
akan dicapai. Secara garis besar tujuan bimbingan dan konseling dibedakan
mejadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum bimbingan dan
konseling adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal
sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya, berbagai
latar belakang yang ada serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya.
Adapun tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran dari tujuan
umum yang dimaksudkan untuk membantu individu
agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek
pribadi-sosial, belajar dan karier. SMA Negeri 4 Tegal secara terang
mencantumkan tujuan BK dalam misi sekolah, yakni Melaksanakan bimbingan,
konseling, dan pelatihan yang memadai guna mendukung kegiatan pengembangan diri
siswa. Banyak kegiatan positif yang dilakukan siswa SMA Negeri 4 Tegal baik
kegiatan kurikuler maupun kokurikuler. Kegiatan ini tentu sangat membantu siswa
dalam mengembangkan dirinya, namun tidak sedikit juga siswa yang kurang
berminat dengan kegiatan-kegiatan di sekolah, hal ini tentu cukup
mengkhawatirkan karena disinyalir siswa semacam ini merupakan siswa yang kurang
dapat menyesuaikan dirinya di lingkungan sekolah, dan yang lebih bahaya lagi
adalah ketika siswa tersebut ternyata berperilaku negatif diluar sekolah. Untuk
mencegah dan mengatasi hal ini SMA Negeri 4 Tegal membentuk STP2K guna
memperlancar tujuan bimbingan dan konseling itu sendiri.
Penyelenggaraan
layanan bimbingan dan konseling juga perlu mengacu pada asas-asas bimbingan dan
konseling, asas-asas bimbingan dan konseling yaitu ketentuan-ketentuan yang
harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu. Dari kedua belas asas
yang ada, setidaknya sekolah memegang Tiga asas utama dalam penyelenggaraan BK,
yakni asas keterbukaan, kerahasiaan, dan kesukarelaan sekiranya kurang
diperhatikan dalam penyelenggaraan BK di SMA Negeri 4 Tegal. Hal ini tercermin
dari ruang BK yang jarang dikunjungi siswa untuk berkonsultasi, sekalipun ada
ternyata siswa tersebut memang sedang tersandung kasus dalam sekolah tersebut,
jadi BK di SMA Negeri 4 Tegal berkesan seperti tempat penghakiman siswa-siswa
bermasalah.
SMA
Negeri 4 Tegal dalam menyelenggarakan pelayanan BK menggunakan model yang
dikembangkan oleh Wiliam M. Proctor, yakni mengenalkan dua fungsi yaitu fungsi
penyaluran dan fungsi menyesuaikan menyangkut bantuan yang diberikan kepada
siswa dalam memilih program studi, aktivitas ekstra-kurikuler, bentuk rekreasi,
jalur persiapan memegang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat, dan cita-cita
siswa. Kemudian SMA Negeri 4 Tegal dalam penyelenggaraaan pelayanan BK pun
menggunakan pola yang dikembangkan oleh Edward C. Glanz dengan memperhatikan
klien yang bersangkutan. Sengkan dalam melakukan pendekatan dengan siswa, SMA
Negeri 4 Tegal menggunakan strategi dasar yang dikembangkan oleh Robert H.
Mathewson yang membedakannnya menjadi tujuh yang masing-masing pendekatan
merupakan kontinum yang bipolar. Ketujuh strategi dasar tersebut disesuaikan
dengan klien yang dihadapi konselor sekolah.
Dari
pengakuan seluruh narasumber bahwa masalah yang sering dialami siswa SMA Negeri
4 Tegal merupakan masalah-masalah yang biasa dialami remaja, yakni masalah
emosi, masalah penyesuaian diri, masalah perilaku seksual, masalah perilaku
sosial, masalah moral, dan masalah keluarga. Hal ini dianggap
wajar karena anak pada usia sekolah menengah atas merupakan anak-anak yang
memasuki masa remaja, masa yang penuh permasalahan karena penyesuaian dengan
berbagai lingkungan dan pencarian jati
diri yang serigkali mengalami kesalahpahaman tentang kehidupan yang baik dan
benar.
B.
Rekomendasi
Berdasarkan Simpulan
1)
Dalam hal alokasi waktu SMA Negeri 4
Tegal hendaknya menetapakan alokasi waktu paling tidak 1 jam pelajaran (45
menit) tatap muka dengan peserta didik di kelas dalam seminggu, agar
miskonsepsi dapat dihindari.
2)
Dalam hal penyelenggaraan layanan bimbingan
dan konseling, guru pebimbing SMA Negeri 4 Tegal hendaknya memberikan
pengarahan dan pengetahuan secara umum baik kepada anak didik, tenaga pendidik,
maupun staf sekolah dengan apa yang di maksud dengan bimbingan dan konseling
itu sendiri, sehingga hal ini dapat menghindari terjadinya miskonsepsi mengenai
bimbingan dan konseling.
3)
Dalam hal pelayanan bimbingan dan
konseling baik secara individu maupun kelompok, hendaknya guru BK SMA Negeri 4
Tegal memberlakukan sistem jemput bola kepada anak didiknya, dalam hal ini
tentu di perlukannya kerjasama antara guru BK dan wali kelas sebagai pemberi
informasi mengenai anak didik yang sebenarnya memerlukan bimbingan maupun
konseling namun anak didik tersebut malu untuk datang ke BK.
4)
Selain dengan sistem di atas, guru BK
SMA Negeri 4 Tegal juga dapat melakukan sistem pencarian informasi melalui
teman sejawat.
5)
Guru BK selaku tenaga ahli di bidang
bimbingan dan konseling hendaknya memberikan pengarahan kepada wali kelas dalam
proses bimbingan yang diberikan untuk anak didiknya.
6)
Kepala sekolah SMA Negeri 4 Tegal hendaknya
memberikan otonomi kepada guru BK dalam program kerja dan proses bimbingan dan
konseling itu sendiri, hal ini dikarenakan guru BK lebih mengetahui tentang
bimbingan dan konseling.
7)
Dalam pemecahan masalah yang dialami
anak didik, sebaiknya guru BK SMA Negeri 4 Tegal memberikan pelayanan secara
advokatif, yakni berfokus pada kepentingan perkembangan anak didik itu sendiri.
8)
Guru BK hendaknya menghindari proses
konseling dengan cara memarahi anak didik, sebaiknya lebih fokus dengan
penyebab dan solusi dalam menghadapi masalah siswa.
9)
Dalam menyelenggarakan acara-acara
sekolah sebaiknya ada keterlibatan guru BK dalam acara tersebut, sehingga
kinestetika akan tetap terjaga.
10) Pemahaman
terhadap tujuan bimbingan dan konseling hendaknya dibekali oleh guru BK kepada
seluruh personil sekolah guna memperjelas arah atau tujuan yang akan dicapai
SMA Negeri 4 Tegal.
11) Untuk
tim STP2K, hendaknya tidak lepas dari kontrol guru BK atau saling terintegrasi.
12) Sebagai
personil sekolah, harus memiliki sikap simpati kepada peserta didik dalam
mengidentifikasi permasalahan yang terjadi pada peserta didik dengan berbagai
faktor yang melatar belakanginya. Peran tiap tiap personil sekolah sebagai
komponen sekolah di SMA Negeri 4 Tegal harus mampu mendukung dan mengembangkan
potensi yang dimiliki peserta didiknya. Tiap – tiap personil sekolah harus
mampu menjadi jembatan penghubung antara siswa dengan guru pembimbing (guru BK)
sehingga permasalahan yang sedang dihadapi peserta didik dapat segera teratasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Mugiarso,
Heru dkk. 2011. Bimbingan dan Konseling. Semarang:
UNNES PRESS
Yusuf, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan. 2005. Landasan Bimbingan dan Konseling.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Thantawy
R. 1998. Manajemen Bimbingan dan
Konseling. Jakarta: Pamator Pressindo.
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.
Jakarta: Rineka Cipta.
.